Chapter 17 Hama Minggat?!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hama!"

"Lagi-lagi si Hama buat masalah!"

"Aku kesal sekali dengan Hama!"

Suasana di kelas X-3 begitu ramai bagaikan pasar tradisional. Hanya satu orang saja membuat kekacauan dan kehebohan di kelas.

Whuzz!!!

Secepat kilatan cahaya baru melintas di depan kelas X-3. Seekor hewan Jaguar mengejar di belakang.

"Jangan lari kau Hama!" seru sang Jaguar.

"Kejar aku sampai bisa... Wlee," Hama menyahut sambil menjulurkan lidah meledek.

Sebuah rantai besi membentang lurus mengikuti kilatan cahaya. Rantai besi itu melilit kaki hingga kilatan cahaya berhenti.

"E-ehh!"

Bruk!!

Hama terjatuh dengan tidak elitnya. Bibirnya mencium lantai bekas sepatu bercampur lumpur. Jaguar yang mengejar di belakang Hama ikut terjatuh. Yuu jatuh di atas tubuh Hama yang kecil.

"Aduh! Berat!" rintih Hama kesakitan. Ia merasakan beban berat di atas tubuhnya.

Yuu berusaha berdiri. Ia menjadi tubuh Hama sebagai tumpuan.

"Yuu... Tolong bangunkan aku," Hama memohon. Ia sudah mengulurkan tangan kanan.

Yuu menatap Hama. "Tidak mau! Bangun saja sendiri," balas Yuu. Ia membersihkan sedikit debu yang menempel di seragam. Yuu sempat melirik kecil ke arah Hama, ia pun pergi meninggalkan Hama yang masih terjatuh.

Hama menatap Yuu pergi. Semakin lama sosok Yuu hilang. Raut kesedihan terpancar di wajah Hama. Ia berusaha berdiri dengan rasa nyeri di punggung.

"Aww,"

Hama melihat sikut tangan kiri terluka. Kaki kanan terasa sakit bekas lilitan rantai besi yang sudah menghilang. Hama berjalan menuju ke ruang UKS dengan tertatih.

Di tengah perjalanan Hama bertemu dengan Eba. Eba sedang mendengarkan musik sambil berjalan santai.

"Eba-san," panggil Hama pelan.

Eba menghentikan langkah kakinya. Ia melirik sekilas ke arah Hama. "Apa?" tanya Eba cuek.

"Bisa... tolong antarkan aku ke UKS," Hama menjawab menahan rasa nyilu di sikut kiri.

"Maaf, aku sibuk," balas Eba cuek. Eba pun melanjutkan perjalanan yang tertunda. Ia sesekali bersiul mengikuti irama lagu.

Hama sedih. Ia kembali melangkahkan kaki dengan tertatih. Hama hampir tiba di ruang UKS. Namun, seorang Pemuda tidak sengaja menabrak dirinya. Hama pun terjatuh untuk kedua kalinya.

"Aww...," Lutut Hama terbentuk tembok cukup keras. Ada luka memar yang timbul di sana.

"Eh Hama, maaf ya. Aku sedang buru-buru," Riito merapatkan kedua tangan di depan Hama. Ia langsung pergi meninggalkan Hama tanpa menolongnya terlebih dahulu.

"Rii," ucap Hama pelan. Ia merasa sakit di luar maupun di dalam. Hama mencoba berdiri dengan memegang tembok. Ia berjalan sedikit, lalu membuka pintu ruang UKS.

Kosong. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam ruang UKS.

"Halo, apa ada seseorang?"

Hama berjalan tertatih menuju brankar. Ia mendudukan diri di sana.

Airmata jatuh membasahi rok Hama. Hama menangis dalam diam. Ia merasa sakit hati dengan perlakuan teman-temannya. Tidak ada satupun yang mau menolong dirinya.

Walau Hama suka berbuat jahil. Ia hanya ingin menghibur teman-teman yang terlihat sedih. Namun... Hama hanya di anggap pembuat onar dan rusuh di kelas.

Hama memutuskan untuk tidur. Ia membiarkan luka di sikut kiri dan lutut kanan. Kedua mata tertutup rapat.

"Target yang cocok," ucap seseorang di balik bayangan. Bayangan itu menghilang dalam sekejap mata.

@@@@@

Riza dan Lisa mendapatkan tugas piket hari ini. Murid-murid telah pulang ke rumah masing-masing. Sepi dan sunyi.

"Riza, nanti pulang sekolah kau mau kemana?" Lisa bertanya. Ia sedang menghapus papan tulis.

Riza sendiri tengah membereskan sampah-sampah yang berada di dalam kolong meja. "Hatchiu!"

Riza mengosok-gosokan hidung yang gatal. "Hmm... Langsung pulang, mungkin," jawab Riza. Ia masih bersin-bersin. Ingus sampai meler keluar membasahi mulut.

"Selesai," ujar Lisa. Kemudian ia mengambil kemoceng yang tergantung di sebelah kanan papan tulis. Ia berjalan ke arah meja guru, lalu membersihkan debu-debu yang menempel di meja.

Perkejaan Riza hampir selesai. Tersisa meja milik Hama yang berada di belakang barisan keempat. Sebuah tas masih tertinggal di sana.

"Ini kan tas Hama," ucap Riza mengambil tas milik Hama. Lisa menghampiri Riza.

"Hmm... Aku sejak tadi istirahat pertama tidak melihatnya," Lisa berkomentar.

Riza mengangukan kepala tanda setuju. Teman-teman yang lain juga tidak terlalu peduli dengan kehadiran Hama di kelas sejak tadi.

"Kita biarkan saja atau bagaimana?" Riza bertanya kepada Lisa. Lisa berpikir sejenak.

Tutt!

Sebuah suara tiba-tiba muncul tanpa di undang. Riza memegang perutnya. "Maaf," ucap Riza malu. Ia nenundukan kepala ke bawah.

Lisa tertawa kecil. Jarak di antara dirinya dan Riza sedikit jauh. Jadi, Lisa tidak terkena dampak dari kekuatan Riza yang bisa membuat seseorang pingsan bahkan sampai hilang ingatan sesaat.

"Lebih baik kita taruh saja di sini," jawab Lisa akhirnya. Ia melirik ke arah jam dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore.

"Sebaiknya kita pulang," saran Lisa. Tugas Lisa juga telah selesai begitu pula demgan Riza.

"O-oke," Riza setuju. Ia masih malu dengan kejadian tadi.

Riza dan Lisa mulai meninggalkan kelas. Pintu kelas tertutup. Lisa mengunci pintu. Ia membiarkan kunci kelas tergantung di sana.

@@@@@

Keesekon harinya...

Kegiatan di sekolah Circle Academy berlangsung seperti biasa. Murid-murid khususnya kelas X-3 beraktivitas secara 'normal'.

"Hei, siapa yang sudah mengerjakan tugas Biologi?" tanya Kripik. Ia berdiri di depan kelas.

"Aku," Riito menjawab. Kedua mata Kripik berbinar. Ia langsung berlari ke arah meja Riito.

"Boleh aku melihatnya," Kripik memohon. Ia menyatukan kedua tangan di depan. Wajah polos seperti anak Ayam yang belum di beri makan.

Riito berpikir sejenak. Ia mengerjakan tugas Biologi semalaman sampai begadang. Senyum tipis terukir di bibir.

"Boleh," Riito berucap. Kripik baru saja akan melakukan gerakan kayang, tapi... "Ada satu syarat tentunya," lanjut Riito.

Tubuh Kripik mematung. Ia memiliki firasat buruk, apalagi Riito bergaul dengan Yesa dan Resa terkenal akan keisengan yang hakiki.

"Tidak jadi. Aku tidak apa jika mendapatkan hukuman!" Kripik menolak tegas. Ia pergi kembali ke tempat duduk. Kepalanya di tempelkan ke meja dan dalam hitungan detik Kripik sudah masuk ke dalam khayalan indah.

Riito terkejut akan jawaban Kripik. Senyum tipis berubah menjadi kesedihan. Fantasi yang ia inginkan tidak terkabulkan.

"Huahh... Bunda Resa.. Kak Yesa... Aku sedih," tangis berlebihan Riito. Ia sampai menggerogoti meja miliknya.

@@@@@

Seorang gadis terduduk lemas di bawah kolong jembatan. Rambut abu-abu pendek. Iris mata berwarna hijau bening. Seragam sekolah yang terlihat lusuh dan tas selempang cokelat ia kenakan.

"Hiks...,"

Hamakaze. Ia menangis semalaman. Hujan yang turun di malam hari, membuat tubuhnya sedikit menggigil kedinginan.

"Ibu... Ayah... Hama kangen dengan kalian," Hama meringkuk dalam dingin. Airmata sudah kering tak tersisa.

Hama si Gadis ceria dan pembawa kehebohan dalam keseharian kini begitu rapuh dan lemah. Ia sangat butuh seseorang untuk mencurahkan isi hatinya.

Sejak pulang sekolah, Hama tidak kembali ke rumah. Ia memilih untuk menenangkan diri. Tak ada seorangpun yang akan mencarinya. Ia hanyalah Gadis kesepian yang butuh kasih sayang.

Kedua orang tua Hama sudah lama pergi meninggalkan dirinya. Ia tidak tahu kabar terakhir dari mereka, yang Hama tahu Ibunya telah melahirkan seorang anak laki-laki.

"Aku...," ucapan Hama terputus.

Tiba-tiba sosok siluet hitam muncul di depannya. Hama tidak merasakan kedatangan sosok tersebut. Ia merasa takut dengan aura yang seakan mengintimidasi dirinya.

"Kau butuh teman?" tanya suara berat dari sosok siluet tersebut.

Hama seperti mengenal suara itu. Seorang Pria, namun ia lupa pernah mendengar di mana.

"Hamakaze... Pemilik 'bakat khusus' Speed of Light,"

"Ba-bagaimana ka-kau tahu?" Hama merasa semakin takut. Ia takut di culik oleh om-om pedofil.

Sosok siluet itu tersenyum di balik bayangan kegelapan. Ia berjalan mendekati Hama. Ia mengelus lembut surai abu-abu Hama.

Awalnya Hama merasa takut. Ia tidak bisa menghindar di karenakan kondisi tubuhnya yang mulai melemah. Kini Hama merasa nyaman.

"Aku akan menjadi temanmu. Tenang saja... Aku tidak jahat seperti 'mereka', " ujar sosok siluet lembut.

"Ba-baik, aku a-akan ikut denganm-,"

Hama tak sadarkan diri. Tubuhnya semakin lemah. Wajah pucat menjadi salah satu tanda.

Sosok siluet itu mengangkat tubuh Hama ke dalam gendongan ala bride style. Hama dan sosok siluet menghilang dalam bayangan jembatan.

Bagaimanakah nasip Hama?

Apakah ada yang menyadari kehadiran Hama?

#############@@@@@@##############

~Minggu, 30 Agustus 2020~

Next Chapter 17 Eba, Anggota OSIS tergalak

Hama aka LuciferLeah
Yuu aka devu_ina
Eba aka AmoebaPro
Riito aka RiitoDeru
Lisa aka lisa_976
Riza aka AhmadRizani
Kripik aka kripik_kun

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro