Angka Keramat (5)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Raya dan Gama masih berada di dalam kamar. Keadaan cukup hening, tak ada percakapan kembali.

"Gue mau ambil cemilan dulu," ujar Raya. Tanpa menunggu jawaban Gama, ia sudah menghilang di balik pintu kamar.

Setelah kepergian Raya, Gama menghela napas lega. Ia bingung harus berbicara dan membahas apa. Gama tak mau teringat kembali kejadian di halaman belakang rumah.

"Gue harus keluar dari rumah terkutuk ini!"

Gama berusaha bangkit berdiri, tetapi kaki kanannya begitu sakit dan perih. Ia memaksakan diri untuk berdiri sampai berhasil duduk di pinggiran kasur.

"Kaki gue kenapa bisa gini sih?!" Gama emosi.

Sepasang tangan berwarna hitam muncul di bawah tempat tidur. Tiba-tiba kaki Gama ditarik paksa hingga ia terjatuh di lantai.

Tangan-tangan itu terus menarik kaki Gama untuk masuk ke dalam kolong tempat tidur.

"Tolong! Gue gak mau mati!"

Suara teriakan Gama hanya angin lewat saja. Tubuh ia hampir sepenuhnya masuk ke dalam. Kuku-kuku tangan Gama mencakar lantai tetap tak membuahkan hasil.

"Ahh .... pergi lo setan!"

"Hihihi ... kamu akan pergi bersama diriku menemani rumah ini untuk selama-lamanya." Bisik suara halus hantu Wanita.

Seluruh tubuh Gama sudah tak terlihat satupun seakan lenyap ditelan Bumi. Ada tulisan angka 4 terbuat dari darah milik Gama di lantai.

__04__

Raya berada di area dapur. Kekacauan di dapur sejak tadi pagi dibiarkan begitu saja berantakan.

"Gue malas banget beresinnya," ujar Raya lesu.

Pemuda berkacamata kotak membuka pintu kulkas. Ia sedang mencari-cari minuman dingin atau cemilan kecil. Raya berhasil menemukan sebotol kaleng soda serta sebatang cokelat berbungkus keemasan.

"Ini sih mantap banget."

Raya memilih untuk menikmati hasil yang ia temukan di ruang tamu. Sampah bekas makanan dan minuman masih belum dibersihkan.

"Alah. Ini mah kerjaan Cath harusan!" Raya berseru.

Kreek!!

Kreek!!

Suara patah-patah terdengar dari belakang posisi Raya duduk. Raya yang memang memiliki sifat tak peduli sekitar mengabaikan begitu saja.

"Berisik banget sih!" Raya mengomel.

Saat Raya akan berbalik badan ke arah belakang, seluruh tubuhnya seakan membeku. Ia melihat sosok hantu Wanita berpakaian compang-camping, kulit wajah dan tangan penuh luka busuk serta senyuman lebar hingga menyentuh telinga.

"Aaahh!"

Tangan hantu Wanita itu menyentuh wajah tampan Raya. Ia tersenyum semakin lebar. Kuku-kukunya hitam panjangnya mengukir angka 4 di pipi kanan Raya.

Raya merasakan nyeri di pipi kanan. Ia ingin kabur, tetapi seluruh tubuhnya mati rasa.

"Apa kau menyukai angka 4?

Aku sangat menyukai angka 4 termasuk di pipimu itu. Ahh rasanya lezat sekali darahmu."

Sang hantu Wanita menjilati angka 4 di pipi kanan Raya. Ia sungguh menikmati sensasi bau anyir.

"Aku akan membawamu berkumpul bersama teman-temanmu."

"Ti-tidak mau."

Akhirnya Raya bisa menggerakan indera perasanya. Ia tak kuat menatap lama sosok hantu Wanita di depannya.

"Hihihi ... matilah kau."

Kuku-kuku hitam panjang sang hantu menusuk lurus kacamata kotak Raya sampai menembus kedua bola matanya. Raya takkan bisa melihat untuk selamanya.

"Arghh!"

Suara jeritan Raya terhenti akibat tangan sang hantu Wanita menebus tenggorokan Raya. Ia pun menghembuskan napas untuk terakhir kalinya.

"Hihihi ... tinggal si Wanita buruk rupa itu."

__04__

Cath tertimbun buku-buku yang berjatuhan dari rak kayu besar. Ia merasakan nyeri di area punggung serta kepala yang mengeluarkan darah.

"Aku harus bisa keluar dari sini," ujar Cath kelelahan.

Wanita berparas cantik itu merangkak keluar dari timbunan buku. Setidaknya ia masih memiliki sedikit tenaga untuk menghilangkan beban.

"Hihihi ... aku suka caramu berjalan."

Tiba-tiba sosok hantu Wanita sudah melayang di depan Cath. Kedua mata Cath membola sempurna.

"Pergi kumohon ...."

Cath menangis. Ia sudah tak sanggup lagi jika keadaan menjadi seperti ini.

"Baiklah Cath ... aku akan mengabulkan permohonanmu itu."

Brukk!!

Sebuah guci berukuran sedang terjatuh keras menimpa tepat di kepala Cath. Cath pun menghembuskan napas terakhir kalinya.

"Tamat"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro