Rumah Anak Permen

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Di suatu pendalaman desa, hiduplah seorang anak laki-laki tunggal yang suka manisan. Dia sangat manis luar-dalam. Giat menolong penduduk, gemar membantu wanita, juga sering mengurus ladang peternakan kala gembala punya tugas lain.

Sifatnya itu membuat warga desa sering memberinya hadiah seperti permen, gula-gula, susu, mentega, dan segala macam bentuk manisan atas hasil kerja kerasnya. Dia layak mendapat semua hadiah itu.

Satu desa menyebut anak laki-laki itu 'Anak Permen'. Manis seperti permen. Bukan hanya sikap dan kepribadian, dia juga memiliki hati mulia yang membuat semua orang segan. Tidak ada satu pun orang membenci Anak Permen, sebaliknya, seluruh warga desa menyukainya.

Anak Permen tinggal di dalam hutan, jauh dari desa. Kata orang, dia tidak mempunyai keluarga. Ada juga yang bilang orangtua Anak Permen menghilang begitu dia lahir. Tidak ada kabar jelas sampai sekarang.

Sungguh malang nasib Anak Permen. Masih bisa tersenyum lebar dengan luka yang bersemayam di hati. Tumbuh menjadi pria baik tanpa kehadiran orangtua. Memang, luka memberi kekuatan.

Suatu pagi, Anak Permen tidak datang ke desa. Padahal penduduk tahu bahwa pagi adalah jadwal kedatangan Anak Permen. Dia akan bekerja seharian lalu pulang saat petang tiba, saat ayam sudah berbaris dan masuk ke kandang. Tanda hari akan berakhir.

Ketidakdatangan Anak Permen telah mengusik pikiran para pekerja di desa. Bayangkan, ketika satu sosok paling mencolok tetiba menghilang, bagaimana reaksinya?

Mereka bertanya-tanya, apa yang terjadi? Apa Anak Permen sakit? Mereka harus menjenguk Anak Permen dan membawanya ke tabib supaya bisa dirawat.

Tapi sejauh mengenal Anak Permen, dia jarang sekali terserang demam. Dia anak yang sehat. Menghalau burung bondol nan memakan biji padi, membajak sawah dengan menaiki kerbau, mencangkul dengan senyuman cerah. Anak Permen selalu tersenyum setiap hari.

Dan hal itu membuat warga desa buta, di balik senyuman ada hati yang terluka.

Rumah Anak Permen berada di dalam hutan. Warga desa memutuskan pergi menjenguknya begitu bola besar di angkasa ditutupi awan.

Tak membutuhkan waktu lama bagi penduduk desa mencarik Rumah Anak Permen. Lima belas menit memasuki hutan, tampak asap hitam sedang membakar sesuatu di arah timur. Karena asapnya kecil, dapat dipastikan bahwa itu berasal dari perapian sebuah rumah.

Rumah itu tidak besar. Cukup dihuni satu orang.  Designnya pun terlihat sederhana. Namun, yang paling mencolok pada rumah satu lantai di tengah-tengah hutan itu adalah semua pondasi sampai ke atap-atap, terbuat dari batang permen dan cokelat.

Betapa senangnya Si Anak Permen mendapati kunjungan warga desa ke rumahnya. Secara, belum pernah ada yang mau bertamu karena model rumahnya begitu aneh sekaligus menyeramkan. Tapi bagi mereka, rumah ini cocok untuk Anak Permen.

Bahkan aroma manis teramat menyengat penciuman mereka begitu masuk ke dalam Rumah Permen. Perkakas rumah seperti kursi, meja, dan sebagainya dibuat dari cokelat tebal. Pantas Anak Permen percaya diri tinggal di hutan. Hewan-hewan buas takkan mau ke wilayah ini karena aroma manis yang dipencarkan Rumah Permen.

Rupanya Anak Permen benar-benar demam ringan. Dia sengaja tak datang karena menurutnya demam itu akan memburuk dan boleh jadi pingsan jika memaksakan diri untuk bekerja, lalu merepotkan penduduk desa. Cara berpikirnya sangat bijak.

Mereka tak lama berada di sana karena harus melanjutkan pekerjaan. Sekitar setengah jam, mereka pun izin pamit, berdoa atas kesembuhan Si Anak Permen supaya bisa kembali ke desa. Banyak warga lain mengkhawatirkannya.

Anak Permen tersenyum lebar sembari melambaikan tangan, berseru mengucapkan terima kasih karena sudah mau berkunjung.

Tapi, senyumnya pudar saat tidak ada lagi orang di sana. Auranya berubah gelap. Tak suka akan kunjung mereka, tak suka ada yang menganggu kesenangannya.

Sebuah tangan berlumuran darah terjulur keluar dari kotak di ruang tamu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro