Mengalah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lonely, I'm Lonely
I have nobody for my own
I'm so lonely, I'm Lonely
I have nobody for my own
I'm so lonely

Lonely - Akon

-------------------------------------------------------------------

Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Hana menoleh, di lihatnya Raka berdiri di ambang pintu. Dia berjalan pelan, lalu menghempaskan tubuhnya yang besar di sebelah sang kakak yang sedang tiduran.

''Kula nyuwun sewu.'' candanya, ''Serius banget bacanya, novel mesum ya.'' Raka merebut novel yang sedang di baca Hana. Dia memang senang sekali menggoda kakaknya.

''Apaan kamu sih.'' Hana bangkit lalu merebut bukunya kembali, meletakkan pada rak buku di sebelah kanan ranjang tempat tidurnya. Ia kesal kalau Raka sudah masuk ke kamarnya, adiknya suka bikin berantakan.

Raka kemudian memilih memainkan boneka lumba-lumba, hadiahnya dulu untuk sang kakak. ''Sudah kepikiran mau usaha apa mbak? Ngomong-ngomong selamat ya, akhirnya apa yang di cita-citakan tercapai. Akhirnya Ibu punya seorang Sarjana.'' Raka tersenyum jahil. Sekaligus ada binar bangga di matanya.

''Makasih. Semoga kamu lekas nyusul.'' setelah menyelesaikan kontrak pertamanya, Hana ingin kuliah. Di Universitas Terbuka Hong Kong atau UTHK, Hana menggapai mimpinya. Walau dia harus pintar membagi waktu antara pekerjaan dan kuliah. Akhirnya setelah empat tahun, dia tak hanya punya gelar 'Pahlawan Devisa' tapi juga 'Sarjana Sastra'. Dan ada banyak BMI yang seperti Hana di Hong Kong.

''Nikah aja mbak. Kalau mau kerja juga jangan jauh-jauh, cari di kota ini aja. Kasihan Ibu di rumah sendirian nggak ada yang jagain.''

Hana hanya mengangguk. 'menikah? Dengan siapa? Calonpun tak ada'

Ibunya, Rasika. Sudah terlalu tua untuk di tinggalkan. Mau tak mau, Hana memang harus memikirkan usaha yang tak perlu jauh-jauh dari rumahnya.

''Peternakan ayam saja menurutmu gimana? Kata Ibu, peternakan punya Pak Dharma sudah lumayan lama nggak di pakai, bisa di sewa.''

''Ya terserah. Kalau mbak Nana butuh sesuatu bilang aja,'' ucap Raka. Lalu dia bangkit menuju lemari pakaian milik Hana.

''Nyari apaan.'' Hana mencebik kesal, lagi-lagi Raka buat rusuh.

''Tas hitam besar, besok pagi udah mau balik.'' Raka membongkar isi lemari bagian bawah, mengacaknya, sengaja biar kakaknya tambah kesal.

''Cepet banget?''

Raka menutup lemari setelah menemukan apa yang dia cari. ''Ya kan ini bukan cuti, cuma libur biasa Sabtu dan Minggu.'' tanpa mengembalikan barang-barang yang berantakan di lantai. Dan Hana puas menimpuknya dengan bantal. Raka bekerja di Bekasi, tiga atau empat bulan sekali dia baru bisa pulang.

''Hati-hati bawa mobilnya, cicilannya belum lunas. Nggak usah ngebut, kalau ngantuk berhenti, istirahat dulu.'' nasehat wajar seorang kakak pada adiknya. Tapi Raka selalu menganggap kalau Hana over protective.

Jengah. Raka melangkah keluar, tapi di ambang pintu dia membalikkan tubuhnya, menarik kursi meja rias, dia duduk menatap Hana ragu. ''Mbak Nana,'' panggilnya pelan, ''Embun. Dia tanya apa mbak udah siap di langkahi?'' Raka menunduk, iba pada kakaknya. Keluarga Embun terus mendesaknya agar mereka segera menikah.

''Mbak nggak apa-apa,'' Hana mencoba tersenyum, ''Kalian udah lama nunggu, kalau di undur lagi tak enak sama keluarganya Embun.'' tak rela, tapi Hana harus belajar ikhlas. Dia tak boleh egois. Dia ingin Raka bahagia.

Sudah lama Raka dan Embun bersama. Bahkan sudah satu tahun ini mereka bertunangan. Keluarga Embun sudah lama mendesak mereka. Tapi sebagai keturunan orang Jawa, Rasika percaya kalau kakak perempuan di langkahi akan sulit menemukan jodoh nantinya. Lagi pula Hana masih kerja di Hong Kong, tidak mungkin dia tak menghadiri acara pernikahan adiknya.

''Benar mbak Nana nggak apa-apa?''

''Hhmm ....'' hanya itu yang terucap. Lidahnya terasa kelu. Bohong kalau dia merasa baik-baik saja. Tapi Hana mencoba untuk terus tersenyum demi Raka.

Raka memeluk kakaknya. ''Makasih mbak atas semuanya. Aku belum bisa balas semua kebaikan yang mbak berikan.''

*****

Hana membekap mulutnya. Tak cukup, kemudian dia membenamkan wajahnya pada bantal. Dia takut tangisnya terdengar oleh ibunya. Lelah. Kepalanya berdenyut nyeri, katakanlah dia cengeng, tapi Hana selalu mendahulukan kebahagiaan keluarganya di atas dirinya sendiri. Itu memang kewajibannya, kalau bukan dia lalu siapa lagi. Dan sekarang Hana merasa adiknya telah meninggalkannya.

-------------------------------------------------------------------

Gempas :))

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro