Keluarga Malika Karya Tasya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tasya Auliah
Akun Wattpad: tasyaauliah_
Judul: Keluarga Malika
Gen: GEN 4

***

"Solidaritas bagai keluarga membuat kita menyatu menjadi satu kesatuan. Dibesarkan seperti anak sendiri, Keluarga Malika hadir membawa semua rasa di Aula SUJU V."

My playlist now : Untuk Sahabat - Nindy feat Audy.

🌸🌸🌸🌸🌸

"Mom Han! Micin Odi habis!"

Teriakan yang menggemparkan ramainya rumah dengan keributan yang abstrak.

Seorang remaja muda dengan jenis kelamin yang masih samar menyuapkan micinnya yang terakhir.

Di dekatnya, seorang gadis yang sedang mengusap sayang ayam kuning kesayangannya, mendengkus kasar. "Kak Odi ngapain teriak-teriak sih! Kasian tahu, ayam Puput bisa budek."

"Ayam mana bisa budek!" seru Odi gemas. Dyah yang kerap dipanggil Puput itu kadang terlalu menyayangi ayam kuningnya. Makanya jangan heran sampai sekarang Puput masih setia menjomlo

Dari posisi Odi duduk terdengar suara berisik yang mengarah keluar.

"Kak Odi. Nih uang dari Mom Han. Gak bisa ngasih langsung. Katanya lagi sibuk bakar sosis," ujar seseorang yang Odi bingung di mana keberadaannya.

"Kak Odi! gak sopan ya sama Ratna. Masa ngomong gak lihat muka orang. Plak."

"Aduh. Sakit Ra." Odi mengusap kasar betisnya yang ditampar plus dicabut bulu kakinya yang telah ia rawat bak kekasih hati.

"Lagian jahat banget sama Rara," kesal Rara yang menikmati kegiatannya sambil memeluk boneka wortel putih, tanpa terganggu sedikit pun.

Odi berdecak sebal. "Ra ... Hobi banget sih guling-guling di lantai. Kena tai ayam si Puput baru tau rasa."

Mendengar namanya disebut, Puput berdecak sebal. "Kak Odi kayaknya dendam banget sama aku. Sementang pernah keinjek tai sekali doang. Sekarang ayam Puput bisa buang hajat pada tempatnya."

Odi yang mendengar penjelasan Puput hanya mengangguk-angguk. Mengiyakan padahal hati masih tak percaya.

Ibarat sama mantan. Udah disakitin sekali gak akan mungkin percaya lagi.

"Serah deh Put. Odi mau beli micin dulu."

Odi melangkahkan kakinya menuju warung depan kompleks yang sering ia kunjungi untuk membeli micin favoritnya.

Baru 5 langkah jalan dari rumah. Odi melototkan matanya, dan jantungnya berdebar kencang melihat objek di depannya.

Bukan karena Odi melihat bidadari turun dari kayangan untuk mandi di telaga yang jelas-jelas tak ada di kompleks ini.

Ataupun seperti Odi melihat Kak Lil yang baiknya bagai Bu Peri, atau juga Kak Dip yang lucunya tak terkalahkan. Melainkan ia melihat hal yang paling menakutkan di dunia ini. Karena sekali berurusan dengan wanita itu hidup kalian tak akan tenang

Bagai gerakan refleks, Odi berlari sekencangnya ke dalam rumah yang membuat saudaranya di luar rumah ikut masuk seperti melihat setan di siang hari ketika mendengar teriakan peringatan darinya.

"Ada penagih kutang!" teriak Odi yang membuat Puput membelai penuh kasih pada ayam kuning, dan Rara yang mengguling manja di keramik putih langsung lari terbirit-birit.

Odi bersandar pada belakang pintu sambil mengatur napas nya yang tersenggal-senggal.

"Woi! Woi!"

Odi merasa tubuhnya menegang merasakan getaran pintu yang diketuk membabi buta.

"Oi! Keluarga Malika, bayar hutang!"

Teriakan membahana dari Bunda Beatrice yang memiliki bangunan indekos sana-sini, membuat sebuah keluarga yang terdiri dari banyak makhluk di dalamnya panik setengah mampus.

"Woi! Satu keluarga doyan banget sih ngutang. Bayar kutang, woi!" seruan itu masih terdengar jelas oleh keluarga yang banyaknya mengalahkan kesebelasan bola itu.

Seorang gadis bernama Caroline mengintip dicelah kaca bersama syalva.

Caro yang mengintip terkejut ketika matanya bertubrukan dengan mata Bunda Bat.

"Mampus woy," ucap Syalva pelan seperti sebuah bisikan.

3 kembaran yang melihat Caro dan Syalva yang ketakutan ikut merasakan ketakutan. Kembaran yang mirip nada lagu yakni, Sal, Sel dan Sil.

Jamur yang mereka hitung dan bersihkan untuk diserahkan pada Mom Kris untuk makan siang jadi hancur akibat mereka genggam terlalu erat.

Salah satu emak yang melihat kekacauan ini karena ia baru datang dari kebun bunga belakang rumah sehabis memetik bunga matahari, langsung mengerti tentang keadaan yang keluarganya alami.

"Bunda Bat?" tanya Mak Suki pada Mbaknya yakni Amoeba yang rajin mengumpulkan pundi-pundi untuk bayar hutang. Dijawab anggukan, Mak Suki menggelengkan kepalanya kepada anak, adek, dan sanak keluarganya yang malas sekali membayar hutang yang kian menumpuk.

Tiga lelaki yang katanya tampan, tampak santai tak seperti saudaranya yang lain. Wasi yang memiliki wajah datar tampak diam memperhatikan dan membantu aibonya yakni Ibrahim yang asyik memandang jeruk dengan pandangan memuja. Wasi sebenarnya sanggup membayar hutang, akan tetapi ia akan membayar hutang kalau aibonya juga membayar. Ari yang penyuka barbie juga tampak santai karena ia masih mampu membayar hutangnya.

"Gue kasih waktu satu bulan, kalau gak rumah kalian bakal gue gusur. Haha," tawa membahana dari Bunda Bat terdengar mengerikan apalagi ancaman gusuran rumah membuat beberapa orang yang memiliki banyak hutang karena tidak ada niatan menyicil langsung ciut nyalinya.

Sepeninggalan Bunda Bat, kamar Sang Ketua gadungan keluar. Ia adalah pencetus awal Keluarga Malika yang banyak menampung cogan dan cecan.

Mengusap iler basah di sudut bibir, kakinya melangkah pada single sofa. Di belakangnya menyusul Sang Tante yang bernama Tante Cor.

"Tagihan utang?" tanyanya langsung saat duduk dan menguap lebar bak kudanil. Matanya mengedip manja saat belek melindungi penglihatannya.

Begadang bagai makan sehari-hari membuat sebagian makhluk kalong bangun kesiangan. Tetapi tidak untuk emak-emak yang super. Mereka selalu bangun tepat waktu.

"Iya, Eza." seluruh penghuni menatap ke arah El yang misterius. Sangat jarang perempuan itu mau membuka suara. Di Keluarga Malika terdapat 3 orang misterius yang jarang mau membuka suara yakni El, Dieya dan Tasya. Mereka adalah perempuan kalem, jarang bicara bukan karena sariawan melanda.

Mata Eza mengedar. Pandangannya berhenti pada Odi yang memegang knop pintu.

"Duduk, Odi."

Odi menggeleng, "Enggak. Odi mau beli micin dulu. Micin Odi yang baru dibeliin Mom Nof tadi malam habis."

Kak Tri dan Via Vallennya Keluarga Malika menatap cengo Odi. Aksi dangdut lagu Sayang terhenti karena dua perempuan itu yang menyaksikan Mom Nof menyerahkan sekantong micin tadi malam.

"Sekantong kresek habis?" tanya Kak Tri kaget.

Odi mengangguk. "Habisnya isinya cuma 5 micin besar doang."

"Asta--" teriakan kekagetan langsung ditelan kembali ketika suara Eza yang mengintrupsi.

"Kalian semua duduk. Kita akan rapat!" seruan Eza bak raja yang langsung dituruti seluruh penghuni rumah. Semuanya duduk bergerombol menghadap Eza.

Di Keluarga Malika jangan pernah menanyakan jenis kelamin karena sekali bertanya kalian tak bisa menemukan jawaban.

Dengan kaki menghentak, Odi duduk di antara Ibrahim dan Wasi. Kepalanya otomatis tersandar pada bahu Wasi yang bahu-able.

Maru yang diam, tak tahan untuk membuka suara. "Kak Odi yang syantik ngapain deket-deket sama Kak Wasi?"

Odi yang merasa namanya dipanggil menengokkan kepalanya ke arah Maru. "Huh! Berapa kali Odi bilang Kak Maru, Odi ini tamvan. Lagian serah Odi dong. 'Kan Odi tayang Wasi."

Wasi yang melihat perdebatan itu menghela napas kasar. "Odi bisa lepasin saya dulu? Lagian kamu jangan kekanakan. Sekarang waktunya rapat, bisa diam?"

Mendapat pertanyaan sebegitu rupa membuat Odi bungkam. Tangannya otomatis melepas genggaman pada calon masa depannya.

"Ekhem. Keluarga Malika!"

"Malika Jaya Selalu!" koor itu terdengar serempak saat Eza membuka rapat dengan ucapan wajib di Keluarga Malika.

"Jadi, karena hutang kita harus dibayar lunas seperti mahar nikah. Saya sebagai pemimpin tak resmi akan mem--" suara Eza terhenti karena melihat perempuan berhijab melongo.

"Nuril! Tutup mulut."

Merasa namanya dipanggil, Nuril memberi cengiran karena aksinya ketahuan oleh Eza. Disampingnya, perempuan yang selalu menjahili Nuril tertawa puas.

"Awas ya Lipa," ancam Nuril dengan suara pelan sambil melotot.

Rifa tertawa tanpa suara. "Sebelum ngancam. Benerin 'R' kamu dulu. Haha."

Nuril yang mendengar kalimat itu hanya mendengkus. Ia tak berani membuka suara, karena di depan sana, Eza sudah memberikan pelototan.

Di sebelah kanan Nuril, Kak Hai menegur keduanya yang masih terlihat cekcok. " Hust."

Setelah mendapat teguran, dua cewek itu terdiam. Eza di depan sana menatap satu persatu keluarganya.

"Karena teror Bunda Bat selalu menghantui Keluarga Malika. Di mohon untuk kita segera melunasi hingga satu bulan ke depan.

Yang masih belum bayar, dicicil sedikit-sedikit. Dan yang selalu bayar hutang tepat waktu, lanjutkan. Masih untung Bunda Bat mau ngutangin kita yang dulu lagi susah, lagian cuma bayar hutang uang mandi satu bulan di kamar mandi umum Kak Yosi, kalian gak bisa bayar."

Tak ada yang berani menyahut. Semua ucapan Eza bagai renungan bagi mereka. Mereka yang dulu lupa dan tersesat, kini kembali ingat akan jalan lurus yang harus mereka ambil.

Eza bangkit dan berlalu untuk ke kamar mandi karena bau di badan tak sanggup ia tahan. Apalagi tabungan tiap pagi yang ia sumbangan, merengek untuk dikeluarkan.

Sepeninggal Eza, ruangan kembali hening. Satu persatu mereka meninggalkan ruang tamu menuju kamar masing-masing yang dihuni 3 sampai 4 orang.

🌸🌸🌸🌸🌸

Rintangan dalam satu bulan sangat sulit mereka lalui. Odi yang tak tahan jika tak memakan micin. Puput yang harus berhemat tak lagi memanjakan sang ayam. Ibrahim yang harus berhemat agar tak memberi jeruk dan rintangan lain bagi yang lain bagai maut di depan mata.

Mereka kembali kumpul setelah rapat satu bulan telah berlalu. Semuanya membawa amplop yang berisi hutang masing-masing. Dan di serahkan pada Eza yang akan menyerahkan semuanya pada Bunda Bat yang telah berdiri di samping dengan senyum kepuasan.

Berbeda dengan Odi, Ratna, dan Puput. Ketiganya membawa celengan bambu, ayam dan wortel putih. Memeluk celengan itu, hingga giliran mereka tiba.

"Rara gak mau celengan wortel kesayangan rusak. Jadi nanti Bunda congkel uangnya satu-satu ya, ntar celengan serahin kembali sama Rara," ujar Rara yang memeluk celengannya dan enggan untuk menyerahkan.

"Huh! Lobak itu Ra."

"Berapa kali sih Rara bilang Bun, ini tuh wortel!" seru Ratna galak.

"Serah deh serah!"

Tiba giliran Puput, walau dengan hati tak rela. Celengan ayam kuning berhasil berada dalam pelukan Bunda Bat.

Odi yang mendapat giliran terakhir melangkah maju. Rengekan khas dirinya tak mampu meluluhkan hati Bunda Bat yang sudah seperti rentenir.

"Bunda. Beri keringanan sama Odi yang tamvan ini. Odi pengen makan micin tapi uangnya habis buat bayar hutang," ucap Odi yang sudah menampilkan raut melas maksimal.

"Gak bisa. Hutang kalian harus dibayar lunas, hari ini juga!"

Mendapat kata yang tak dapat dibantah, Odi menyerahkan celengan yang demi apa ia tak ikhlas. Odi kembali kebarisan dan kembali merengek pada Wasi yang berakhir dapat kata-kata mutiara dari pujaan hati.

Semua mata memandang Bunda Bat yang tertawa puas dan membawa semua harta Keluarga Malika dan termasuk kantung kresek hitam yang sangat Odi kenali.

Teringat akan hidup dan matinya. Odi melotot, tapi langkah Bunda Bat yang super cepat membuat Odi berlari ke depan pintu menyusul Bunda Bat yang sudah berlari jauh.

"Bundaaa! Balikin micin terakhir Odi!"

Terduduk di keramik putih, Odi memandang nanar Bunda Bat yang sangat tega padanya. Seluruh Keluarga Malika yang melihat itu semua hanya menggelengkan kepala karena tingkah Odi yang sebegitunya menggilai micin.

🌸🌸🌸🌸🌸

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro