BAGIAN PERTAMA

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

          Lana terbangun dengan rasa takut yang sama. Keringat dingin membasahi tubuhnya, padahal AC menyala sangat dingin. Peristiwa beberapa waktu yang lalu, terus menghantuinya.

"Lana, kamu baik-baik saja?" tanya mama sambil menyalakan lampu kamar. Bu Ane, sering terjaga dan tidak bisa tidur, semenjak kejadian yang menimpa Lana.

Bu Ane khawatir dengan kondisi Lana. Putri satu-satunya yang periang, kini jadi pendiam dan murung. Sering tiba-tiba ketakutan saat malam hari.

Bersyukur Lana mau sekolah. Walau dengan pengawasan ketat dari Bu Ane, lewat orang kepercayaannya.

"Lana, mimpi lagi, Ma."
Tubuh Lana mengkerut, kedua tangan memeluk lututnya. Mata Lana awas melihat sekeliling kamar.

Bu Ane mendekat, mengelus pelan punggung Lana, lalu direngkuh ke dalam pelukannya.

"Tenang. Mama ada di sini. Kamu tidur lagi, ya?"

Lana menggeleng kencang, menolak.

"Mama temenin tidur di sini. Jadi Lana nggak sendirian. Gimana?" bujuk Bu Ane lagi. Besok Lana harus sekolah. Tidak enak rasanya kalau Lana sering ijin tidak masuk.

Lana melunak. Dia setuju mama tidur di kamarnya. Lana berbaring pelan diikuti Bu Ane.

*****

          Lana terbangun, alarm jam bekernya berbunyi cukup kencang. Tidak butuh waktu lama Lana mandi dan memakai seragamnya. Semua tampak normal, seperti tidak terjadi apa-apa semalam.

"Lana! Sarapan!" panggil Bu Ane dari arah dapur.

Lana tidak menjawab panggilan mamanya, karena sebentar lagi langkahnya sudah sampai di dapur.
"Pagi ini Mama masak apa?" tanya Lana sambil mengendus aroma wangi di atas kompor.

"Nasi goreng ayam kesukaan kamu." Bu Ane mematikan kompor, lalu menyajikan nasi goreng ke atas mangkuk besar. Lana membantu mengambil piring dan sendok.

Mereka hanya tinggal berdua, ayah Lana meninggal saat ingin menyelamatkan Lana. Kesedihan mereka berdua lambat laun bisa terkikis. Tapi trauma yang Lana rasakan sepertinya masih belum membaik.

"Jangan buru-buru makannya, belum terlambat. Rian sudah nunggu di depan. Siap antar jemput kamu mulai hari ini."

Informasi itu yang membuat Lana tersedak. Lana langsung meminum air putih sampai habis setengah gelas.

"Mama bilang juga pelan-pelan makannya, Lana," ujar Bu Ane sambil menyodorkan segelas susu.

Lana melanjutkan suapan terakhirnya. Otaknya masih mencerna ucapan mama barusan. Rian, akan mengantar jemput sekolahnya. Selama ini tugas itu mama yang kerjakan. Kenapa mendadak ada Rian?

"Ma, Rian itu sopir baru kita? Memangnya Mama nggak sempet antar  jemput Lana lagi?" tanya Lana hati-hati. Karena  terkadang mamanya tidak suka kalau semua yang dia lakukan, banyak dipertanyakan.

Mungkin karena Bu Ane merasa menjadi single parent, suaminya sudah meninggal, jadi butuh bantuan orang lain menjaga Lana. Apalagi dengan kondisi trauma putrinya.

"Mama sedang banyak kerjaan Lana. Jadi, tolong turuti saja kemauan Mama. Ini juga buat kebaikan kamu. Rian akan jadi sopir sekaligus bodyguard buat kamu."

Baik, Lana paham sekarang. Dia akan turuti keinginan mamanya. Meski jujur Lana tidak nyaman. Karena dia tidak suka diawasi. Paling tidak untuk sementara waktu Lana harus sabar.

*****

          Sepanjang perjalanan tidak ada yang berbicara. Baik Lana maupun Rian. Lana menyibukkan diri dengan hp-nya. Membuka percakapan dengan sahabatnya, Dara.

Lana :
Udah sampai mana lo, Dar?

Dara :
Gue udah di sekolah. Lagi jajan di kantin.

Lana menghela nafas. Sahabatnya satu itu pagi-pagi sudah jajan. Padahal ngakunya sarapan dari rumah. Naga di perutnya mungkin butuh makan lebih banyak sekarang.

Lagi-lagi bosan merayap, suasana di mobil tidak seru lagi. Biasanya ada candaan atau petuah dari mamanya.

*****

"Tuh muka kusut amat, sih?" tanya Dara begitu Lana menduduki bangkunya.

"Be-te, sekarang ada yang ngawal gue," gerutu Lana.

"Ngawal? Bukannya mama lo yang selalu antar jemput?" Dara memutar duduknya ke arah Lana.

"Sekarang ada sopir merangkap bodyguard gue." Lana menunduk bertumpu pada lengannya.

"Sabar. Mama lo pasti niatnya baik. Turutin aja, dulu," saran Dara untuk menetralkan suasana hati sahabatnya.

Lana menghela nafas dalam. Secara tidak langsung dia membenarkan ucapan Dara.

Mendadak ekspresi muka Lana berubah saat seseorang datang  mencarinya.
"Gue, keluar bentar." Lana meninggalkan Dara yang terbengong-bengong dibuatnya.

Dara memutar kepalanya ke arah pintu. Pantesan Lana jadi girang, ada sang pujaan hati.

"Hai, Kak Arka." Lana tersenyum.
"Hai. Udah mendingan? Kata Dara kamu sakit kemarin," ujar Arka seraya menatap lembut Lana.

Lana berusaha tetap sadar, kalau tidak dia sudah pingsan karena tatapan Arka. Arka salah satu cowok tampan di sekolah. Aktifis organisasi, dan siswa pemegang peringkat 2 paralel.

"Iya ... eh, udah mendingan, kok," jawab Lana agak gugup.

"Syukur, deh! Tadi siapa cowok yang anter kamu?"

Lana makin gugup, Arka pasti lihat Rian mengantarnya tadi. Mereka memang belum jadian, tapi Lana khawatir Arka cemburu. Kalau tidak, buat apa dia bertanya soal cowok yang mengantarnya.

"Oh, itu sopir baru, Kak. Mama lagi banyak kerjaan, nggak bisa anter jemput lagi."

Arka mengangguk paham. Entah, ini cemburu atau bukan, tapi Arka sangat ingin tahu soal Lana. Firasat yang menuntunnya terus cari tahu tentang Lana.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro