Rencana awal

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seminggu sudah Hana berada di rumah. Menikmati hidup jadi pengangguran. Bahagia berkumpul di tengah-tengah keluarga, hanya makan tidur.

Sore yang mendung. Ia senang dengan aroma tanah basah ketika hujan. Duduk di teras rumah ditemani secangkir kopi dan keripik pisang. Hana sedang bergosip dengan sahabat-sahabatnya.

''Kapan kamu nyusul kami Na. Aku aja anaknya udah dua,'' Andin, entah jadi orang keberapa yang menanyakan tentang status Hana. ''Nggak usah banyak milih,'' lanjutnya lagi. Sedari tadi mulutnya terlalu banyak bekerja, berbicara sambil mengunyah.

Hana mendengkus. ''Nanti jangan lupa, kamu harus ngasih kadonya dua bungkus.''

''Jangan sampai kalah sama Lala,'' ucap Anita.

''Lala siapa?'' tanya Hana penasaran.

''Sawala,'' jawab Anita singkat. ''Masa sama adik sendiri lupa, keterlaluan.''

Sawala. Adik tiri Hana. Hidupnya indah dan beruntung. Apa yang ia inginkan selalu mudah terpenuhi. Hana merasa sangat iri, hidupnya ibarat kaki jadi kepala, dan kepala jadi kaki.

''Gosipnya Lala lagi dekat sama Tanjung,'' ucap Sekar sambil mencomot keripik pisang yang ada di depan Andin. ''Tanjung yang punya warung lesehan dekat pasar itu,'' lanjutnya lagi.

Tanjung Umbara. Hana pernah bertemu dengannya satu minggu yang lalu, sewaktu mengembalikan mobil. Dan di sana pula, Hana melihat Sawala. Mereka tak bertegur sapa, karena selama ini Hana dan Sawala bagai air dan minyak yang tak bisa bersatu. Mereka saling menghindar.

''Keluarga mereka memang pintar pilih target,'' ucap Hana emosi. ''Mungkin sekarang saatnya ganti kasus, bukan anak tiri yang teraniaya tapi Ibu tiri yang tertindas.''

''Ceritanya mau balas dendam.'' Hanum yang dari tadi duduk diam ikut berbicara.

Hana mengangguk. Padahal selama ini dia bukan orang yang suka menyimpan dendam.

''Oh iya Na. Sebenarnya kemarin Bu Farida datang ke rumahku. Beliau tanya apa kamu sudah punya calon apa belum?'' tanya Hanum.

Hana meliriknya sahabatnya sekilas. Bu Farida memang memiliki dua anak laki-laki yang belum menikah. Dan salah satunya adalah Mahesa, mantan pacar Andin sewaktu SMA.

''Calon apaan, Lurah?'' Hana menjawabnya tak semangat.

''Iya. Pak Lurah di hati kamu,'' canda Hanum.

Cuaca yang tadi hanya mendung dan terasa gerah sekarang langit mulai menumpahkan isinya. Hana memandang bunga mawar kuning yang terkena tetesan air hujan.

''Kenapa Bu Farida nggak pernah ke rumahku, dan tanyakan sendiri padaku. Dari dulu hanya tanya orang lain, bikin gosip. Aku kan bukan artis.'' Hana kesal pada Bu Farida yang bertanya melalui orang lain, tapi tak pernah sekalipun menanyakan langsung padanya. Hana berdiri, menuju tepian teras. Menjulurkan tangannya, air hujan yang membasahi tangannya sedikit meredamkan emosi.

''Kamu mau pilih yang mana Na. Mahesa atau Andri?'' tanya Andin.

''Kalau aku pilih Mahesa, nanti kamu jangan ngamuk,'' jawab Hana, membalikkan badan dan mencipratkan air ke wajah Andin.

''Silahkan aja. Tapi ingat, dia bekasku. Kamu tau sendiri kami dulu pacarannya gimana,'' ucap Andin, terlihat jelas ia cemburu. Andin mendekat ke arah Hana dan mengeringkan wajahnya dengan kaus yang Hana kenakan.

''Sama aib sendiri bangga,'' Hana tertawa mengejek. ''Lagi pula kalau aku pilih Mahesa itu masa lalu dia. Lain cerita kalau dia sudah bersamaku dan selingkuh sama kamu, itu namanya cari mati. Lagian sekarang kalau ketemu sama kamu juga kelihatannya biasa aja.''

Sudah menjadi rahasia umum kalau Andin masih mencintai Mahesa. Padahal sekarang Andin sudah menikah dan punya dua orang anak yang lucu-lucu. Dulu mereka tak dapat restu dari keluarga Andin yang orang kaya. Tapi sekarang keadaan sudah terbalik. Mahesa dan Andri sudah menjadi orang sukses.

Tiba-tiba Sekar mengguncang lengan Hana. ''Lihat itu, Lala sama Tanjung boncengan.'' Hana menoleh ke arah yang di tunjuk Sekar. Melihat pemandangan itu, hatinya terasa mendidih dan mau meledak. Terlintas sejenak, dia punya rencana buat si adik tiri, Lala.

-------------------------------------------------------------------

Gempas :))

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro