Bab 23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Airine masih tetap dalam posisinya, diam di tempat dengan jemari memijat kening perlahan-lahan. Nyeri menjalar di kepalanya, tengkuknya terasa kaku. Nyeri mengundang rasa pusing, benda dan orang yang ada di depannya terlihat berputar. 

Airine menghela napas panjang, memejamkan mata untuk beberapa saat sembari memegang kuat ponsel. Di tengah situasi seperti ini dia tidak ingin mengalami kejadian yang tidak diinginkan seperti kehilangan ponsel.

Dulu dia sudah pernah kehilangan ponsel, hari itu masuk dalam salah satu hari yang dia sesali karena sudah bersikap teledor. Harga ponsel tidak pernah murah, meskipun ponsel second sekalipun. Bekerja dari pagi buta hingga tengah malam, menahan lapar dan kantuk. Pekerjaannya simpel, tapi butuh konsentrasi yang cukup.

Memastikan modal yang digunakan kembali ke dompet saat shift selesai, memastikan pemasukan uang yang ada sama dengan jumlah uang yang tertera dalam komputer. Jika ada kekurangan ataupun kelebihan, dia harus mempertanggungjawabkan hal itu. Laporan pada pemilik toko adalah kewajiban yang harus dia lakukan sebagai bukti tanggung jawab dan keseriusan dalam bekerja. 

Kepalanya selalu cenat-cenut saat merekap penjualan di akhir shift  pada buku penjualan, apalagi saat menghitung jumlah uang yang ada dan mencocokan dengan jumlah yang ada di komputer, rasanya ingin kabur saja. Menikmati secangkir susu jahe hangat dan sepiring nasi balap puyung jauh lebih nikmat daripada menundukkan kepala, mengerenyitkan dahi dan berpikir keras menghitung uang-uang itu.

Nasi balap puyung adalah makanan khas dari Desa Puyung, kecamatan Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Nasi balap puyung terdiri dari nasi putih, ayam suwir, oseng kacang panjang, kacang kedelai dan keripik kentang. Dulu Airine penasaran dengan asal muasal dari nama makanan ini, saat itu dia sedang bersama dengan Dandy menyantap nasi balap puyung yang dibelikan oleh pria tampan itu. Dengan bangga dia menceritakan asal muasalnya. Di beberapa wilayah Lombok Tengah sering diadakan balapan motor, peserta dari balapan motor ini menjadi pelanggan dari nasi campur ini sehingga nasi ini dikenal dengan nasi balap puyung.

Mengingat kenangan manis sore itu membuatnya tersenyum, sungguh Airine ingin hidup bahagia tanpa menangis meratapi kesedihan. Setidaknya dia tidak ingin sendirian, dia ingin dipeluk dan merasakan kehangatan kasih sayang.

Airine tertegun begitu mendengar suara napas seseorang di dekatnya. Dia menengadahkan kepala dan menatap orang itu. Bibirnya menganga menatap keindahan ciptaan Tuhan di hadapannya ini.

Dia berdiri tegap sembari memegang pinggang, tengah menenangkan dirinya dari degup jantung yang begitu cepat. Napasnya begitu cepat, keringat menjalar dari dahinya. Dia terlihat kelelahan, apalagi tatapan matanya terpancar kesedihan, ketakutan, dan kesepian. Entah apa yang dia takutkan, Airine pun tidak tahu.

"Hei, kamu ngapain lari-lari gitu? Mau ditangkap satpam?" tanya Airine heran.

Mengingat kenangan manis tadi membuatnya lupa alasan dia menjauhi pria tampan ini. Airine dan ingatan jangka pendek memang cukup menyusahkan dia, tapi dia juga tidak bisa melakukan apa-apa selain mencatat hal-hal penting supaya dia tidak menjadi target amukan atasan.

Dandy mengatupkan bibir lalu tersenyum tipis. "Gimana ceritanya aku bisa jalan santai kalau kamu ngilang kayak gitu? Dari pagi aku cariin, Ai. Pesan nggak kamu bales, aku telepon berulang kali juga nggak kamu jawab. Aku panik, kalut dan takut kamu kenapa-kenapa. Please, kamu bisa marahin aku, pukul aku juga nggak masalah. Tapi, jangan ngilang, Ai. Aku nggak bisa tenang kalau nggak tahu kamu dalam keadaan baik atau nggak. Bisa, ya, Ai? Please contact me, i will be there for you. Anytime, anywhere. I will give my best for you, Airine."

Airine tersenyum, tapi senyuman itu terlihat menyakitkan dan menyedihkan. Dandy hendak meraih jemari Airine, tapi Airine menggeleng pelan.

"Why you did not tell me? Why you don't tell me about your plan with her, Dandy?" tanya Airine penuh penekanan. Dia berusaha menahan isak tangisnya. Dia tidak ingin menambah kegaduhan di tempat umum, lebih tepatnya dia tidak ingin menjadi pusat perhatian.

"Airine, kalau aku tahu aku pasti cerita ke kamu. Ini diluar perkiraanku. Papa panggil aku mau ketemu, jadi aku oke aja buat ke sana. Aku nggak tahu kalau akan ada Clairine di sana, aku nggak tahu kalau rencana papa ngajakin ketemu buat bahas soal ini."

Dandy berusaha meyakinkan Airine jika ini bukan disengaja, dia benar-benar tidak tahu soal ini. Namun, Airine masih diam dan memandangnya penuh selidik.

"Don't give me a lie. Aku tahu kamu pernah membahas soal perjodohan ini dulu. Kamu nggak bilang ini ke aku secara langsung, tapi aku tahu dari orang lain," ujarnya sembari menyeringai. "Kenapa harus dari orang lain, Dandy? Kamu anggap aku orang asing? Ah, iya juga, sih. Cuman teman kerja doang, kan?" ujar Airine sambil menggeleng pelan.

"Ai, nggak gitu. Aku anggap itu nggak penting karena aku belum ngasih keputusan. Aku juga nggak mau nambahin beban pikiran kamu, apalagi kamu ada masalah sama keuangan dan keluarga kamu juga," ujar Dandy mencoba memberikan alasan terbaiknya.

Sayangnya, Airine tertawa mendengar jawaban tadi. "Sekarang pun aku masih terlilit masalah keuangan. Sampai kapan kamu mau simpan soal itu? Sampai aku tahu dari orang lain lagi?"

Dandy susah payah meneguk ludahnya, dia benar-benar kehabisan akal untuk menenangkan Airine dan emosinya yang meluap-luap.

"Airine, please forgive me. I am stupid, i let you down because of me. Please, don't leave me. I said no to him, because i love you. I did not see Clairine the way i see you. I love you, Airine. Not as a friend, but as a women. Do you want to become my girlfriend, Airine?" ungkap Dandy dengan segenap kekuatan yang tersisa. 

Jantungnya benar-benar berdegup dengan kencang. Gugup dan takut bercampur menjadi satu, dia tidak menghiraukan orang-orang yang lalu lalang di sekitar, hanya Airine yang menjadi fokus utamanya. Orang yang dia cari seharian dengan kalang kabut, dia sudah hampir putus asa hingga seseorang membantunya menemukan Airine.

Airine melongo menatap Dandy, dia tidak percaya akan mendengar ucapan ini darinya. 

"Kamu serius? T-tapi, kenapa aku? Kamu tahu sendiri aku nggak sebanding sama kamu, dari segi latar belakang apalagi, udah kayak langit sama bumi. Kamu punya segalanya yang kamu mau, keluarga yang mendukung kamu, you have privillage but you did not use that. Kenapa aku, Dandy?"

Sekujur badan Airine gemetar, matanya memanas. Ini yang dia inginkan, ini doanya sepanjang malam supaya dia tidak lagi bertepuk sebelah tangan. Setelah mendapatkan kepastian jika dia memang sudah tidak lagi ada perasaan pada Elano, dia semakin mendoakan Dandy untuknya. Namun, dia tidak akan bisa lupa bagaimana papanya Dandy memperlakukannya. Terlalu menyakitkan untuk dilupakan.

Dandy memegang jemari Airine, kali ini tidak ditolak olehnya. Mereka saling menatap, mencari jawaban dari pancaran mata masing-masing. Jawaban tulus dari hati terdalam mengenai perasaan mereka yang sebenarnya.

-Bersambung-



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro