3. Suara dari danau.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Merasa telah cukup akan perbekalan yang dia bawa. Rust tidak akan membuang waktunya lebih dari ini. Langkahnya dipercepat kala menyeberangi jembatan terakhir di ujung timur Hagen. Di sana ia lihat sebuah pondok kecil tepat sebelum masuk ke dalam hutan. Matanya melirik pondok tersebut yang terlihat sepi.  Ya, pondok kecil itu adalah rumah dari Kichi.

Pepohonan yang menjulang tinggi dan tersusun rapat menyapa langkah ringan Rust. Siulan yang pemuda itu keluarkan menemaninya dalam keheningan hutan tersebut. Lagi-lagi, Rust terus mengucapkan kekagumannya pada sang pengembang gim Desire. Apa yang dia rasakan saat ini. Apa yang dia temukan di dalamnya. Semuanya terasa nyata. Benar-benar nyata, hingga tidak ada perbedaan berarti antara mana realita dan mana virtual.

Saat masa kecil, Rust sering bermain dan menyendiri di kedalaman hutan dekat panti asuhannya. Itulah alasan betapa Rust menikmati pemandangan yang tersaji. Dia seperti tengah melihat sosok anak kecil yang berjalan sendirian dan bermain dengan berbagai hewan. Sebuah senyum terukir di wajah Rust.

Danau yang dimaksud dalam quest letaknya tidak begitu jauh dari desa. Rust cukup berjalan kaki sekitar satu jam ke arah utara. Meski dirasa ada yang aneh ketika menuju danau. Rust tidak menaruh perhatian lebih akan hal tersebut. Fokusnya hanya satu, memancing.

Rust mengeluarkan joran, memasang umpan yang tadi dia beli pada kail, lalu melemparkan kail sejauh gulungan benang tersebut habis. Karena telah terbiasa memancing di masa lalu. Rust membuat sebuah penyangga untuk batang pancingnya. Selasar kayu panjang ini rasanya memang dipakai oleh para pemancing dari desa. Meski terik matahari sedikit membuat Rust kepayahan. Lokasi ini terbilang cukup strategis. Bayang-bayang ikan yang berenang di kedalaman terkadang memancarkan ketertarikan bagi para pemancing.

Rust beranjak mencari jamur yang dibutuhkan. Jika diperhatikan dengan seksama. Memang ada yang terasa aneh di danau ini. Atau lebih tepatnya di seluruh hutan. Rust tidak menemukan para pemain yang berkeliaran maupun lokasi monster buruan. Sejak meninggalkan desa, yang Rust lihat hanyalah pepohonan rimbun juga hewan-hewan kecil. Kalau memang ini hutan berbahaya yang sempat dia dengar dari pemain di dalam desa, kenapa tidak ada hewan buas sedikitpun?

"Tempat ini terlalu damai."

Entah dari mana datangnya rasa percaya diri tersebut. Rust hanyalah pemain pemula berlevel rendah. Tidak sampai di situ saja, Rust bahkan tidak memiliki armor ataupun senjata yang cukup baik.

Rust menemukan lokasi yang cukup banyak ditumbuhi jamur. Keringat mengucur deras di dahinya. Dia berjongkok sembari mengeluarkan pisau dari dalam tas. Ngomong-ngomong masalah tas. Desire menawarkan sistem yang cukup unik. Sistem tersebut adalah tas biasa yang akan didapatkan oleh tiap pemain di awal pembuatan karakter. Dan yang satu lagi adalah penyimpanan ruang di mana terbebas dari hukum beban dan batas. Para pemain dapat menyimpan apapun, baik benda itu besar atau kecil, baik kwantitasnya banyak maupun sedikit. Berbeda dengan tas yang hanya mampu menyimpan sesuai kapasitas yang tersedia.

[ Jamur putih.

Jamur yang tumbuh subur di sekitar danau belakang Desa Hagen. Jamur ini memiliki efek menetralisir racun pada bahan masakan yang lain jika diproses dengan benar.

Berat : 2 ]

"Oh, jadi ini bukan bahan masakan biasa?"

Rust mengumpulkan jamur lebih banyak dari yang dibutuhkan dalam quest miliknya. Mungkin saja di masa depan dia akan membutuhkan jamur ini sebagai penawar racun atau untuk meracuni seseorang. Tawa jahat dia keluarkan manakala merencanakan hal tersebut.

Semakin lama Rust terbuai dalam fantasinya. Gemerisik dedaunan mengusik Rust agar terbangun dari lamunan. Enam jam lagi hingga tenggat waktu questnya berakhir. Rust berjalan mencari pohon yang dimaksud oleh Petal. Bagaimanapun juga, mencari sebuah pohon unik di antara ribuan pohon ini membuat Rust mencengkeram kepalanya, pusing.

"Hahaha."

Otot Rust mengejang begitu mendengar sebuah tawa anak kecil di kesunyian ini. Meski matahari berada tepat di atas kepalanya. Dedaunan serta batang-batang pohon yang menutupi hangatnya mentari membuat Rust semakin bergidik. Suara itu terus terdengar tanpa jeda. Rust menggenggam pisau belatinya lebih erat. Siapa yang tahu jika seekor monster melompat dari sisi-sisinya.

Arah pandang Rust menangkap sekelebat bayangan hitam yang melintas. Rust memberanikan dirinya dan mengejar bayangan tersebut. Kecepatan berlarinya tidak mampu menyamai kecepatan bayangan tersebut. Rust berdecih kesal.

Akar pohon yang melintang membuat Rust terjatuh kala pikirannya teralihkan. Rust mengaduh dan mengutuk akar pohon tersebut. Belum selesai dia ungkapkan kekesalannya, pohon yang selama ini Rust cari berada tepat di depannya. Pohon tersebut tidaklah tinggi layaknya pohon yang lain. Lubang yang ada pada batangnya bukanlah akibat kesengajaan. Lubang itu berbentuk bulat utuh seakan-akan memang tercipta dengan bentuk tersebut.

Rust mengingat bahwa Petal mengatakan jika ada yang tersimpan di bawah pohon. Dengan belatinya, dia menggali tanah sekitar pohon berlubang itu. Nihil. Tidak ada apapun di sana. Rust mengeluh, tampaknya dia dibohongi oleh Petal.

Sayangnya rasa penasaran itu tidak kunjung hilang. Rust perhatikan dengan seksama pohon berlubang di hadapannya. Mungkinkah ada tombol khusus yang menuntun ke ruang rahasia?

[Peringatan! Dimohon untuk para pemain segera meninggalkan permainan. Sebentar lagi akan ada penggabungan server Desire dengan server Space Deleter. Dalam waktu tiga puluh menit, silakan log out dan harap menunggu satu kali dua puluh empat jam untuk bisa memainkan Desire kembali. Semua misi yang kalian kerjakan akan dibatalkan secara otomatis jika belum terselesaikan.]

Berbagai informasi sistem yang tampil di sudut pandangannya dia abaikan. Pikirannya terpusat pada pohon aneh tersebut. Rust meraba sisi dalam lubang hingga dia merasakan sesuatu yang sedikit mengganjal.

Klik!

"Ah. Jadi ada tombolnya."

Rust terkejut ketika bagian bawah pohon itu terbuka. Terdapat lubang yang lebih kecil di sana. Lubang tersebut seukuran genggaman orang dewasa. Rust membungkukkan badannya, dia merogoh sesuatu yang mungkin disembunyikan di sana.

Lubang itu bersinar kuning terang. Sebuah bola mekanik berhasil dia dapatkan. Bola tersebut terus memancarkan sinar mengakibatkan Rust harus sedikit menutup pandangannya dengan tangan kiri.

[Kau mendapatkan Mirage Ball (Sealed)]

[Apakah kau ingin membuka segelnya?]

"Ya!"

Tanpa ragu-ragu Rust mengiyakan pilihan yang dia terima. Tangannya gemetar saking terpesona oleh benda bulat tersebut. Bola mekanik itu melayang dari tangan Rust. Perlahan garis ukiran di bola tersebut terbuka dengan sendirinya. Silau sinarnya semakin menusuk indra penglihatan pemuda itu.

*Ding*

[Kau terkena efek buta. Dalam satu menit kau tidak bisa melihat sekitarmu]

"Ah, aku terbebas!"

Suara itu menggema di telinganya. Rust panik begitu suara tersebut semakin mendekati dirinya. Suara anak perempuan kecil itu tampak riang. Begitulah yang Rust perkirakan.

"S-siapa kau?" tanya Rust panik.

"Aku? Hmmm ... panggil saja Petal."

"HAH!" teriak Rust semakin panik.

Petal memiliki suara yang jauh berbeda dengan apa yang dia dengar barusan. Bagaimana mungkin itu adalah Petal?

"Oh, apa aku mengagetkanmu? Haha. Maaf-maaf, aku hanya begitu senang. Setelah ribuan tahun tersegel dalam bola itu."

Rust sedikit meragukan pendengarannya. Ribuan tahun bukanlah waktu yang sebentar. Jika ini memang event yang telah disiapkan oleh R.K Group, maka dia mau tak mau harus mengulik ceritanya.

"Apa maksudmu?"

Rust masih jatuh dalam efek buta. Dia tidak bisa melihat sosok tersebut ataupun keadaan sekitarnya.

"Begini, dulu manusia dan ras yang lain saling berperang memperebutkan kekuasaan. Kekacauan terjadi di mana-mana. Lalu dewa menurunkan delapan artefak magis untuk menghentikan peperangan. Namun kekuatan artefak tersebut semakin membuat dunia porak-poranda. Oleh sebab itu dewa pun murka dan menjatuhi hukuman pada semua makhluk yang berdiri di daratan maupun dalam lautan. Gempa dahsyat yang terjadi dalam seminggu memisahkan daratan luas tersebut menjadi dua bagian. Selatan dan Utara serta dipisahkan lautan paling kejam dan paling dalam."

Suara itu berhenti sejenak. Rust mencoba memahami situasi kala itu. Dia mendapatkan gambaran tentang terpisahnya dua benua.

"Hingga suatu hari seorang nelayan yang sempat tenggelam di Laut Atoranta menemukan rahasia tentang artefak yang tersebar ke seluruh penjuru dunia. Melalui sebuah prasasti kecil, dia selamat dari terkaman monster-monster laut. Nelayan itu terlempar cukup jauh dari lautan dan tenggelam di danau ini."

"Jadi, kau adalah perwujudan nelayan itu?" tanya Rust yang sedikit demi sedikit menyesuaikan pandangannya. Efek buta telah terlewati namun Rust belum mampu menatap secara langsung sosok suara itu.

"Ahahaha! Bukan, aku bukanlah nelayan itu. Aku adalah prasasti yang dia temukan."

Rust tersedak mendengar penuturan suara itu. Dia tidak menyangka bahwa bola ukiran tadi adalah sebuah prasasti.

"Sang nelayan menjagaku dari waktu ke waktu. Dia melakukan sebuah kontrak dengan peri danau dan menikahinya. Ya, Hagen merupakan desa yang dia dirikan bersama istrinya yang seorang penjaga danau. Namun manusia-manusia serakah mencoba mencuriku dari sang nelayan. Hampir lima tahun Desa Hagen tidak bisa berkembang akibat jeratan pajak yang tinggi oleh kerajaan. Merasa putus asa, nelayan itu memutuskan untuk mengakhir hidupnya sendiri sembari membawaku. Dengan bantuan istrinya, dia menyegel bentuk asliku menjadi sebuah bola. Sang istri menyembunyikanku pada pohon dengan sihirnya. Lalu kau menemukanku sekarang."

"Bagaimana dengan anak kecil bernama Kichi? Kudengar dia sering bermain di sini."

"Oh, anak kecil itu? Hahaha. Meski aku menyuarakan dengan lantang. Dia terlalu bodoh untuk tahu lokasiku tersimpan."

Setelah cukup lama memejamkan mata. Rust akhirnya bisa menangkap siluet suara yang sejak tadi bercengkerama dengannya. Sosok itu berupa peri kecil yang seperti tumbuhan. Petal tersenyum kala Rust menatap dirinya penuh pertanyaan.

*Ding!*

[Jawabanmu selanjutnya akan mempengaruhi tentang keberadaan 'The Lost Artifact'. Apakah kau ingin mendengarkan kelanjutan cerita?]

"Y-ya!"

[Kau telah mendengarkan suara dunia (1). Wis +25, Int +25.

Tittle "The Listener" diperoleh. All stat +10.]

"Artefak itu tidak benar-benar hilang. Benda-benda itu terpencar ke berbagai penjuru. Salah satunya ada di dasar danau itu. Itulah sebab kenapa area sekitar danau tidak ada tanda-tanda ogre atau makhluk lainnya dari luar desa. Desa ini telah dilindungi oleh artefak tersebut serta peri penjaga danau."

"Orang yang tinggal di pondok sebelum masuk hutan?" celetuk Rust. Mendengar hal itu Petal tertawa cekikikan.

"Ya, dia lah istri dari sang nelayan."

"Lalu Kichi?"

"Bocah itu anak yatim piatu yang kebetulan sering bermain di sekitar pondok. Karena itu pula dia sering datang ke danau tiap malam untuk memancing."

Rust terdiam sejenak. Tangannya menopang dagu sambil berpikir keras.

"Ah! Artefak-artefak itu, apa saja?" tanya Rust.

"Yang ada di danau ini adalah sebuah dadu. Apa kau mau kuantarkan ke sana?"

Rust mengangguk cepat. Kesempatan seperti inilah yang dia tunggu-tunggu.

Mereka berdua segera berpindah dari sisi hutan ke pinggiran danau. Belum terlihat tanda-tanda ikan terjerat oleh kail. Rust mengikuti Petal dari belakang. Semakin dilihat, rasa penasaran Rust semakin besar.

"Jika kau adalah prasasti. Kenapa bentukmu seperti itu? Peri tumbuhan? Bukankah prasasti terbuat dari batu atau logam?"

Petal tertawa kecil. Dia membalikkan badan menatap pemuda di depannya.

"Dewa-dewi menuliskan banyak informasi ke dalam ini. Aku terbuat dari logam para dewa, adamantium. Bentukku ini juga berasal dari sihir bangsa elf kala itu ... di sini tempatnya."

Petal menunjukkan lokasi persis artefak tersebut. Rust memandangi Petal keheranan. Pasalnya, tempat yang ditunjuk oleh Petal adalah patung di dasar danau yang dangkal.

Rust perlahan berjalan dan berenang ke arah patung itu. Kedalamannya hanya enam meter. Sekali lagi Rust terpukau dengan sistem Desire. Tekanan saat berenang, pernafasan, hingga sensasi yang diberikan oleh air begitu nyata.

Rust mengambil udara banyak-banyak ke dalam paru-paru. Dia segera menyelam dan menuju patung tersebut. Ada benda yang bersinar di bawah patung. Rust pun mengambilnya meski sedikit kesusahan akibat tekanan air.

*Ding!*

[Investigasi rumor yang hilang, selesai.

- Reputasimu di Desa Hagen naik 30 poin.
- mendapatkan 15 Penny.]
[Level up!]
[Level up!]

Rust kembali ke permukaan. Dia mengatur nafasnya sebelum berenang kembali ke sisi danau. Petal menyunggingkan senyumnya.

"Jadi di dalam kotak ini, artefak itu disimpan?" tanya Rust dengan napas tersengal-sengal.

Petal mengangguk. Dia menatap matahari yang telah lama dirindukan. Nada bicaranya mulai serius.

"Tujuh artefak yang lain tidak akan semudah ini mendapatkannya. Yang paling susah dicari adalah Justice Sword. Letaknya paling jauh dan paling dalam daripada artefak yang lain. Berada di benua utara di bawah gunung berapi paling panas, Etheria."

Rust menggelengkan kepalanya. Dia bangkit dan berjalan mengambil pancingnya yang bergerak-gerak.

"Aku tidak suka pedang," ujar Rust lalu menarik-ulur benang pancing untuk memberi perlawanan dengan ikan.

Membutuhkan waktu tiga puluh menit hingga ikan berhasil ditangkap. Rust yang sedikit kelelahan akibat menyelam, mulai mengatur kembali napasnya. Berkat kegigihannya dalam menangkap ikan, sebuah status baru tambahan dia dapatkan.

[-Status Persistance telah terbuka.
-Status Endurance telah terbuka.
-Status Patient telah terbuka.

- Status tambahan akan naik dengan sendirinya tergantung pencapaian yang telah kau lakukan.
- Sisa poin status utama tidak bisa dimasukkan ke dalam status tambahan.]

Rust harus menelan kekecewaan. Ikan yang ditangkap bukanlah jenis ikan dalam rincian misinya. Petal kembali melanjutkan ceritanya setelah melihat kondisi Rust.

"Di kerajaan bawah laut, Shire. Jika kau bisa memasuki gua bawah laut tak jauh dari Shire. Kau akan menemukan Crystal Wand Lumierre. Artefak kedua yang diturunkan oleh Dewa setelah Justice Sword. Namun jalan menuju ke sana cukup berbahaya. Kau harus melewati pusaran air di tengah Laut Atoranta. Resikomu hanya ada dua. Mati karena kapal rusak atau mati diterkam monster laut."

Langit yang tadinya cerah mulai menghitam. Kumpulan awan saling bergesekan, menghasilkan gemuruh petir yang memekakkan telinga. Rust berpikir jika gemuruh itu hanya event dari cerita yang dia dengar dari Petal.

Jendela sistem terus mencuat pada pandangannya. Sekumpulan data berupa angka nol dan satu bergerak secara vertikal dengan cepat.

[Dalam sepuluh detik kau akan dikeluarkan dari permainan.]

"Tunggu dulu. Ini apa? Oi oi oi. Apa ini bug?"

[Quest permintaan Kichi dibatalkan.]

"Hah? Dibatalkan? OI!"

[Kau kehilangan 1 level, stat utama berkurang 5 poin.]

"Apa?!"

[Lima ....

Empat ....

Tiga ....

Dua ....

Satu ....

Kau dikeluarkan dari permainan.]

***

A/N :
Jangan lupa beri vote dan masukkan ke perpustakaan kalian ya~
Nantikan kelanjutan ceritanya.
Semoga harimu menyenangkan.
Ciao~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro