1. Kebun Tomat, Pesawat, dan Inisial

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kenapa Adik berbohong?"

"Aku endak bohong, Om Pol."

"Lalu kenapa om tadi melaporkanmu ke sini?" Pak Pol bertanya sembari menunjukkan serangkap kertas tebal lengkap dengan berbagai surat-surat penting di dalamnya. "Katanya, Adik sudah mencuri tomat di kebun kesayangannya."

Anak kecil itu menggeleng. "Endak," balasnya singkat. Tangan kecilnya mengambil kertas laporan itu dan mulai membuka-buka isinya.

Ia membacanya singkat dan menemukan foto wajahnya dicoret menggunakan spidol warna merah. Ia mengembalikan laporan itu ke posisi awal lalu mulai memberikan pembelaan.

"Aku endak mencuri di sana. Lagian, kemarin-kemarin aku sama ayah dibolehin ngambil tomat di situ."

Pak Pol menyilangkan kakinya. Dahinya berkedut dan alis kanannya naik beberapa senti. Ia bersidekap tangan lalu lanjut bertanya, "Terus?"

"Ya gak gimana-gimana, Om Pol."

Pak Pol yang kebingungan kembali memeriksa laporan yang dikirimkan oleh paman dari anak tadi. Ia membacanya sekilas dan tetap menemukan fakta bahwa anak ini dilaporkan atas tindakan pencurian.

"Siapa yang ngajarin Adik berbohong?"

"Ih, kan udah aku bilang kalo aku endak bohong!" Anak itu membalas dengan sengit kemudian membenarkan letak kacamatanya yang sudah agak merosot ke bawah. "Waktu Papa belum ditangkep kawan-kawan om, kami masih dibolehin ngambil tomat di situ."

"Huh?" Pak Pol kian kebingungan. "Papamu? Ditangkap kawan-kawan Om? Emangnya Papa kamu kenapa?"

Si bocah meletakkan jari telunjuk di bibirnya. Ia berpikir dan mencoba mengingat-ingat kembali kejadian beberapa hari yang lalu. "Pokoknya masalah duit. Tapi aku endak tau maksudnya kayak gimana. Aku waktu itu ngumpet soalnya."

Pak Pol terkesiap. Anak laki-laki yang ada di hadapannya ternyata merupakan anak seorang koruptor. Tapi, yang pria itu pertanyakan adalah anggota keluarganya yang lain.

"Di mana Mamamu?"

"Oh, Mama. Dia naik pesawat, Om. Baru pergi kemarin. Katanya, dia mau cari hidup baru. Tapi kan, Mama udah hidup dari dulu."

"Lalu kakak laki-lakimu?"

"Dia pergi main sama temen-temennya. Tapi sampe sekarang, dia belum balik juga, Om. Kalo ada Papa, pasti dia udah dimarahin tuh."

"Jadi kamu sendiri?"

"Iya. Gak ada makanan di rumah sejak kemarin, makanya aku pergi ke kebun tomat punya Om Bak. Eh, rupanya aku malah diusir dan dibawa ke sini."

Pria itu terenyuh setelah mendengar penjelasan dari bocah laki-laki berumur enam tahun itu. Ia tidak menyangka bahwa pencurian ini dilakukan semata-mata karena bocah itu lapar.

Untuk mencairkan suasana, pria berkumis tipis itu menghidupkan televisi yang ada di dalam ruangan. Ia mengganti-ganti saluran hingga berhenti pada siaran berita.

Ia membelalakkan matanya ketika melihat berita yang berisi tentang kecelakaan pesawat di Laut Rindu. Semua penumpang pesawat bernomor B1234 itu tidak ada yang selamat.

Belum selesai dengan keterkejutannya, ia kembali dikagetkan dengan telepon masuk dari seseorang.

Matanya kian membola ketika mendapat info baru bahwa terjadi kasus pembunuhan di pusat kota. Korban merupakan seorang remaja laki-laki dengan inisial TK.

Ia menunduk untuk menenangkan pikirannya. Kejadian buruk datang bertubi-tubi dan ia masih belum menyelesaikan urusannya dengan bocah yang ada di depannya.

"Om, aku baru ingat kalau nomor yang ada di tiket pesawat Mama sama kayak nomor yang diumumin mbak-mbak berita tadi..."

"... oh, iya, Kakak juga pernah bilang kalo rumah temennya ada di pusat kota."

"Nama Kakakmu siapa?"

"Kak Tus. Inisialnya TK, sama kayak yang kawan om tadi bilang di telepon. Walau aku dituduh mencuri, tapi aku masih inget banyak kejadian, Om."

"Oh."

"Iya, Om."

"Kamu anak hebat. Papa, Mama, sama Kakak kamu pasti seneng punya adek kayak kamu."

"Om gak bohong, kan?"

"Enggak."

***THE END***

WRITTEN Yumazthaqil

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro