(Cerpen) RENY RAW

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

NAMA: ALFIN KHOIRIYAH
ID WP: @AlfindanNifla

*****

Keheningan membeku lantaran penghuni ruangan baru saja keluar dari kandang. Dedaunan menepi, menyingkir dalam kehanyutan yang tercipta. Di lain sisi, di tengah keramaian, banyak penjual makanan menjajakan hasil karya tangan mereka. Tempat duduk yang sudah disediakan terpenuhi oleh calon-calon pemegang masa depan. Euforia menerbangkan ke cakrawala. Tertawa sejenak, selepas berkutat dengan materi presentasi kelompok yang sudah diberikan oleh Pak dosen.

"Bentar lagi mau ke mana, nih?" ujar salah satu dari sekian banyaknya pengunjung yang datang ke tempat itu. Mengenakan skinny jeans dengan atasan peplum top memamerkan lekukan pinggang yang tampak sempurna. Sangat eyecathing saat mengenakan high heels yang mampu menonjolkan lekukan kaki. Meskipun, di lingkungan kampus seharusnya tidak dianjurkan mengenakan jenis alas kaki bak model yang mewah.

"Nge-mall, yuk, Ren!" ajak Dita sambil mengeluarkan smartphone-nya yang seharga milyaran juta. "Bentar, jangan lupa selfie dulu, trus cabut," sambung Dita. Setelah mengambil beberapa pose. Mereka pun meninggalkan tempat tersebut.

Sedangkan, perempuan lain mengamati dari kejauhan. Menatapnya lekat-lekat tentang keelokan paras penciptaan Tuhan. Begitu chic fashion menjadikan stylish, tampak anggun. Menatapnya diam-diam, membuat perempuan yang duduk menyendiri ingin membuat sebuah gerakan inovasi.

***

Alaksa berjalan menyendiri melewati beberapa pepohonan. Ia memang terbiasa jalan kaki saat berangkat atau pun pulang dari kampus. Jarak antara rumah dan tempat kuliahnya lumayan dekat mampu merubah persepsi perempuan tersebut tentang bertambahnya polusi udara.

Tak lebih mengenai hal itu. Terdengar suara langkah dari belakang tubuhnya. Menghampiri perempuan berumur sembilan belas tahun yang sedang menikmati perjalanan.

"Sa," panggil seseorang hingga membuat pemilik nama tersebut menoleh.

"Iya?"

"Bareng dong. Eeh, badanmu kok gendutan, sih? Habis makan apa aja?"

Deg.

Baru ketemu bukannya menanyakan kabar baik. Ini malah badan yang diurusi, batin Alaksa saat hatinya tidak menerima pernyataan tersebut.

"Eh, apa itu di wajahmu, Sa?"

Alaksa diam. Memeganggi bagian wajah yang ditunjukkan oleh temannya.

"Ih, kamu jerawatan, ya?

Dua kalimat skak matt diterimanya pada siang hari ini. Alaksa hanya memberi senyuman sebagai respon ucapan Tania yang secara gamblang berkata demikian.

"A-akuu duluan ya, Tan," titah Alaksa terbata-bata. Memilih untuk pergi meninggalkan Tania sebelum otaknya terganggu.

***
Setelah pulang dari kampus. Alaksa langsung menjatuhkan tubuhnya di ranjang kamar berbentuk minimalis. Corak warna abu-abu yang dipadukan dengan golden mampu memberi kesan keindahan. Ia meraih benda pipih yang berada di saku celana. Membuka aplikasi instagram untuk melihat-lihat outfit yang lagi trending pada waktu itu.

Tak sengaja. Alaksa menemukan sebuah akun yang sangat familiar. Dengan sekali hentakan ia menekan tombol profil dan melihat-lihat postingan foto pada akun instagram tersebut yang bernama, Reny Raw.

Perempuan yang ia temui di kantin kampus dengan kecantikan yang luar biasa adalah seorang selebgram. Dilihat dari jumlah follower yang beribu-ribu dengan jumlah endorse yang tak kalah banyak. Hampir isi dari postingan tersebut adalah foto endorse dari berbagai merek terkenal. Wajar saja bila style yang ia kenakan mampu membuat iri setiap kali mata memandang.

Alaksa dibuat terkagum-kagum dengan wajah yang dimiliki seorang Reni Raw yang berbanding terbalik dengan kondisinya sekarang dan cocok dikatakan sebagai manusia buruk rupa.

Alaksa yang hitam, Alaksa yang gendut dan Alaksa yang jelek. Pikiran buruk tercipta menjadikan monster yang selalu terbayang dalam ingatan. Membuat nyalinya menciut untuk bertemu dengan orang baru.

***

Alam berirama menyaksikan candu. Ada sesuatu yang berbeda pada diri Alaksa. Ia merubah tatanan penampilannya mirip dengan Reny Raw. Mengenakan high heels saat dikejar waktu. Suara lalu lalang kendaraan seakan menggema dalam pendengaran. Seperti biasa, ia berangkat ke kampus dengan berjalan kaki saat mentari telah tenggelam berkumpul dengan sanak saudara.

"Kurang tiga menit lagi kelas dimulai," gumam Alaksa saat melirik jarum jam yang melilit pada pergelangan tangannya, mempercepat langkah. Bahkan ia berlari agar sampai ke tempat tujuan, membuat heels yang berada di kakinya patah.

Sinar siluet menembus retina Alaksa. Sebuah mobil berhasil menangkapnya hingga ia terpental ke jalanan. "Awh!" teriak Alaksa saat badannya mulai tersungkur di tanah.

Sebuah mobil sport berwarna maroon lantas menghentikan gasnya. Pemuda itu menoleh, melihat perempuan yang tidak sengaja ia tabrak sudah tumbang bersamaan dengan warga yang datang menghampirinya.

Pemuda itu turun memberikan pertanggungjawaban dan memberikan pengertian kepada warga bahwa ini tidak ada unsur kesengajaan.

Alaksa sudah berada di pinggir trotoar dengan cairan kental berwarna merah yang terus mengucur di bagian lutut dan siku tangannya. Bibirnya terus mengadu kesakitan dengan tangan yang memegangi luka yang tak kunjung kering.

***
Mobil sport tersebut membelah jalanan yang agak ramai. Melenggok-lenggok, menyalip dan mendahului kendaraan satu dengan kendaraan lainnya. Alaksa dibuat ketakutan dengan gaya pemuda itu yang tadi menabraknya sedang mengendarai mobil. Sekujur tubuhnya masih terasa nyeri, ditambah dengan senam jantung yang beberapa kali pemuda ini hampir menabrak kendaraan lain.

Belum jantungnya kembali normal. Pemuda ini menambahkan aksi akrobat dengan gaya pembalap yang sudah profesional saat memarkirkan mobil.

"Kamu mau bunuh aku, ya?" Napas terengah-engah dengan dada Alaksa yang kembang kempis membuat keringat dingin jatuh bercucuran.

"E-em, sorry," ujar pemuda tersebut sambil membuka sabuk pengaman miliknya dan milik Alaksa.

"Eeeh."

"Kenapa?"

"Hehehe, nggak apa-apa. Terima kasih, ya."

"Seharusnya aku yang minta maaf. Udah buat kamu jatuh tadi."

Tidak ada tanggapan apa pun dari bibir Alaksa, ia bungkam. Pikirannya kembali pada saat kejadian tersebut. Sebelum insiden itu menimpanya. Iya, sesuatu yang mengganjal dalam benak Alaksa akhirnya terpecahkan. Ia lupa mengabarkan dosen bahwa ia tidak bisa hadir mengikuti perkuliahan pada jam tersebut.
.
Melihat tidak ada jawaban dari lawan bicaranya. Akhirnya pemuda tersebut turun. Berjalan memutari mobil, lalu membantu Alaksa membuka pintu. Dituntunnya Alaksa memasuki rumah sakit menuju ruangan gawat darurat.

Selama pegawai rumah sakit merawat lukanya. Alaksa mendengar percakapan pemuda tadi sedang berbincang-bincang dengan seseorang. Perempuan dengan penuturannya yang sangat khas dan kental. Dengan logat perkataannya yang sangat ia kenali betul. Iya, bukankah itu suara Reny Raw?

"Terima kasih, Mbak." Alaksa turun dari ranjang pasien. Ia berjalan menghampiri pemuda tadi yang mengantarkan dirinya di rumah sakit ini.

Dilihatnya dari kejauhan. Pemuda itu memiliki perawakan yang tinggi dengan hidungnya yang mancung. Tatapan setajam elang dengan rambut belah pinggir. Tubuh atletisnya mampu menghipnotis Aleksa tanpa berkedip.

Pandangannya berganti teduh saat melihat perempuan bernama Reny Raw itu datang menghampiri pemuda tersebut dengan ungkapan, "Sayang, nanti anterin aku ke tempat ini, ya."

***

Quotes : Sesekali kita harus bersikap bodoh amat agar bisa mencintai diri kita sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro