8. Rindu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam ini Gilang telah bertemu dengan sahabat sang Mama. Mereka makan malam seperti biasa dan topik pembicaraan menurutnya kurang mengenakan.

Setelah makan malam selesai, Gilang dan sang Mama berkumpul di ruang tengah. Mama Ina menatap Gilang lembut.

"Jadi, mau nggak kamu kenalan sama Ade anaknya sahabat Mama?" tanya Mama Nia.

"Hmm... nanti Gilang pikirin," jawab Gilang malas.

Mama Nia hanya tersenyum kecil. Ia tahu pasti rasanya berat bagi anak satu-satunya itu.

"Mama ke kamar dulu ya. Kamu jangan tidur malam-malam besok ada kegiatan OSPEK."

Mama Nia beranjak dari ruang tengah. Ia mengusap rambut Gilang pelan, lalu melangkah pergi menuju kamar yang berada di lantai 1.

"Maafin Gilang ya, Ma," ucap Gilang lirih.

Pria berkulit hitam manis ini berjalan ke lantai 2. Ia akan menenangkan diri di kamar dengan mengalihkan ke hobi.

Gilang tengah mendengarkan musik di malam hari. Ia selalu melakukan aktivitas seperti ini menjelang tidur.

"Lirik-lirik ya sih bagus, apalagi kalau gue yang bikin pasti tambah bagus," ucap Gilang percaya diri.

Satu buah buku tulis dan pulpen tinta hitam menjadi teman untuk menulis kata-kata yang akan dibuat menjadi sebuah lirik lagu hasil ciptaannya sendiri. Gilang sangat menyukai musik ber-genre R&B.

"Gue berharap nggak salah pilih jurusan. Gue mau cita-cita gue selama ini terwujud walau pasti banyak rintangan menghadap."

Dua jam berlalu. Rasa kantuk mulai datang menyerang. Gilang terus menguap lebar setiap lima menit sekali.

"Cukup sampai sini. Besok kita lanjutin setelah kegiatan mirip neraka itu selesai."

Gilang tipe orang yang tidak suka mengikuti kegiatan, apalagi berhubungan dengan pembullyan. Ia akan sangat menentang jika ada hal seperti itu.

"Farhan ya. Gue akan pantau lo walau melarang," ucap Gilang menyeringai kecil.

Ting!

Sebuah pesan dari aplikasi obrolan muncul. Tertera nama 'Kak Nur' dilayar ponsel miliknya.

"Ini ngapain sih," ujar Gilang kesal menatap layar ponsel.

Gilang membuka pesan itu yang berisi. "Jangan lupa besok bawa perlengkapan lengkap!"

"Bawel!" Gilang semakin kesal.

Tanpa membalas pesan dari senior pembimbing kelompok. Gilang memilih untuk merebahkan diri di atas tempat tidur, lalu menarik selimut hingga batas dada.

.....

Di tempat lain, seorang Perempuan berjalan mondar-mandir seperti setrikaan. Sesekali ia mengintip layar ponsel menunggu balasan.

"Kok gak di balas sih! Cuma di baca doang lagi!"

Puput misuh-misuh tidak jelas sejak tadi. Ia berharap mendapat balasan, nyatanya hanya harapan palsu.

"Gilang Romie! Lo jangan bikin gue gila sih!" seru Puput di atas balkon luar kamar.

"Woy! Berisik!"

Salah satu tetangga berteriak protes. Puput tak ambil pusing dengan hal itu.

"Kenapa sih?! Muka Gilang mirip dia!"

Sejak pertama kali Puput melihat Gilang di barisan MABA telat. Ia teringat akan masa lalunya. Ia sangat merindukan sosok seseorang yang memiliki paras seperti Gilang.

"Kamu di mana sekarang? Aku rindu kamu walau aku tak tahu kamu entah di mana berada."

Lantunan lagu mellow semakin membuat Puput galau. Ia mengikuti lirik lagu yang cukup menyentuh hatinya saat ini.

"Aku rindu setengah mati kepadamu...

Sungguh 'ku ingin kau tahu...

Aku rindu setengah mati..."

Tak terasa air mata Puput menetes keluar. Da tak sanggup menahan rasa rindu yang terlalu berat baginya. Ia merindukan sosok teman masa kecilnya dulu.

.....

Pagi hari telah tiba...

Di salah satu perumahan di kawasan elit di Jakarta Barat. Seorang Perempuan cantik sedang sarapan pagi bersama dengan kedua orang tuanya.

"Nak," panggil sang Papa bernama Edy.

"Iya Pak," jawab Sandra selesai memasukan suapan nasi goreng terakhir.

"Kamu nanti bareng Zwei lagi atau diantar supir?" tanya Papa Edy.

"Hmm... aku bareng Zwei aja, Pa," jawab Sandra membersihkan sisa makanan menggunakan serbet khusus.

Sang Mama masuk ke dalam pembicaraan antara Papa dan Anak. "Hari ini kegiatan OSPEK di kampus selesai kan."

"Iya, Ma. Sandra mau cepat-cepat selesai. Bosen harus dandan kaya badut terus tiap hari," keluh Sandra memanyunkan bibir.

"Haha... kasian banget sih anak Mama yang cantik ini," ucap sang Mama mengelus surai hitam Sandra.

Sandra memejamkan kedua mata. Ia sangat senang jika sang Mama memperlakukan seperti ini dari sejak kecil.

Tak lama Zwei masuk ke rumah Sandra. Ia tidak perlu meminta izin karena dirinya sudah seperti keluarga sendiri.

"Sandra, ayo kita berangkat!"

"Pagi Om... Pagi Tante...."

"Zwei! Berisik deh pagi-pagi!" Sandra bernada judes.

Zwei hanya menyengir lebar. "Anak Mama yang satu ini sudah datang. Sini nak, sarapan dulu," ucap Mama Sandra.

"Hehehe... Zwei tadi sudah sarapan kok," jawab Zweitson tersenyum tipis.

Sang Mama langsung menghampiri Zweitson. Ia sangat gemas dengan penampilan Lelaki di depannya ini seperti anak Bayi besar.

"Tante... pipi Zwei sakit tahu," ujar Zweitson mengembungkan kedua pipi.

"Ihh! Mama jadi tambah gemas deh." Sang Mama semakin gencar mencubit pipi Zweitson.

"Ma. Kasian pipi Zwei nanti merah kaya badut," ucap Sandra berusaha melerai.

"Mama," ujar sang Papa menegur.

Mama Sandra melepaskan cubitan di pipi. Sebenarnya ia tidak rela, namun suaminya sudah menegur halus dirinya.

"Maafin Mama ya Zwei," ucap Mama Sandra mengusap rambut Zweitson lembut.

Sandra diam seribu bahasa. Dalam hati ia merasa iri melihat sang Mama memberikan kasih sayangnya ke orang lain, bukan hanya untuknya saja.

"Ma... Pa... Kami berangkat dulu ya." Sandra langsung menarik tangan Zweitson erat. Ia tak mempedulikan teriakan dari kedua orang tuanya.

Zweitson pasrah. Ia tahu bahwa Sandra dalam mode iri. Makanya ia tak mau membuat Sandra merasa sedih akan dirinya.

"Maafin Zwei ya..."

.....

Sandra dan Zweitson berangkat menaiki angkutan umum. Beruntungnya mereka tiba di saat kendaraan lewat.

"San," panggil Zwei hati-hati.

"Hmmm...." Sandra tak mau menengok ke arah Zweitson

"Kamu jangan marah dong, nanti cantik ya hilang lagi. Zwei nggak suka lihat Sandra cemberut sama marah terus."

Zweitson berusaha merayu Sandra. Biasanya rayuan darinya bisa meluluhkan hati Sandra.

"Iya. Lain kali jangan gitu," ucap Sandra akhirnya.

"Yeayy! Gitu dong. Nanti Zwei tambah suka sama Sandra!"

Pria memakai kacamata bulat itu langsung menutupi mulutnya. Ia malu jika Sandra mendengar perkataannya tadi.

"Kamu tadi bilang apa?" tanya Sandra penasaran.

Di dalam angkutan umum cukup berisik karena sudah padat penumpang. Hal itu membuat Zweitson bernapas lega.

"Nggak kok," jawab Zweitson tersenyum kecil.

"Hmm... oke," balas Sandra cuek.

Selama perjalanan menuju kampus, mereka cukup menjadi tontonan para penumpang angkutan umum.
.
.
.
.
.

Bersambung...

(12/06/2022)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro