4. Aku, Si Aneh yang Mencintai Target Stalker-Ku

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Boku ni totte anata wa
Kami no you na sonzai
Hanashi kakereba
Furimuite kureru kedo
Koe sura mo dasenai
Kirawaresou de ienaide
Katte ni aishite wa yande wa
Sutooka mitaijan?!

***

Pagi ini, seperti biasa, sang bidadari tengah bercengkrama dengan teman-temannya. Aku—yang tidak punya teman ini—sudah mengamatinya sedari tadi. Untung saja dia tidak merasa sedang diamati. Senyumnya manis, membuat mataku terus terpikat kepada wajahnya yang juga seperti baby face.

Kalau kata orang-orang, kegiatanku ini termasuk kegiatan seorang stalker. Mengamati seorang gadis SMA, walaupun aku juga siswa SMA, sih. Tetapi tetap saja akan dicap sebagai seorang stalker.

Tempo hari aku mengikutinya. Alhasil, aku sudah mengetahui di mana alamat rumahnya. Mungkin sudah keterlaluan, tetapi rasa penasaranku terbalaskan. Aku jatuh cinta padanya, walaupun kita belum saling mengenal.

Bel sekolah berbunyi, gadis—yang kuamati—tadi bergegas duduk di kursinya. Teman-temannya tadi pun ikut duduk di kursi mereka masing-masing. Kalau melihat denah kelas, aku duduk di ujung kelas dekat pintu kelas belakang, sedangkan gadis itu duduk di sudut kiri atas kelas yang di kelilingi oleh teman-temanya. Jarak kita memang jauh, dan raganya pun terblokade oleh empat orang temannya yang duduk menghalangi pandanganku. Tetapi, itu tidak menghalangiku untuk dapat mengamatinya.

***

Memasuki jam istirahat, aku beranjak dari kursiku dan berjalan menuju kantin. Sekilas, aku mencuri pandangan terhadap Setsuko—gadis yang kuamat—, nampaknya dia menunggu teman-temannya untuk pergi ke kantin.

Aku membeli satu bungkus roti burger dan satu kotak susu vanilla untuk kubawa ke kelas. Sebelum pergi ke kelas, aku memutar bola mataku untuk mencari Setsuko yang mungkin sudah pergi ke kantin bersama teman-temannya. Namun, wajah yang sudah sangat ku kenal tidak terlihat di ruangan ini. Aku mengendus, mengangkat kakiku untuk pergi ke kelas.

Bruk!

Aku terjatuh, bersamaan dengan kantong plastik berisi bawaanku. Untung saja tidak ada yang rusak di antara dua barang yang ku beli tadi. Di hadapanku, aku melihat satu gadis yang juga terjatuh ke lantai yang dikelilingi oleh empat orang temannya.

Empat gadis itu melihatku dengan tatapan benci. Apakah mereka menyadari kalau aku mengamati Setsuko? Tidak! Bagaimana ini?! batinku bertanya-tanya. Nampaknya Setsuko menyadari akan intimidasi empat temannya itu.

"Maafkan aku, Amakasu. Karena keasikan ngobrol, aku tidak melihat lurus ke depan, maafkan aku." Setsuko berdiri lalu membungkuk kepadaku.

Mataku berkedip tiga kali (mengapa harus tiga kali?). Keringat mulai keluar di sekujur tubuhku. Tangaku bergetar, begitu juga bibirku. Aku tidak mampu mengeluarkan sepatah kata. Namun, aku mendorong keinginanku agar bisa berbicara dengan Setsuko.

"A-a-a-aku j-j-juga minta maaf, S-s-setsu-k-ko," jawabku sangat terbata-bata.

Setsuko mengangat kepalanya, memandangku yang masih duduk di lantai karena terjatuh. "Baiklah kalau begitu." Dia tersenyum dan melewatiku bersama teman-temannya yang masih memandangku kesal.

Tidak mungkin! Sang bidadari berbicara kepadaku dan tersenyum kepadaku?! Kni harus kutulis di buku harianku. Aku berdiri, tidak lupa membawa barang belanjaanku dan berlari menuju kelas untuk menulis tentang kejadian hari ini.

***

"Sayonara." Seorang gadis menyapa teman-temannya yang mulai menjauh. Aku melihat gadis itu melanjutkan perjalanannya menuju rumahnya. Melihat itu, aku berlari mengejarnya untuk menyatakan perasaanku kepadanya.

"SETSUKO!" panggilku.

Setsuko berbalik ke arahku yang sedang mengatur nafas beratku. Cih! Begitu saja sudah kecapekan. Aku merasa benci dengan diriku.

"Y-ya? Ada apa, Amakasu?" kata Setsuko sedikit kebingungan.

Aku tercekat. Raut wajahku berubah menjadi kebingungan. Untung saja aku sedang menghadap ke bawah. Bodoh sekali. Aku yang memanggilnya, aku yang kaget.

Setelah mengumpulkan keberanian, aku mengangkat kepalaku tegak mengahadap kepada Setsuko. Setsuko terlihat kaget. Aku membungkukan kepalaku, dan berkata, " Setsuko, aku menyukaimu, jadilah pacarku!" Kalau dipikir-pikir, aku sangat bodoh. Setelah mengangkat kepalaku, aku membungkukkannya lagi.

Aku menunggu jawaban Setsuko dengan pandanganku yang masih menghadap aspal. "A—maafkan aku, Amakasu. Aku ... sedang tidak ingin berpacaran, maafkan aku." Dia berlari menjauhiku setelah berkata seperti itu. Dari nada bicaranya, nampaknya dia tidak yakin akan perkataannya barusan.

Kalau dipikir-pikir, aku egois, ya. Mencintai seseorang yang bahkan orang yang kucintai tidak mengenalku. Tetapi, aku tetap berusaha agar Setsuko menjadi bidadariku di masa depan nanti.

***

End
Penulis
Alfa-maret

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro