Bab 3: (Child of Goldgods)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah bukan rahasia umum hubungan Raja Zeusyie dan Ratu Hera tidak harmonis. Bahkan pemikiran mereka sangat tidak harmonis. Keduanya memang terikat janji suami istri, tapi di mata Eilith keduanya lebih cocok menjadi saingan politik. Keduanya memiliki pendukung dan kubu masing-masing. Apabila kedua kubu itu bersatu, kerajaan ini akan stabil. Tapi apabila salah satu kubu tidak bersepakat, maka kerajaan ini bisa hancur.

Zeusyie memimpin kerajaan dengan sistem demokrasi yang mendengar suara semua orang, sedangkan Ratu lebih ke arah sosialis meski kadang monarki, itu kesimpulan yang digunakan Eilith karena di era Kerajaan Aeloria kata itu tidak ada. Raja Zeusyie sangat suka berdiskusi dengan banyak kalangan, bahkan sekedar tukang angkut barang di pasar raya. Itulah sebabnya dia Raja yang baik dan di sayangi semua orang. Namun bukan Suami yang baik.

Sejak awal Zeusyie tidak ingin menikahi Hera. Menikahi adiknya sendiri masih menggelikan bahkan baginya sekarang. Jika bukan karena kerajaan ini, dia tidak mau melakukan itu. Setelah Ares dan Eilith lahir, Zeusyie tidak lagi pernah menyentuh tubuh Hera. Dia juga mulai menjalin hubungan gelap dengan beberapa gadis muda, entah itu kalangan bangsawan, atau pelayan biasa, bahkan dia suka membeli budak untuk kepuasan nafsunya. Dan sepertinya Hera tidak mau kalah. Entah sejak kapan dia sering mengundang kstaria-kstaria istana ke kamarnya. Skandal besar yang sangat memalukan di keluarga kerajaan. Sayangnya semua orang sengaja tutup mata. Karena yang penting bagi mereka kerajaan ini stabil, damai, dan sejahtera.

Hera sangat keras pada Ares. Ketika Eilith berjalan untuk ke perpustakaan istana, dia punya perpustakaan pribadi, namun kadang bosan, jadi dia masih sering bolak-balik ke perpustakaan istana. Meksi untuk ke sana dia harus melewati barak pelatih kstaria, jalan pintas dari istana miliknya, dengan perpustakaan istana. Hari ini dia melihat Ares yang berlatih pedang dengan pelatihnya. Harusnya yang digunakan untuk berlatih adalah pedang kayu kecil, namun Ares yang masih berusia 6 tahun malah diberikan pedang asli dan harus melawan orang dewasa uang yang sudah banyak pengalaman. Kadang Eilith merasa senang, bukan dia yang menjadi penerus, sehingga tidak harus bekerja keras seperti Ares.

Mata mereka bertemu, saling bertatap dengan ekspresi dingin seperti dua ekor singa yang siap menerkam satu sama lain. Sudah biasa, meski keduanya saudara kembar, mereka dibesarkan untuk menjadi orang asing yang bisa saling menerkam. Tidak pernah diajarkan bagaimana menjadi saudara yang saling menyayangi dan melindungi. Eilith membuang wajah, dia melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan.

Akhir-akhir ini Eilith sedang tertarik dengan sistem dunia ini, khususnya soal sihir. Ternyata selain Goldgods, ada beberapa keluarga yang punya kemampuannya sihir alami. Semua berasal dari Dewa Pertama yang menikahi gadis-gadis manusia biasa. Dari bayi itu lahir anak-anak yang memiliki sihir Dewa. Mereka berkembang biak dan salah satu dari mereka adalah leluhur Goldgods.

Manusia yang mempelajari sihir juga ada, mereka lahir dengan keistimewaan mana sihir. Dan terus melatihnya hingga menjadi penyihir. Sayangnya kebanyakan dari mereka memilih jalan gelap. Melakukan perjanjian dengan iblis untuk memperkuat sihir mereka. Sehingga di Kerajaan Aelora sendiri penyihir dilarang. Di jaman kakek Eilith ada masa pemburuan sihir, para penyihir di ikat di tiang lalu dibakar hidup-hidup. Sejak saat itu penyihir tidak ada. Sebenarnya itu propaganda agar Goldgods tetap memiliki kekuatan dan kekuasaan.

Eilith membaca setiap sampul buku di perpustakaan. Mencari buku yang ingin dia baca berikutnya. Ada jutaan buku di perpustakaan ini. Dari buku-buku yang sangat tua sejak berdirinya kerajaan ini, hingga buku-buku dari penulis baru. Bahkan banyak buku yang berasal dari kerajaan asing, dengan bahasa dan tulisan mereka,yang tidak semua orang bisa membacanya kecuali bisa bahasa kerajaan tersebut.

Mata Eilith tertarik melihat buku merah marun yang sampulnya terbuat dari kulit dan menyala jika terpapr cahaya. Dari pinggir sampulnya terdapat tulisan 'Silsilah Anak Dewa'. Sayangnya buku itu ada di rak atas, dan tinggi Eilith tidak sampai setengah rak itu. Eilith melakukan berbagai cara. Mulai dari berjinjit, hingga menarik sebuah kursi dan menaikkinya. Masih belum sampai. Eilith menumpu berapa buku di atas kursi, dan menjadikannya pijakan. Dia masih harus berjinjit dan mengulurkan tangan setinggi mungkin. Hampir sampai.

Bruuk, buku itu malah jatuh ke bawah. Eilth menatapnya dengan kesal. Namun lega karena akhirnya bisa mendapatkan buku yang ia mau. Eilth turun dari kursi dan buku yang dia jadikan pijakan tadi. Baru dia ingin mengambil buku, seseorang mengambil bukunya duluan. Eilth mendongak ke atas, melihat siapa orang itu.

"Ini buku anda tuan Putri," ujar pria itu lembut. Pria itu memakai seragam kstaria, dari lencana yang dia pakai jelas dia bukan kstaria biasa. Namun Eilth baru pertama kali melihatnya. Dia memberikan buku itu ke Eilth dengan posis berlutut selayaknya tata krama ksatria pada tuannya.

"Terimakasih," jawab Eilith, dia merebut bukunya. "Siapa kau?"

Kstaria itu tersenyum. "Maafkan saya sebelumnya, perkenalkan tuan Putri, saya Perseus. Kstaria Raja Zeusyie," dia memperkenalkan diri.  "Saya tidak sengaja melihat tuan Putri naik ke kursi itu untuk mengambil buku. Saya ingin membantu, tapi sepertinya sudah terlambat."

Eilth malu mendengarnya, wajahnya merah, padahal tadi dia sudah memastikan tidak ada orang yang melihatnya. "Jangn beri tahu siapa-siapa ya," ujar Eilth, dia sengaja memasang wajah lugu seperti anak kecil. Tersenyum polos dengan pipi merah. Hal yang sering dia lakukan di depan Raja Zeusyie.

Perseus tertawa pelan. "Baik Tuan Putri, saya tidak akan memberitahu siapa-siapa. Tapi dengan siapa anda ke sini? Saya tidak melihat pelayan," Perseus celingukan.

"Aku sendiri."

Sebagai putri harusnya memiliki pelayan pribadi yang mengitu putri kemana saja. Atau setidaknya ibu asuh. Eilth benci ibu asuhnya. Dan dia tidak suka semua pelayanannya yang benar-benar tidam menghargai dirinya sebagai putri. Jadi dia suka berkeliaran sendiri.

Senyum Eilith pudar, dia sedang memikirkan sesuatu yang nampaknya serius. Sebelum akhirnya dia tersenyum lagi. "Kalau begitu bolehkan saya menemani tuan Putri ke kamar?" Tawar Perseus, dia mengeluarkan tangan. Eilth kembali tersenyum polos. Dia mengangguk dan meraih tangan Perseus.

Keesokan harinya Eilth tau apa yang sedang di fikirkan Perseus kemarin. Pagi sekali, Perseus datang ke kamar Eilith. Memaksa para pelayan malas itu harus bangun lebih pagi, dan mengerjakan pekerjaannya lebih cepat dari biasanya. Eilth menertawakan wajah panik dan kesal mereka. Eilth dipakaikan gaun, dan ditata rambutnya. Hari ini Eilth akan di bawa ke istana utama, tempat Raja tinggal.

Sebulan sekali akan ada penjual budak masuk istana, menawarkan budak-budaknya pada Raja. Dulu ini tugas Ratu yang memilihkan budak berkualitas untuk menjadi pelayan istana secara gratis. Namun Ratu engggan melakukan, dan Raja yang memilih budak istana. Yang dia pilih tidak hanya budak untuk menjadi pelayan istana, melainkan budak yang akan dia jadikan wanita penghiburnya.

Alasan Eilth di ajak ke sana adalah karena Eilith diminta memilih budak yang akan ia jadikan pelayan pribadi. Karena pelayan dari budak lebih menurut daripada bangsawan bangkrut yang harus menjadi pelayan untuk membayar hutang-hutang.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro