1. Takut

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Barisan awan di atas kepala menutup siraman cahaya dari sang surya. Kaki Arfa mengayuh sepeda. Di sebelahnya, Dira mengikuti dengan sepeda gunung miliknya. Pancaran kesenangan menghias di masing-masing wajah.

Tikungan, tanjakan, jalan sempit dilewati dengan begitu mudah. Menafsirkan bahwa mereka sangat menguasai sepeda tunggangannya. "Balapan kuy!" Dira menarik atensi Arfa dari perhatiannya pada pedal. "Kuy," sahut Arfa.

Mereka kini bersiap di garis start yang dibuat Dira. "Nah kita main sampe kebun Pak Tatang, boleh jalur apa aja yang penting sampe hehehe," cengir lebar menghias wajah Dira yang kurus, menampakan tulang pipi yang tinggi.

Arfa memberi tanda dengan membentuk o dengan dua jarinya, tanda kesiapan pada dirinya. Dalam hitungan ketiga mereka meluncur di jalanan.

Jalan pinggir kali Arfa pilih. Jalanan sempit dengan sungai di sisi kanan serta sawah di sisi kiri. Dira entah dia lewat mana, Arfa tidak peduli. Dia akan menang kali ini.

Pandangannya menyipit tat kala sinar matahari serasa menyengat mata. Arfa menutup mata dalam sekejap sepedanya berhenti seolah pedal rem dia pencet. Arfa terpental ke depan, ke sebidang jalan sempit berlumpur. Kini wajahnya cemong terjamah lumpur. Diusapnya lumpur itu.

Arfa kini duduk termenung, menatap sekitar yang menurutnya kelabu sadar bahwa dia tidak lagi ditempat yang sama. Tidak ada lagi jalan desa yang tadi dia kenal. Semua tergantikan, bahkan sepedanya ikut hilang. Arfa melirik ke sekitar ada pancaran cahaya diatas awan yang netranya tangkap. Cahaya itu seakan mengintruksikan Arfa untuk mengikutinya. Arfa bangkit menatap pada cahaya.

Dia berjalan, nekat tanpa tahu ini tempat apa. Kesadarannya sepenuhnya milik kakinya, yang kini melangkah mengikuti cahaya. Jalan lurus tanpa tikungan. Licin teraspal tanpa lubang. Kiri kanan mendeskripsikan lapangan tandus tanpa ujung. Arfa masih mengikuti cahaya itu.

Bagai induk menuntun anaknya mencari makan. Cahaya itu menuntunnya pada ... Sekejap pandangan Arfa berganti dengan gelap. Dalam sekejap cahaya kembali menembus kelopak matanya, Arfa membuka mata, dibaliknya tertampil jalanan yang dirasa sangat familiar di pikiran. Pertigaan dengan banyak orang di sisi kiri kanan jalan, tengah melakukan sebuah ritual. Dari arah kanan pertigaan, tepat di depannya. Tiga sosok melintas di pertigaan itu, berjalan lambat. Salah satu terdepan menengok ke samping. Tempat

Arfa berdiri mematung tanpa sedikit pun bisa bergerak. Makhluk itu menatapnya dingin. Bola mata besar berpola riak dengan variasi warna. Peluh perlahan menitik menuruni kening, jantungnya berpacu, rasa yang tidak biasa memenuhi tubuhnya, kerongkongannya tercekat, isi perutnya seakan ingin keluar. Arfa takut.

Dalam sekali tatap, Arfa yakin makhluk itu memerintahnya untuk segera pergi. Menjauh dari hal yang dilihat Arfa kala itu.

Arfa berbalik dengan tiba-tiba, berlari secepat kilat, merasakan dorongan tak kasat mata membantunya kabur. Mengidentifikasikan bahwa makhluk itu berencana menyingkirkannya.

Arfa sampai di rumahnya. Dalam kecepatan yang tidak pernah dia bayangkan. Di dalam rumah dia bertemu sepupunya. Mengenakan baju serba hijau. Dia pun sadar bahwa dia juga memakai baju berwarna hijau yang sama. Malam itu. Sepupunya mendekat dengan bola mata yang sama dengan yang dia lihat pada sosok tadi. Pukulan telak menghantam Arfa. Barisan pikiran berebut untuk memasuki celah otaknya yang sempit menafsirkan rasa takut yang kian membuncah ingin keluar tanpa bisa dia tahan.

Hingga ... "Arfa bangun!" Suara ibunya yang cetar membahana membangunkannya. Pikirannya membentuk analisis. Menyatukan potongan kejadian tadi menjadi sesuatu yang disebut ... MIMPI

***

Tamat.

Wkwkw absurb.
Cuma ide numpang lewat. Atau mimpi numpang lewat? Yahhh pokoknya mau nuangin aja mimpi yang menghantui saya beberapa hari ini.

Penulis
DISINIHANYA_S

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro