Aku Bukan Untukmu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pagi yang cerah di hari senin, seorang gadis tengah bersiap siap untuk berangkat ke kampusnya, dengan bawahan celan jeans dan atasan hem, gadis itu sudah terlihat sangat cantik. 

Tin tin tin

Suara klakson mobil telah terdengar di bawah, menandakan seseorang yang sudah ditunggu telah datang. Ellen segera mengambil tas punggungnya lalu keluar menuju pintu utama.

Tampak seseorang pria sedang berdiri dengan tangan yang berada di dalam sakunya, sedang menunggu kehadiran si gadis cantik.

"Ilyas..," sapa Ellen dengan melambaikan tangannya sambil berlari keluar gerbang rumahnya

"Lama deh kamu," protes Ilyas kepada Ellen

"Ya maaf, ya udah hayuk cepetan berangkat nanti telat loh," ucap Ellen melangkah meninggalkan Ilyas yang masih berdiri di depan mobilnya.
Akhirnya Ilyas menyusul Ellen dan segera segera mengemudikan mobilnya.

Setelah menempuh jarak beberapa meter dan waktu yang tidak begitu lama, Ilyas dan Ellen pun telah tiba di kampusnya.
Mereka satu universitas, satu jurusan dan satu kelas pula.
Mereka bersahabat mulai SMP hingga mereka duduk di bangku kuliah hingga saat ini.

Sejujurnya Ilyas sudah cukup lama menyimpan rasa kepada Ellen, namun rasa itu tidak pernah terbalaskan.
Ellen mengetahui akan rasa yang Ilyas simpan untuknya.
Karena Ilyas telah mengungkapkan rasanya lebih dari 3 kali.

Tapi tetap saja Ellen selalu menolaknya, Ellen hanya belum memahami apa yang dia rasakan jika bersamanya. Karena dia hanya merasakan rasa nyaman jika bersama Ilyas.

Ilyas mencintai Ellen ketika dia masih duduk di bangku SMA , lebih dari 5 tahun Ilyas menyimpan rasa itu sendiri. 5 tahun lebih dia berjuang untuk mendapatkan cinta Ellen, tapi nyatanya hingga saat ini rasa itu belum juga di balaskan oleh Ellen.

Lelah, Ilyas sebenarnya lelah untuk memperjuangkan rasa itu untuk Ellen. Namun dia juga tidak bisa jauh dari Ellen, karena baginya Ellen adalah penyemangat dalam hidupnya.

***

Jam kuliah telah usai, Ellen dan Ilyas berjalan bersama menuju parkiran mobil banyak pasang mata yang menatap iri akan kedekatan mereka berdua.
Mereka sangat cocok tak banyak pula yang berharap mereka lebih dari sekedar sahabat, mereka sangat cocok menjadi sepasang kekasih.

Berjalan berdua saling menggenggam tangan, seakan akan mereka tak bisa terpisahkan. Senyuman manis terbit di bibir Ilyas, karena genggaman tangannya di sambut baik oleh Ellen.
Nyaman, bahagia, penuh warna dalam hidupnya. Itu yang Ilyas rasakan jika bersama Ellen.

"Mau langsung pulang?" tanya Ilyas kepada Ellen

"Jalan jalan dulu boleh tidak?" Ilyas hanya membalas dengan anggukan dan senyuman manisnya.

"Yeee, makasih," ucap Elleh sambil memeluk Ilyas.

"Semoga ini bukan senyuman terakhirmu untukku," batin Ilyas sambil mengelus rambut Ellen.

Setelah bimbang ingin pergi kemana dan dimana, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke pantai. Ellen sangat menyukai pantai, karena baginya pantai mampu menghilangkan rasa bosannya.

Ilyas memarkirkan mobilnya, dan lalu membukakan pintu untuk Ellen,
Ellen selalu di perlakukan bagaikan ratu oleh Ilyas.
Begitu sayangnya Ilyas kepada Ellen, namun segala perjuangan itu tak pernah terlihat oleh Ellen.

Ellen berlari ke bibir pantai, menikmati hembusan angin yang menerpas wajah cantiknya. Ilyas yang melihatnya pun hanya mampu tersenyum senang.
Sebegitu mudahnya membuat Ellen bahagia.

Cukup lama mereka di pantai, hingga waktu senja telah tiba. Ellen yang masih menikmati keindahan pantai pun tidak menyadari bahwa senja telah datang.

"Ellen," panggil Ilyas kepadanya.

Ellen hanya menoleh dan membalasnya dengan senyumannya

Ilyas melangkah mendekati Ellen, setelah sampai ia di hadapan Ellen. Ilyas mengenggam kedua tangan Ellen, menciumnya dan terus memberikan usapan lembut pada kedua tanggan Ellen.

Ellen yang merasakan rasa nyaman hanya mampu diam menundukan kepalanya dan menikmati sisa waktu yang ada.

"Ellen, tatap mataku," ucap Ilyas sambil memegang dagu Ellen.

Sungguh Ellen tidak sanggup menatap mata Ilyas yang penuh cinta untuknya, tatapan penuh harap akan sebuah jawaban.

"Ellen, mungkin ini bukan lagi sebuah pernyataan rasa yang pertama, namun sudah kesekian kalinya ungkapan itu aku ucapkan" hembusan nafas kasar keluar dari bibir Ilyas.

"5 tahun lebih aku berjuang untukmu, menyimpan rasa ini sendiri, tanpa pernah kamu balas. Aku pun tidak pernah memaksamu untuk membalas rasaku, aku hanya ingin kamu tau. Betapa aku mencintaimu dengan tulus, aku ingin menjagamu"

"Ellen, mau kah kamu menjadi teman hidupku ? Menjadi ibu dari anak anakku, menjadi rumah untuk aku pulang, dan menjadikanmu pelabuhan terakhirku?" ungkapan rasa yang kesekian kalinya terucapkan lagi oleh Ilyas.

Ellen hanya diam seribu bahasa, tak mampu menjawab semua pernyataan cinta dari sahabatnya Ilyas.

"Ellen," panggil Ilyas sekali lagi

Ellen hanya mampu menangis tanpa suara, Ilyas tidak sanggup melihat Ellen menangis. Ditarikanya Ellen dalam pelukannya.
Namun tangis Ellen semakin menjadi air matanya keluar tanpa permisi.

"Sudah jangan nangis, aku tau kok jawabannya. Udah ya, nanti kamu makin jelek kalau nangis terus," ucap Ilyas sambil terus memberikan usapan halus pada punggung Ellen

"Ma---maaf, aku gak bisa Ilyas," ucap Ellen dengan nada lemahnya
Dia semakin mengeratkan pelukannya pada Ilyas.

"Ada sebab lain yang tidak bisa aku bilang ke kamu Ilyas," batin Ellen.

"Sudah mau maghrib, ayok pulang," ucap Ilyas sambil melepas pelukannya pada Ellen. Ellen hanya menganggukan kepalanya sebagai tanda jawaban.

***
Di lain tempat ada satu keluarga sedang duduk berkumpul di ruang keluarganya.

"Ma pa, aku siap menerimanya," kedua orang tua itu pun menoleh kepada putranya menatap tak percaya akan jawaban sang anak.

"kamu serius nak?" tanya seorang ibu kepada anaknya

"Iya aku serius, percepatlah waktunya. Agar aku tak berubah pikiran" ucapnnya lalu pergi meninggalkan ruang keluarganya dan menuju ke kamarnya.

Entahlah, bagaimana kisahnya dan kisah dia. Mungkinkah mereka bisa bersatu sedangkan perjuangnya selalu di sia siakan.

1 minggu berlalu, semenjak kepulangan dari pantai Ilyas dan Ellen sudah tidak berkomunikasi.
Ellen merasa sepi, Ellen selalu mencoba untuk menghubungi nomer Ilyas tapi tetap saja tidak ada jawaban darinya.

Ellen merasa sepi, hatinya sepi, hatinya rapuh,
Sejujurnya bukan ini yang dia inginkan, tapi takdir berkata ini yang harus dia jalani.

Ilyas itu dunianya bagi Ellen, tapi Ellen tidak mampu membalas rasa cinta Ilyas untuknya.

Gadis itu menatap nanar akan benda benda yang ada di meja samping kasurnya. Apa perlu dia mengkonsumsinya lagi, rasanya dia sudah tidak sanggup akan semuanya.

Ting tong

Bel rumahnya berbunyi dengan jalan yang sempoyongan dia menuju pintu utama.
Diliatnya ada tukang pos pengantar paket, setelah dia mennandatangi surat posnya. Ellen segera masuk kedalam rumahnya, di bukanya paket tersebut.

Yang ternyata adalah surat undangan pernikahan. Yang di mana nama calon mempelai laki lakinya bernama MUHAMMAD ILYAS, Ilyas laki laki yang memperjuangkannya selama 5 tahun menikah dengan wanita lain.

Sakit yang Ellen rasakan, makin menjadi
Dia tidak menyangkan akan semuanya, Ilyas yang susah dihubungi selamanya ini sedang menyiapkan pesta pernikahan.

Kepala Ellen semakin sakit, darah keluar dari hidungnya dengan cukup banyak.

"Ma, mama," panggil Ellen dengan nada kesakitannya. Namun penglihatan mata Ellen mendadak buram sakit di kepalanya tak mampu ia tahan lagi.

Pingsan, Ellen jatuh pingsan di ruang keluarganya. Mama Ellen datang dan kaget melihat keadaan putri semata wayangnya telah tergeletak tak berdaya di hadapannya.

Segera mama Ellen membawa Ellen ke rumah sakit terdekat, tangisan air mata tidak berhenti mengalir di pelupuk mata mama Ellen.

Setelah sampai di rumah sakit dibawah lah Ellen ke ruang UGD untuk pemeriksaan lebih lanjut. Mama Ellen duduk termenung di depan ruangan UGD, sambil menunggu sang suami papa Ellen

Suara pintu terbuka menampakan sang dokter telah keluar,
"Ibu ? " mama Ellen segera berdiri menyambut keluarnya dokter yang memeriksa Ellen

"I--iya dok?" jawab ibu Ellen
"Apa selama ini Ellen tidak mengkonsumsi obat obatan yang sudah kami berikan?" tanya sang dokter kepada mama Ellen

"Saya sudah menyiapkannya setiap saat dokter, dan selalu habis di setiap harinya"

"Jika memang obat itu diminum seharusnya sakit yang Ellen alami tidak semakin parah bu, Kanker otak yang dialami Ellen sudah memasuki stadium akhir. Ibu hanya perlu banyak banyak berdoa agar Allah bisa menyembuhkan anak ibu," tangisan mama Ellen semakin menjadi. Beliau tidak menyangka putri semata wayangnya akan mengalami kesakitan seperti ini.

Tidak ada yang tahu akan sakit yang Ellen alami, hanya mama dan papanya saja yang mengetahui sakitnya.

Hari ini, hari pernikahan Ilyas dengan Dita. Ilyas di jodohkan oleh kedua orang tuanya karena perjanjian pra kerja.

Ilyas terpaksa menerima perjodohan itu, karena menurur Ilyas ia telah lelah memperjuang kan cintanya untuk Ellen.

"Saya terima nikah dan kawinnya Dita Paramitha dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai sebesar lima juta lima ratus ribu rupiah dibayar tunai" suara lantang Ilyas menggema di ruangan yang telah di dekorasi serba putih.

"Sah," kalimat itu pula menandakan bahwa Ilyas telah berhenti memperjuangkan Ellen untuknya.
Dia berharap kelak Ellen lah yang akan menjadi teman hidupnya.

Namun takdir berkata lain, dia menikah dengan wanita yang sama sekali tidak dia cintai. Ilyas terus memberikan senyum terbaiknya untuk menyapa para tamu undangan.

Tatapan tidak berhenti untuk mencari sosok yang dia tunggu tunggu.
"apa dia tidak datang iya," batin Ilyas yang penuh ke gelisahan. Entah mengapa ini hari bahagianya namun hati Ilyas gelisah.

Sosok sang mama datang menghampiri Ilyas dan Dita sambil membawa telvon genggam di tangganya.

"Ilyas," ucap sang mama dengan memberikan telvon genggamnya pada Ilyas.

"Kenapa ma?" tanya Ilyas

"Angkat dulu nak," ucap sang mama dengan mata yang berkaca kaca

"hallo?" sapa Ilyas kepada orang yang sedang menelvonnya

"Hallo Ilyas, ini tante nak. Mamanya Ellen, Ilyas Ellen kritis sekarang dia lagi ada di rumah sakit" setelah mendengar kalimat tersebut Ilyas bergegas berlari menuju ke rumah sakit. Tak lupa dia izin kepada kedua orang tua dan juga wanita yang telah menyandang status sebagai istrinya.

Akhirnya Ilyas sampai di rumah sakit dimana tempat Ellen di rawat, Ilyas kelimpungan mencari cari dimana ruang rawat Ellen. Hingga dia bertanya kepada suster dan di tunjukanlah ruangan Ellen berada.

Ilya segera membuka pintu ruang rawat Ellen. Di peluknya Ellen yang sedang dalam keadan berbaring di ranjang kesakitan.
Ilyas menangis sejadi jadinya, usapan lembut Ilyas rasakan di atas kepalanya.
Ilyas menoleh dan ternyata Ellen telah sadar.

"Hy, happy wedding maaf ya tidak bisa datang diacara bahagiamu," ucap Ellen dengan air mata yang mengalir di pelupuk matanya.

"Kenapa kamu tidak bilang, jika kamu sakit Len," tangisan Ilyas tak mampu lagi dia tahan

"Maaf, aku tidak mau kamu terbebani oleh penyakitku," jawabnya sambil mengusap air mata yang berada di pipi Ilyas

"apa ini alasan kamu selalu menolakku Len?" tanya Ilyas

Ellen membalasnya dengan anggukan
"aku tidak mau kamu mencintai orang yang penyakitan kayak aku. Ilyas cintamu sudah terbalaskan sejak dulu. Namun aku selalu menolakmu karena aku sadar aku hanya seorang yang penyakitan. Aku tidak mau kamu terbebani oleh penyakitku. Saat ini kamu sudah milik orang lain. Bukan milikku," ucap Ellen dengan menahan air matanya.

"Boleh aku meminta sesuatu kepadamu?"

Ilyas menganggukan kepalanya sebagai tanda jawaban

"Aku mohon, cintai istrimu seperti kamu mencintai aku, sayangi istrimu seperti kamu menyayangi aku. Nyatanya kita tidak bersatu, Aku bukan untukmu Ilyas kamu untuknya. Terimakasih sudah menemaniku hingga saat ini,"

"Ilyas, Aku mencintaimu lebih dari kamu mencintaiku" Ucap Ellen lalu memejamkan matanya, tak ada lagi hembusan nafas dari hidungnya. Detak jantungnya pun berhenti.

Ilyas tak menyangka, perasaanya telah terbalaskan begitu lama. Hanya saja Ellen menutupinya begitu rapat.

Dihari bahagia Ilyas dia juga merasakan hari kesedihan. Dia kehilangan cintanya seseorang yang di perjuangkan.
Kenapa Ilyas begitu bodoh, tidak mengetahui akan rasa sakit yang Ellen rasakan.

Semuanya telah terjadi, takdir mengatakan mereka tidak bisa bersatu dan semoga Ilyas mampu menjalankan permintaan terakhir Ellen.
Mencintai sang istri....

"Meski ku memohon dan meminta hatimu, jangan pernah tinggalkan dirinya untuk diriku"

"Kamu yang awalnya nyata dalam hidupku, sekarang menjadi semu dalam hidupku"

"Cintaku terbalaskan, perjuanganku tak sia sia.
Hanya saja akhir dari kisah kita, aku dan kamu telah berbeda Alam"

End

Terimakasih sudah membaca cerita gak jelas dari saya.
Mohon maklum masih amatiran

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro