Misteri Tanda Seru

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Apa yang akan kalian lakukan begitu melihat tanda "!"?

Tidak.

Apa yang kalian pikirkan saat melihat Tanda Seru?

Secara, kita sudah tahu arti Tanda Seru ada dua: berupa perintah atau larangan. Tinggal kita yang menentukan termasuk manakah Tanda Seru yang kita jumpai. Kategori perintah? Atau, larangan?

Tapi kupikir, di kasusku Tanda Seru ini menunjukkan larangan.

"Kalian ini...," aku mendesah panjang. Arena gudang sekolah tak terpakai sepi hanya ada kami berempat di sana. "Tidak lihat palang di pintunya? 'Dilarang masuk sedang dalam tahap renovasi'. Lagi pula apa yang mau kalian lakukan di sini? Rauf, ulahmu lagi?"

Rauf merangkul bahuku, membujuk. "Ayolah, Ten, jangan terlalu terpaku ama status Ketua Kelas dan murid teladan itu. Mari bersenang-senang di dalam mumpun jam olahraga masih ada setengah jam lagi. Aku bawa dua bungkus lho," ucapnya mengeluarkan dua kotak rokok.

Aku melepaskan tangannya dari bahuku, menatap datar. "Kita masih 16 tahun, masih anak-anak." Kusambar dua bungkus kotak rokok di tangan Rauf. "Masih butuh 4 tahun lagi mengonsumsi ini. Atau mungkin sudah lulus SMA?"

Rauf terkekeh, mendorongku ke dinding pintu, meludah. "Padahal aku sudah bersikap baik padamu, tapi ini jawabannya? Bosan hidup?"

Aku memegang tangan Rauf yang mencekik leherku. "Lepas. Kau mau dipanggil ke BK lagi?"

"Jika harus, aku juga akan menyeretmu ke sana. Kita bisa kena ceramah bareng. Bukankah itu menyenangkan daripada buku-buku sampah yang selalu kau baca itu?" hardik Rauf. Dua temannya tertawa entah apa yang lucu.

"Lepaskan kataku!"

Rauf menoleh. "Kau bawa kuncinya, kan? Buka sekarang. Nanti guru-guru bodoh itu keburu datang."

Temannya, Riga, merogoh saku. Dia mendekat ke pintu gudang bekas perkakas olahraga yang sudah tak terpakai.

Sebenarnya tempat ini sudah sangat reyot dan bangunannya sudah terlalu tua. Kepala sekolah pun memang berencana untuk merobohkannya dan mengantinya menjadi bangunan baru. Tetapi gagasan itu belum juga terlaksanakan karena event sekolah.

Dan aku tahu persis, tidak ada murid yang mau bermain ke tempat ini. Selain sudah terbengkalai, gudang bekas di depanku sekarang terkenal dengan makhluk mistis. Mereka mengatakan bahwa ada yang menghuni tempat ini.

Klise, aku tahu.

"Kau ikut dengan kami," ucap Rauf menyeringai. Riga sudah membuka pintu gudang.

"Kau yakin akan melakukan ini? Kau bisa diskors kalau ketahuan merokok di dalam sekolah! Itu larangan pertama para murid. Kenapa kau malah seenaknya mengabaikan larangan itu?"

"Orang-orang umumnya bilang: peraturan itu ada untuk dilawan, kan? Jika tidak buat apa mereka membuat larangan itu?" balas Rauf enteng. "Yok, guys. Masuk!"

Riga dan Rito lebih dulu masuk ke dalam. Aku hanya bisa pasrah diseret oleh mereka. Bukan karena aku tidak pandai berkelahi. Aku lebih mencemaskan lantai tempat kami berpijak. Bahkan sudah berayun pelan di luar pintu masuk.

Banyak sarang laba-laba memenuhi langit-langit. Rak-rak untuk meletakkan alat olahraga yang sudah berkarat. Kereta bola nan berlumut. Langkah kami menciptakan suara decitan.

Dan oh! Ada kelelawar terbang di atas kepala kami!

"Ck, sialan. Apa-apaan itu tadi? Kenapa ada kelelawar di siang hari? Mereka kan makhluk noktural!" decak Rauf berdumal.

"B-bos, di sini menakutkan. Kita balik aja yuk?" cicit Rito memandangi sekitar takut-takut. Kakinya gemetaran.

"Kau bayi, ya?" sindir Rauf berhenti melangkah. Dia menganti atensi kepadaku. "Berikan rokoknya padaku."

"Tidak boleh."

"Kau benar-benar ingin cari mati, Ten?"

"Kau mengatakan itu dua kali ...."

Kami berhenti bicara, menoleh ke depan.

Yang barusan, perasaanku saja atau memang ada yang mengintip kami dari tadi? Tapi Rauf juga merasakannya.

Rito menarik-narik lengan seragam Rauf. "Ayo pergi, Bos! Tempat ini menyeramkan! Aku masih belum mau mati."

Rauf melotot, menjitak kepala Rito. "Diem saja lu di sana, jangan berisik. Mending lu ganti celana lu jadi celana merah-putih tambahin popok."

"Pfft—" Riga menahan tawa, memalingkan wajah ke samping.

Aku mengernyit heran. Apanya yang lucu dari itu?

Di sisi lain, tampak Rauf melangkah menyusuri ruangan gudang. Dia menyalakan lampu senter hapenya, menyorot ke depan.

"Rauf! Harus berapa kali kubilang, patuhi larangannya! Kau tidak lihat spanduk di depan pintu? Gedung ini rapuh! Bisa runtuh kapan saja! Kau mau terperosok?" seruku menahan langkahnya. Pasalnya lantai gudang tua ini betulan sudah lapuk. Aku sampai susah payah menahan beratku.

Rauf menatapku kesal. "Kenapa kau mempedulikan larangan itu? Itu dibuat agar tempat ini tidak dimasuki siapa pun," ucapnya lantang meloncat-loncat dengan sengaja. "See? Lantai gudang ini masih amat kuat! Gayaan aja rapuh dan tetek bengeknya!"

"Hentikan itu—"

Krak! Brang!

Crat!

Darah mencoret ke dinding, menyembur wajahku, Riga dan Rito. Mulutku ternganga merasakan siraman cairan kental itu di wajahku.

Lantai yang dipijak Rauf ambruk ke bawah. Di situ sudah menunggu sesuatu mirip jarum jam panjang. Karena Rauf jatuh tepat di atasnya, ujung jarum pun membolongi dada Rauf. Alhasil darah pun memuncrat keluar.

"To-tolong ...." lirih Rauf mencoba menggapai kami dengan tangan kanan yang berlumuran darah. Aku membulatkan mata sempurna.

"AAAAAAAAAA!!!!" Rito menjerit histeris. Jeritannya sangat lengking hingga membuatku menutup telinga. "AAAAAAA!!" teriaknya lagi memegang darah di wajahnya. Syok.

Siapa yang tidak syok menyaksikan kematian teman sendiri di depan mata? Sudah begitu kami harus menerima siraman darah Rauf.

"Tenanglah, Rito. Ambil napas—"

"AKU TIDAK MAU MATI!" serunya balik badan, berlarian menuju pintu keluar. Dia dilanda kepanikan!

"Jangan berlari...!"

Kaki Rito menginjak lumut di lantai, dia pun tergelincir. Benda tajam di atas rak bergoyang akhirnya jatuh ke bawah.

Sebuah gunting tajam menusuk mata kiri Rito, menembus tengkoraknya.

Riga terduduk, menutup mulut agar tidak bersuara. Dia tidak bisa bernapas  melihat tubuh Rito menegang dengan mata melotot. Darah mengalir dari kepalanya.

Apa arti Tanda Seru bagimu? Perintah atau larangan? Jika itu perintah, apa kau akan melakukannya? Jika itu larangan, apa kau akan menurutinya?

Jika ada Tanda Seru di sebuah pernyataan, apa yang kalian pikirkan?

"Aku sudah mengingatkan, kenapa kalian tidak mendengarkanku...," lirihku mengurut kaki yang lemas.

Riga memegang lenganku, memohon. "Tolong selamatkan aku. Aku tidak mau mati. Aku akan melakukan apa pun yang kau mau, Ten. Maafkan perbuatanku. Tolong... Aku tidak mau mati... Kumohon," katanya sesegukan.

Aku menghela napas pendek. "Jangan panik. Kita keluar dengan perlahan," gumamku berusaha berdiri. Aku yakin sudah ada yang menunggu kami di bawah papan lapuk ini.

Riga mengangguk cepat, berdiri di belakangku sambil memegang erat seragamku.

Aku mengembuskan napas, berusaha menghindari mayat Rito tanpa air mata. Ini sangat menyakitkan bagiku. Seolah sedang berjalan di jembatan lautan api. Tekanannya sungguh luar biasa.

Kami sudah berada di dekat pintu. Tinggal tiga langkah lagi.

Aku buru-buru mengeluarkan ponsel. "Riga cepat panggil polisi. Aku akan memanggil ambu—"

Tubuhku oleng ke samping.

Riga mendorongku dan melesat keluar lebih dulu.

"Tung—"

Brak!

Kepalaku menghantam benda tumpul.

Di luar, Riga tergesa-gesa berlari ke gerbang sekolah, mengabaikan keberadaan satpam yang mencegat langkahnya. Ini masih pukul 2 siang. Bel pulang belum berbunyi. Riga sesekalu menoleh ke belakang, ketakutan teramat.

Riga berlari meninggalkan sekolah.

Tit! Tit!

Sebuah truk sudah menunggu kedatangan Riga. Tubuhnya melambung ke udara. []

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro