Bab 2: (Child of Goldgods)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ingatannya masih membekas. Dia memakai gaun pengantin indah, persis dengan yang sudah ia impikan sejak saat masih kecil. Hari pernikahan sudah ditetapkan, dan semua khayalan setelah pernikahan telah dibayangkan. Semua itu hancur dalam satu malam. Orang-orang sudah tahu, bahkan keluarganya sendiri, dia seperti orang bodoh yang tidak tau apa-apa. Orang yang ia akan nikahi telah bercinta lama dengan sahabatnya. Yang lain menutupi dengan alasan takut kebahagiaan dari calon pengantin hancur. Namun jika sudah terlanjur seperti ini, sudah tidak ada lagi alasan untuk tetap hidup.

Eilith masih ingat kejadian itu, kejadian yang membuatnya menjadi Willis. Melompat dari kamar hotel tempat dia dirias, dengan menyenangkan gaun pengantin, jatuh di depan semua orang yang datang untuk mendengarkan janji suci pernikahan terucapkan.

"Itu masa yang kelam bukan?" Ujar Semelia, dia bukan manusia, melainkan Willis.

Sebenarnya Eilith tidak tahu nama Willis ini, dia sudah menemani Eilith sejak pertama kali dia memiliki kesadaran sebagai Eilithyia Goldgods, putri sulung Raja Zeusyie. Sudah 6 tahun dia hidup menjadi putri Raja yang serba berkecukupan, dan dihormati oleh semua orang. Kadang ia bersyukur lahir sebagai seorang putri, namun disisi lain dia juga sedikit merasa kesepian. Hanya pelayan pribadinya, dan Willis ini yang menemaninya.

Semelia, sejujurnya Eilith tidak yakin apakah benar nama Willis itu. Wajahnya selalu tertutup tudung putih, sorot matanya hampir tidak terlihat, yang jelas adalah bibir pucat gelapnya yang selalu tersenyum. Eilith memanggilnya Semelia, karena itu nama gadis pelayan yang mati bunuh diri di hari pernikahan orangtuanya, gadis itu adalah kekasih Zeusyie saat menjadi pangeran. Konon katanya dia menjadi Willis. Willis di depannya ini tidak pernah membenarkan ataupun menyalahkan apabila Eilith memanggilnya Semelia, nama gadis pelayan itu.

"Sedang baca apa Eilith?" Suara lembut seorang pria terdengar dari belakang.

Eilith sedang membaca sebuah buku yang ia dapat di perpustakaan istana. Sebenarnya karena dia anak perempuan, meski dia yang tertua, Eilith tidak pernah mendapatkan pembelajaran apapun. Tidak seperti Ares, saudaranya, yang sudah di gadang-gadang menjadi penerus. Sejak dia sudah bisa berjalan, Ratu Hera sudah memilihkan guru terbaik di kerajaan ini. Jadwal belajarnya padat, meskipun dirinya masih anak berusia 6 tahun. Eilith tidak seberuntung itu.

Mungkin jika tidak karena Semelia, dia tidak akan bisa membaca. Entah sejak kapan Semelia memberikan Eilith sebuah buku. Semelia menjadi pengasuh yang baik melebihi ibu pengasuhnya yang pilih kasih ke Ares. Dia mengajarkan Eilith cara membaca, menulis, dan menghitung. Dengan ingatan Eilith yang membuatnya pikirannya dewasa, dia mudah menerima pembelajaran dari Semelia.

Suatu hari Eilith yang lepas dari pengasuhnya, berjalan sendiri menuju perpustakaan. Penjaga perpustakaan terkejut, mengira Eilith hanya ingin bermain, tapi ternyata Eilith membaca sebuah buku yang bahkan orang dewasa sekalipun malas membacanya karena penuh tulisan. Raja sendiri merasa bangga dengan perkembangan Eilith. Sehingga jika Raja memiliki waktu senggang, dia akan menghabiskan waktu bersama Eilith, kadang menjadi teman membaca, kadang Eilith mendapatkan sedikit pembelajaran tentang mengurus kerajaan.

Mata Ruby Eilith terbuka dengan senyum lebar, "Ayahanda!" Eilith berdiri setelah hampir dua jam duduk di meja belajarnya. Dia berlarian kecil menuju Raja yang sudah merentangkan kedua tangannya. Begitu Eilith mendekat dan dapat di raih, Raja mengangkat tubuh Eilith, menggendongnya.

"Putri kecil ini sudah sangat berat sekarang," ujar Raja. Dia mencubit gemas pipi Eilith. Selayaknya anak polos lainnya, Eilith tersenyum. "jadi, apa yang sedang kau baca putriku?" Tanya Raja dengan lembut sambil tersenyum.

"Tentang geografi kerajaan. Di daerah perbukitan selatan ternyata sering terjadi gempa. Meskipun begitu ras dwarf masih tinggal di sana," jawab Eilith.

Raja mengangguk. "Bagi para dwarf hal itu sudah biasa. Justru mereka suka karena setelah gempa akan ada goa tambang baru. Sudah baca sampai bab itu?"

"Belum, karena Ayahanda sudah ke sini menjelaskan." Mereka berdua tertawa bersama.

"Baiklah, bagaimana jika ku jelaskan sedikit padamu." Eilith menjawabnya dengan anggukan setuju.

Hubungan Raja dengan Eilith sangat dekat. Tidak seperti hubungannya dengan Ratu Hera. Ratu Hera hanya memikirkan Ares, seolah hanya Ares anaknya. Ratu tidak pernah mengunjunginya, menghabiskan waktu bersamanya, atau hal lain anatar ibu dan putrinya. Meskipun begitu Eilith tidak memikirkannya. Karena Eilith hanya melihat Hera sebagai Ratu, bukan ibunya. Hanya Raja Zeusyie yang berhasil merebut hatinya, dan ia anggap ayah.

Di kehidupan sebelumnya hubungan dia dan keluarganya juga tidak baik. Meski awalnya baik-baik saja, seperti keluarga kecil bahagia. Namun siapa sangka akan berakhir seperti itu. Mengingatnya lagi membuat Eilith yang sekarang bahkan tidak keberatan jika tidak memiliki keluarga.

Sebenarnya di kerajaan ini ada hal yang dikhawatirkan. Yaitu kekuatan ilahi anak-anak Goldgods yang belum juga muncul. Suatu hari saat berjalan di lorong istana, Eilith tidak sengaja mendengarkan percakapan anata bangsawan yang khawatir tidak kunjungnya muncul kekuatan ilahi. Apa karena keturunan Zeusyie dan Hera gagal kali ini. Harusnya kekuatan ilahi muncul sebelum anak-anak Goldgods berusia kurang dari 5 tahun. Yang paling mendapat tekanan adalah Ares. Karena Ares lah yang digadang akan menjadi pangeran mahkota, meski sampai saat ini Raja belum memutuskannya.

"Ayahanda harus kembali ke rapat, para bangsawan telah berkumpul," salam perpisahan Raja, dia mengelus kepala Eilith. Eilith mengangguk dan tersenyum sambil melambaikan tangan hinga Raja keluar.

Eilith diam sejenak, mendengarkan suara langkah Raja yang makin mengecil dan perlahan hilang. Dia menghela nafas lega setelah Raja pergi jauh. Matanya yang bulat menatap vas bunga bening yang terisi air. Hanya dengan gerakan mata, air dalam vas itu naik ke atas, keluar dari sana. Eilith menggerakkan jari-jarinya, menjadikan air tadi gumpalan yang ia putar-putar di sekitarnya. Merasa ini sedikit membosankan, dia memikirkan ikan, dan air itu berubah menjadi bentuk ikan yang melayang mengitari Eilith.

"Ini menyenangkan," gumamnya.

Di saat orang-orang khawatir tentang kekuatan ilahi Ares, dan menarik perhatian dari Eilith, Eilith sendiri sudah lama sekali membangkitkan kekuatan ilahinya. Sejak dia belum bisa berjalan, dia diam-diam bermain dengan air susu yang diberikan pengasuhnya. Tidak ada yang memperhatikan kecuali Semelia, justru Semelia yang juga mengajarinya.

Hingga saat ini Eilith belum ada keinginan untuk menjukkan kekuatannya. Anatar dia enggan, atau malas ada keributan di istana.

"Kau harus menunjukannya pada Raja," ujar Semelia. Willis itu selalu hilang saat  Raja datang. Mungkin karena Semelia membenci Raja. Atau ada alasan yang lainnya.

"Malas, kenapa aku harus mengacaukan kedamaian ini," jawab Eilith. Ikan air tadi masuk kembali ke vas, dan menjadi air yang tenang.

"Harus, karena Ratu akan segera membunuhmu," lanjut Semelia. Bukan satu dua kali Semelia mengatakan itu. Berulang kali hingga membuat Eilith tidak kaget lagi. Sekalipun hubungan Eilith dan Ratu Hera sangat tidak baik, Eilith masih menaruh kepercayaan bahwa Hera tidak akan senekat itu. Setidaknya sampai saat ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro