II. Mahabarats Online

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

xoxoxoxo
xoxoxoxoxoxoxoxo
SciFi
xoxoxoxoxoxoxoxo
xoxoxoxo

"Aku menantangmu menyelesaikan game ini."

Candra mengayunkan sebuah micro SD yang terbungkus dengan kotak plastik bergambar lima tokoh berbaju zirah dengan desain pewayangan. Dill memandang temannya dengan tatapan skeptis.

"Oh, come on, Can." Dill mendengus sambil melipat dada. "Ngapain kamu ngajak aku maen game yang keakuratan sejarahnya diragukan?"

"Justru itu. Kamu itu kebanyakan baca sejarah, butuh yang agak seru." Dill melihat temannya sejak kecil itu terus berceloteh. "Lagian, kamu tahu Arya dari kelas sebelah? Dia dapat gelar karakter terkuat di Mahabarats Online."

Dill menghela napas. "Can, sejarah sendiri udah seru dan yang kedua, peduli amat sama Arya. Aku bahkan ga kenal dia."

"Ck! Udah ah, main aja kali. Aku bayarin." Candra kehilangan kesabarannya. Dia segera menyeret Dill menuju rental Virtual Reality Drive dekat sekolah, memaksanya menggunakan helm berultrasonik yang membuatnya tertidur.

Setelah disuguhi oleh berbagai macam pilihan yang tidak dia mengerti termasuk memilih sphere, semacam memilih kelas, Dill akhirnya membuka mata. Dia sudah berada di sebuah padepokan. Sekelilingnya dipenuhi orang-orang yang memakai baju dari abad kedua belas dari Nusantara. Beberapa memakai pelindung dada dan membawa pedang, sementara yang lain memakai pelindung bahu dan panah. Dill melihat dirinya sendiri dan menyadari bahwa dia hanya bertelanjang dada dengan celana kain sederhana menutupi bagian bawah badannya.

WTH?!

"Bagus 'kan?" Candra yang memakai baju zirah nyaris lengkap sambil memanggul semacam gada di bahunya. Mau tak mau Dill harus mengakui dirinya tampak menyedihkan bila berdiri di samping Candra yang memakai alias Bima di sana. Dia mengintip ke arah atas kepala Candra, bocah itu sudah level 80. Pantas saja.

"Terus kita ngapain?"

"Kamu ambil sphere Arjuna?" tanya Candra mengamati penampilanku dari atas sampai bawah. "Cocok sama kamu yang ga suka mengotori tanganmu."

Dill mendengus, dia memang memilih pemanah karena tidak suka pertempuran langsung. "Game ini diambil dari mitos Mahabarata 'kan?" Dia melihat sekeliling. "Tapi kenapa settingnya seperti kerajaan Majapahit? Bukannya Mahabarata dari India?"

Candra memandang temannya dengan tidak percaya. "Kunyuk! Kita di sini untuk bermain! Bukan untuk memprotes kreativitas dari penciptanya. Ayo kita segera membelikanmu baju yang lebih bagus. Bersyukurlah memiliki teman yang baik hati seperti aku."

"Candra?!" Sebuah suara membuat kedua sahabat itu berhenti. "Candra, 'kan?"

Dill menoleh dan memandangi pemuda yang memakai zirah emas menutupi kepala sampai kaki dengan sebuah burung setinggi badan manusia mengepakkan sayapnya untuk melayang di atas tanah, di sampingnya. Siapa pula orang ini? Sepertinya levelnya lebih tinggi dari Candra.

"Arya?" Candra langsung sumringah dan menghampiri pemuda berambut coklat pendek itu.

"Ini siapa?" tanya Arya memandang Dill. "Pemain baru?"

"Dia Dill, Ya. Baru aja maen. Ini aku mau GB (membantu menaikkan level) dia. Gila kamu, baru ganti armor lagi? Ini Yudhistira Set 'kan? Armor paling bagus sejagad Mahabarats!"

Dill tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh kedua teman sekolahnya dan memutuskan untuk memandang sekeliling, mempelajari dunia yang ada. Harus dia akui, setting yang dibangun menyerupai asli dan dia dapat merasakan angin bertiup. Mau tidak mau Dill merasa kagum dengan kemajuan teknologi yang ada. Mungkin bermain game seperti ini sekali-kali boleh juga.

Tiba-tiba saja dia merasa pandangannya menggelap dan suara sebuah denging memenuhi telinga. Hanya sekejap dan ketika dia membuka matanya dia melihat tubuhnya tidak lagi utuh, beberapa bagian tangan dan kakinya menghinggap beberapa pixel liar. Dia bahkan merasa tubuhnya berkedip.

"Candra!" seru Dill panik.

Temannya itu menoleh. Namun badan Dill telah kembali normal.

"Ada apa?" tanya Candra heran. "Ngapain teriak-teriak?"

Dill tidak menjawab. Napasnya memburu.

"A-aku kayanya mau balik aja ...." Dill menoleh-noleh, mencari tombol Log Out di interface tapi tidak menemukan apapun. "Can, di mana tombol log out-nya? Aku ga nemu!"

"Apaan sih? Kok tiba-tiba panik?" Candra berdecak kesal. Salahnya sendiri membawa Newbie ke dalam game. "Tombolnya ada di kanan atas."

"Mana? Ga ada!" Dill makin panik. Tangannya terasa basah. Game ini realistis sekali, sampai keringat pun terasa.

"Duh! Gitu aja kok ga keliatan! Itu di--"

Candra terdiam. Wajahnya berubah pucat. "To-tombolnya hilang ...."

"Punyaku juga ga ada." Arya ikut menyahut, tapi lebih tenang. "Sepertinya, kita ga bisa keluar dari game ini ...."

Candra dan Dill bertukar pandang sambil menelan ludah.

"Aku sudah mengirim pesan kepada GM (Game Master, semacam admin). Kalian tenang saja," ucap Arya tetap kalem. "Tenang saja, ini palingan hanya glitch. Ah, balasannya sudah datang."

Dill dan Chandra menatap Arya yang sepertinya membaca sebuah surat tak tampak di depannya. Namun, wajah pemuda itu berubah keras. Matanya membelalak tidak percaya. Kedua sahabat itu kembali bertukar pandang, firasat mereka buruk.

"Ada masalah dengan server utama." Suara Arya tercekat. "Kita ga bisa keluar sampai masalahnya beres."

"Kapan?" tanya Dill tidak sabar.

Arya mengangkat bahu. "Entah, kita hanya bisa menunggu. Tenang saja, GM pasti akan membereskan masa--"

Suara dengingan kembali muncul di telinganya dan pixel tubuhnya berulah. Dill menutup telinga berusaha menghilangkan suara yang nyaris memecahkan gendang telinganya.

"Dill!" seru Candra memegang kedua pundak temannya. "Woi! Kamu enggak apa-apa?"

"Ugh." Dill masih berusaha menyeimbangkan diri.

"Cari kitab Negarakertagama." Sebuah suara seperti mesin terdistorsi terdengar. "Cari, sebelum mereka menemukannya."

"Apa?" tanya Dill tidak paham.

"Cari ... sebelum ... atau ... mati ...." Suara itu semakin tidak jelas. Distorsinya semakin parah.

"AAARGH!!!" Dill menjerit sebelum pandangannya menggelap.

Kali ini, lebih lama.

.

xoxoxoxoxo
xoxoxoxoxoxoxoxoxoxox
Part 2 by : PhiliaFate
xoxoxoxoxoxoxoxoxoxox
xoxoxoxoxo

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro