Kenyataan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

2 hari sebelumnya

Malam itu Sawala sangat gugup. Dia terus meremas kedua tangannya. Mobil travel yang ia tumpangi serasa jalan di tempat.

Dia sudah tak sabar untuk sampai ke rumah, menemui orang yang sangat di rindukan dan di cintainya, Tanjung.

Menghela napas pelan, kemudian tersenyum kecut. Apa pun usaha untuk tidak memikirkan kabar yang menakutkan itu, Sawala tetap harus mempertahankannya. Itu yang dia pikirkan saat Dinda, salah seorang temannya yang juga bekerja di Jagung Kuning mengatakan kalau Tanjung dan Hana sering bertemu.

Sudah menjelang subuh saat Sawala sampai di rumahnya. Selama ini dia jarang pulang, walau jarak antara kampus dan rumahnya cuma 4 jam. Keluarganya dan Tanjung lah yang sering mengunjunginya.

*****

''Tanjung mana?'' tanya Sawala pada Dinda.

''Belum datang. Beberapa hari ini datangnya malam-malam,'' jawabnya.

''Hana sering ke sini?'' tanya Sawala penasaran, kedua alisnya yang tipis saling bertaut.

''Seingatku cuma sekali, dia datang sendiri tapi teman-temannya nyusul belakangan.''

Sawala mengangguk dan berjalan menaiki tangga menuju ruangan Tanjung. Pintunya tak terkunci, dia menarik kursi dan menghempaskan tubuhnya di atas kursi tersebut. Mengamati ruangan yang sederhana tapi nyaman. Hanya ada sepasang meja kursi, lemari pendingin, rak berisi buku-buku, dan juga laptop di atas meja. Ruangannya juga bersih dan wangi. Yang paling mencolok sekarang ada bunga hias yang menggantung di jendela.

Dia duduk sambil menyesap Chamomile tea buatan Dinda tadi. Ini sudah malam tapi Tanjung tak kunjung datang. Tangan kananannya masih menempelkan ponsel ke telinga.

The number you are calling ...

Sawala ingin membanting ponselnya. Sudah puluhan kali dia mencoba menghubungi Tanjung, tapi ponselnya selalu tidak aktif.

Dia mencoret-coret kertas yang tadi ia ambil secara asal dari meja Tanjung. Meremas dan mengambil kertas lain. Matanya terbelalak kaget tak percaya ketika dia menemukan sebuah nama dan alamat yang sudah tak asing baginya di atas kertas.

Masih terpaku dengan fakta yang sudah ia temukan saat ia mendengar pintu ruang kerja Tanjung menggeser terbuka.

Sawala tau pasti bukan karyawan Jagung Kuning. Karena tak ada satu pun dari mereka yang berani masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

''Tanjung ....'' Sawala berkedip memastikan penglihatannya. Tersenyum bahagia orang yang ditunggunya sejak tadi sudah datang.

Tanjung tersenyum samar. Bersandar di pinggir pintu. Wajahnya terlihat kuyu dengan lingkaran hitam di bawah matanya dan rambutnya mencuat kemana-mana, berantakan.

''Lala, aku ....'' Tanjung memejamkan matanya.

''Kamu ... ke mana aja? Aku telepon selalu nggak aktif. Apa kau begitu sibuk. Udah nggak punya waktu lagi buatku huh.''

''Maaf,'' suara Tanjung terdengar bergetar, ''maafkan aku La ....'' ia masih berbisik.

Sawala tak ingin mendengar kata maaf dari Tanjung. Segera ia berdiri dan berlari memeluk lelaki itu erat.

''Jangan bilang maaf lagi. Aku nggak mau.'' Sawala menggeleng.

''Tapi La, kita ....'' Tanjung melepaskan pelukan Sawala, memegang ke dua bahunya dan menatapnya sendu.

''Tapi kenapa harus Hana?'' tanyanya menghiba. Air matanya sudah tumpah.

Tanjung mengelap air mata itu dengan ibu jarinya. Membimbing Sawala untuk duduk kembali, ''Aku sadar kalau aku brengsek,'' jawabnya sambil tersenyum kecil. Dia tau kalau Sawala tak pernah sudi untuk membicarakan tentang Hana.

Sawala menangis terisak. Menumpahkan airmata yang sudah dia tahan. Tak peduli lagi bagaimana kelihatannya sekarang. Dia memang sering menggampangkan segalanya. Dia lebih senang tinggal di kota di mana dia kuliah karena sebulan sekali Tajung juga akan mengunjunginya.

Sawala teringat dengan obrolannya dengan Dinda tadi, bahwa pada akhirnya yang istimewa akan kalah dengan yang selalu ada.

Sekarang Tanjung sering menemui Hana di peternakan dengan segala macam alasan yang lelaki itu buat.

Jagung Kuning tak lagi membeli telor di pasar yang letaknya hanya menyeberang jalan, kemudian yang sedari awal hanya menggunakan ayam jawa atau kampung, sekarang setengahnya mengambil dari peternakan milik Hana.

Dan tadi Sawala menemukan selembar kertas bertuliskan alamat Raka di Bekasi. Tentang Raka pasti berhubungan dengan Hana.

Sawala tau Tanjung telah menghianatinya. Tapi dia tak akan menyerah.

*****

Sawala mengembuskan napas panjang, memandang foto dirinya dan Tanjung yang di ambil saat lebaran tahun kemarin.

''Kau harus cepat. Iya kurasa dia akan menyusulnya, aku menemukan alamatnya tadi.'' Sawala mematikan sambungan teleponnya dan tersenyum puas.

-------------------------------------------------------------------

9:10 pm
Gempas, 02012016

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro