Piyan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Based on true story.

Dhea seorang introvert dan pemalu.

Karena kepribadiannya yang cenderung tertutup, dia tidak punya teman di sekolah maupun di rumah. Mengusir kesepian dengan bermain game sehingga banyak yang mengatainya seorang sepuh.

Hingga dia bertemu dengan cowok itu.

Entahlah, dia muncul tiba-tiba di rumah Dhea berkat teman-teman dari sepupu kecilnya. Selama beberapa hari, seminggu, dua minggu, sampai sebulan. Teman dari sepupu Dhea sering mampir ke rumah merujuk mereka satu kediaman.

Mereka bermain uno, mabar game online, main petak umpet, dan sebagainya.

Namanya Piyan.

Sebenarnya Dhea tidak pernah kenalan resmi dengan Piyan. Dia hanya mendengar sepupunya terus memanggil cowok itu dengan panggilan Piyan. Itu pasti namanya.

Piyan pertama yang mengajak Dhea bicara. Ajakan bermain. Ternyata Piyan juga memainkan game yang sama dengan Dhea.

Masalah waktu, mereka pun jadi dekat.

Bahkan Dhea yang pemalu bisa menyapa orang lain, lawan jenis lagi, dengan santai. Dia benar-benar nyaman berteman dengan Piyan, walau mereka berdua tidak pernah mengatakan 'mari berteman'.

Tapi sepertinya Piyan mengerti, kalau dia dan Dhea sudah berteman sekarang walau tanpa ajakan resmi.

Berteman, berteman. Dhea menyadari sesuatu tentang Piyan, kalau dia datang ke wilayah rumahnya setiap hari kecuali sabtu. Sampai-sampai Dhea berpikir, apa Piyan tidak sekolah? Soalnya dia sudah datang di jam-jam sekolah. Dhea mah mahasiswa. Dia bisa datang ke kampus sesukanya.

Dhea ingin tahu tentang itu, tapi dia tahan karena bisa jadi topiknya sensitif. Apalagi mereka sudah dekat kan sekarang. Dhea mentraktir Piyan beberapa kali sebagai ucapan terima kasih mau menjoki akunnya saat dia sibuk dengan tugas rangkuman.

Hingga suatu hari, semua berubah.

Perkaranya ialah adik Dhea yang bernama Rilo mengeluh kehilangan sesuatu.

"Kak, lo lihat jaket gue nggak?"

Dhea mengernyit. "Jaket yang mana?" Soalnya Rilo punya lima buah jaket. Dari pacarnya, mantannya, lalu dia beli sendiri.

"Itu lho, yang warna item. Baru beli minggu lalu. Gue udah kasih lihat ke elo."

"Bukannya lo laundry, ya?”

"Udah gue ambil. Noh, jaket yang lain masih ada tuh. Cuma yang item itu ilang. Masa sih ada yang ngambil? Itu cuma hoodie lho."

Rilo mencak-mencak. Dhea bingung.

Awalnya Rilo tak terlalu mempermasalahkan itu. Awalnya Dhea tak terlalu memikirkan jaket Rilo yang hilang karena anaknya kalem-kalem saja Tapi lama-kelamaan, Rilo mulai kehilangan barangnya yang lain. Jam tangan, bahkan charge hapenya, lalu hari ini dia kehilangan uangnya.

Rilo marah. Dhea bingung. Siapa yang berani mencuri barang orang lain? Apakah ini keisengan? Mereka bertanya ke sepupu kecil—Riley. Dia menjawab tidak tahu.

"Ini pasti ulah salah satu teman Riley. Gue berani bertaruh. Siapa namanya, orang yang selalu datang kemari tiap hari itu??"

Tidak pernah terbit gagasan di benak Dhea kalau Piyan lah yang mencurinya. Soalnya, setiap Rilo kehilangan barang, dia selalu datang ke rumah seperti biasa dan bersikap normal. Sungguh, tidak ada yang mencurigakan dari gelagatnya.

Jadi tidak mungkin Piyan lah pelakunya.

Tapi di hari berikutnya, Rilo sekali lagi kehilangan jaket dan itu jaket pemberian mantannya. Dia benar-benar emosi kali ini.

"BRENGSEK! Kalau gue tahu siapa yang mencurinya, gue bakal hajar habis-habisan! Beraninya mencuri pas gue pergi kerja. Dasar maling!" cecarnya sumpah serapah.

"Bang, gue tahu siapa yang maling jaket lo," celetuk Ridho. Teman Riley. "Pas gue ke warnet tadi, gue lihat Piyan pakai jaket lo, Bang. Mirip banget. Sayangnya gue nggak punya bukti. Gue nggak sempat foto."

Tidak mungkin. Dhea terkejut mendengar perkataan Ridho. Sungguh Piyan yang melakukannya? Tapi... tapi... dia cowok baik-baik lho? Bahkan kakak Dhea dan Rilo juga menyukai anak itu karena ramah. Saat mabar, dia lebih memilih mati untuk menghidupkan kembali temannya.

Masa anak seperti itu mencuri?

"Warnet mana, hah? Biar gue samperin."

Ridho memberikan alamatnya. Rilo segera berangkat ke warnet itu bersama Riley dan Ridho yang jingkrak-jingkrak tidak sabar melihat perkelahian antara Rilo dan Piyan.

Sejak dulu Ridho memang punya firasat aneh dengan Piyan. Dia melihatnya numpang makan di rumah Riley. Dan kalian tahu apa yang Ridho lihat?

Piyan membuang piring bekas makannya ke sawah. Anak yang aneh, bukan? Padahal dia sudah diizinkan makan oleh Ibu Riley.

Di kamarnya, Dhea menunggu dengan cemas. Semoga Ridho salah. Piyan cowok yang baik. Mustahil dia melakukan sesuatu seperti mencuri. Dia anak yang anteng!

Rilo, Riley, dan Ridho kembali pukul sembilan malam. Mereka menunggu Piyan selesai main warnet karena Piyan terlihat seperti menghindar. Begitu dia keluar, Rilo menahan langkahnya dan memukulnya.

"Apa? Mereka sungguh berkelahi?"

Dhea kecewa begitu mendengar cerita Rilo.

Itu asli. Benar-benar Piyan yang melakukan pencurian itu. Ridho menjelaskan, kalau jaket-jaket Rilo yang dia curi, dia sembunyikan di sumur dan kandang ayam. Alhasil jaket itu kotor dan bau busuk.

"Gue udah duga sih, dia anaknya rada miring. Riley, lo kok bisa berteman sama dia sih? Lo salah pergaulan."

Riley mengangkat bahu. "Dia ngikut-ngikut gue. Mana pernah gue ajak dia berteman."

Lalu akhir tahun 2023 sampai sekarang, Piyan tidak pernah lagi tampak batang hidungnya. Dia tidak pernah datang ke rumah Dhea lagi, seolah menghilang ditelan bumi. Seolah dia tidak pernah dilahirkan.

Tapi, ada yang Dhea takutkan.

Dia terlanjur meminjamkan akun gamenya ke Piyan. Bagaimana... bagaimana kalau dia melakukan sesuatu pada akun Dhea? Dhea sudah merawat akun itu sejak path pertama rilis. Takkan Dhea biarkan.

"Kalau itu sungguh terjadi, berikutnya bukan pukulan Rilo, tapi gue, Piyan."




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro