Melepasmu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah mengganti bajunya, Hana menuju ruang tamu, menemui laki-laki yang sebetulnya tak ingin ia temui.

''Kamu itu seperti dukun ya. Ini pelarian rahasia. Nggak mungkin Ibu yang ngasih tau kalau aku di sini.'' ucap Hana sambil membuka pintu depan. Entah kenapa dia tak ingin berdua saja di ruangan itu.

''Kalau aku dukun, sudah aku jampi-jampi kamu dari dulu.'' dia menggeser kardus di bawah kakinya dan memberikannya pada Hana.

''Apa ini?''

''Buka aja. Tenang bukan bom kok. Kalau pun bom kamu jangan khawatir, kita akan mati bersama.''

Hana mencibir. Dari baunya sebenarnya Hana sudah tau, tapi akhirnya dia membukanya juga.

''Kamu lupa kalau di belakang rumahku ada kebun salak.''

''Punya sendiri sama di kasih itu beda.'' dia mengambil salak dan mengupasnya.

''Terus sekarang katakan. Kenapa tau aku di sini, bawa-bawa salak segala, terus ngapain kesini?'' Hana mencecarnya. Matanya menyipit dan menatap tajam.

''Aku akan ke Jepang,'' jawabnya dan balas menatap Hana.

Selanjutnya tak ada yang bersuara. Hana masih menatapnya, dia tau bahwa laki-laki di depannya sangat ingin pergi ke Jepang sudah lama.

''Annas....'' panggil Hana pelan dan lirih.

''Biar aku jelasin satu-satu,'' tangannya terulur menyerahkan salak yang tadi telah di kupasnya, ''Bukan Ibu yang kasih tau. Aku hanya tau aja pasti kamu di sini. Kalau salaknya aku beli di bus. Kenapa aku kesini? Aku pamit. Minggu depan aku udah terbang ke Jepang.'' Annas tersenyum dan menghela napas dengan berat.

Hana menerima salak tersebut dan balas tersenyum, ''Makasih,'' ucapnya singkat.

Annas memandangnya sedih, namun mengangguk kemudian, ''Aku ingin tanya sesuatu,'' bisiknya pelan.

''Apa.''

Annas mengembuskan napasnya, ''Apa kau pernah mencintaiku, sehari saja?'' dia mendekat ke arah Hana.

Hana berdiri, membuang biji salak ke tempat sampah dan kembali duduk, sengaja mengambil tempat terjauh dari Annas. Kemudian dia mengangguk.

Annas termangu. Memandang tajam pada Hana, ''Aku ingin kamu jujur.''

Hana berdehem, ''Jujur itu kadang menyakitkan,'' jawab Hana.

Mendadak ruangan itu kembali sunyi. Hana belum siap menikah. Umurnya saat itu baru 18 tahun. Impiannya belum tercapai, lagipula kalau menikah muda bagaimana dengan Raka yang masih sekolah.

Hana belajar mencintai Annas. Katanya tak ada yang bisa menolak Annas Adhikari. Pun demikian yang terjadi pada Hanna. Annas yang tak kenal lelah untuk mendapatkannya.

Walau Hana masih merab-raba perasaannya. Akhirnya dia menjawab 'iya' ketika mereka pergi ke pantai, dan dalam perjalanan pulang mereka berhenti di sebuah Masjid. Annas ingin menjadi imam dalam sholat-shola mereka selanjutnya.

Walau umur katanya hanya hitungan angka, tapi Annas melupakan perbedaan usia mereka. Hana yang masih 18 tahun, dan dia sendiri yang hampir 29 tahun. Hana yang masih labil yang masih ingin menggapai cita-citanya dan terbang bebas. Sementara Annas yang sudah matang dan siap menikah.

Laki-laki itu tergesa. Entah takut Hana di ambil orang, atau takut dengan target umurnya untuk segera menikah.

Tangannya menggenggam Hana erat, dan membawanya berlari. Tak acuh pada Hana yang di belakangnya terseok untuk mengimbangi.

Annas yang tak bisa di bantah, yang menginginkan dan memutuskan segalanya. Sementara Hana harus mengikutinya.

Puncaknya ketika keluarga Annas yang ternyata tak merestui hubungan mereka. Dan Annas yang terus memaksa dan mengajaknya kawin lari.

Akhirnya Hana merasa tak sanggup dan terbebani. Kalau dia menerima ajakan Annas, lalu Ibu dan adiknya bagaimana. Cinta laki-laki itu yang begitu besar dan memaksa ternyata menghancurkan perasaan Hana yang belum tumbuh sempurna. Hana takut, dia menyerah.

''Maaf,'' Hana memandang Annas sendu. Kali ini dia tak menghindar ketika Annas menggapai tangannya, ''Mungkin seharusnya kata maaf aku ucapin sepuluh tahun yang lalu.''

''Apa keluargaku pernah melakukan sesuatu padamu?''

Hana menggeleng. Bukan padanya, tapi pada Ibunya. Hana tak mungkin menyerahkan hatinya pada seseorang yang telah membuat ibunya menangis dalam diam.

''Semoga kamu bahagia,'' senyum Annas getir. Setidaknya dia telah memperjuangkan cintanya selama bertahun-tahun. Doa itu bukan hanya untuk wanita terkasihnya, tapi juga harapan untuk dirinya sendiri kelak.

''Kau pasti akan mendapatkan yang terbaik.'' Hana memberikan senyum tulusnya.

''Pasti,'' Annas mengangguk mantap, ''Jalan-jalan yuk?'' sambungnya lagi.

''Kemana?'' tanya Hana heran.

''Makan-makan. Farewell party.''

Hana tertawa, ''Jangan bilang kalau kamu mau selamanya kerja di Jepang. Ketemu sama Miyabi, Masako, Royko.''

Annas tersenyum dan menelan ludahnya yang terasa getir, ''Aku pasti akan kembali, karena kau adalah tempatku pulang. Tapi dalam waktu yang lama mungkin?'' ucapnya kemudian.

Hana mengembuskan napas dan menggeleng, ''Huh. Kau mulai lagi.''

*****

Mereka sudah berada di dalam sebuah Cafe. Hana memandang Annas yang sedang memesan makanannya.

''Aku ganteng banget kan?'' goda Annas yang menyadari tatapan Hana.

Hana langsung mencibir, ''Ternyata kamu sudah tua ya.'' jawabnya yang membuat Annas mendengus kesal.

Ada sepasang kekasih bergandengan tangan dan duduk tepat di sebelah meja mereka.

''Aku sudah memutuskan tanggal pernikahan kita.'' ujar si cowok memandang kekasihnya penuh cinta.

''Aku belum siap nikah.'' jawab si cewek.

Hana melirik Annas, sementara Annas hanya mengangkat bahu. Gadis itu masih memakai seragam putih abu-abunya, sementara kekasihnya memakai setelan kantoran, mungkin CEO? Siapa yang tau.

*****

Annas mengantarkan kembali Hana ke rumah Raka. Mereka berjalan bersisian, ketika ada mobil dari arah belakang. Reflek Annas menarik lengan Hana agar berjalan tak terlalu ke tengah. Mobil itu berhenti di seberang rumah Raka.

''Terimakasih. Malam ini indah,'' Annas maju selangkah menekati Hana, ''Boleh aku peluk kamu sebentar.'' tanya Annas penuh harap.

Lama menimbang, akhirnya Hana menggeleng. Dia hanya meraih tangan Annas dan menggenggamnya erat. Annas mengerti dan semuanya sudah sangat jelas sekarang.

Annas menatap Hana lama. Menyimpannya dalam memori otaknya. Membalikkan tubuh dan berjalan mantap.

Sementara Hana memandang punggung yang pernah jadi sandarannya untuk sesaat.

Hana mendesah, menyenderkan punggungnya di balik pintu. Terdengar suara ketukan pintu pelan.

''Annas. Apa-'' suaranya mendadak hilang. Ia mundur satu langkah dan menggeleng cepat.

-------------------------------------------------------------------

10:10 pm
Gempas :))

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro