With(Out) You

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebuah ketukan di kaca jendela mobil membuat Hana terpaksa mengangkat kepalanya. Terlihat Tanjung melongok ke dalam mobil. Dibukanya kaca jendela dan disambut dengusan Tanjung yang tampak kacau.

''Mas ....''

''Diam!!'' bentak Tanjung memotong ucapan Hana dengan nada tinggi, sampai membuat istrinya seketika menahan napas kaget.

Tanjung segera membuka pintu mobil dan membopong istrinya. Hana berusaha memberontak karena malu menjadi bahan perhatian orang-orang, tapi wajah suaminya terlihat menyeramkan, membuatnya memilih diam dalam gendongan.

Setelah memindahkan Hana di mobilnya, Tanjung memijat pelipisnya, di raihnya ponsel dan mendial beberapa angka.

Tanjung segera menyelesaikan urusannya dengan Polisi lalu lintas dan melajukan mobilnya menuju Rumah Sakit.

Kejadian beberapa saat yang lalu membuat jantungnya serasa berhenti berdetak. Dia tau kalau Hana masih belum begitu lancar mengendarai mobil barunya. Di tambah masalah yang sedang menimpa mereka, sudah pasti membuat Hana tak begitu konsentrasi pada jalanan ketika dia menerobos begitu saja lampu merah.

''Semua salahku,'' ucap Tanjung lalu mengusap kepala Hana singkat. ''Aku minta maaf, sungguh.''

*****

Di Rumah Sakit, Tanjung masih terlihat panik. Padahal Hana sedang ditangani oleh Dokter.

''Istri Bapak baik-baik saja, jadi tidak usah khawatir,'' ujar seorang perawat menenangkan.

Tanjung memejamkan matanya, mencoba mengontrol emosinya yang mulai naik. Dia tak sabar yang melihat sang Dokter malah memeriksa bagian perut istrinya, alih-alih mengobati pelipis Hana yang benjol.

''Maaf Bu Dokter. Apa tidak sebaiknya dilakukan CT-Scan? Benjolannya sangat besar, saya takut ....''

''Berhenti bersikap konyol! Tunggu aja di luar. Dokter pasti lebih tau dari pada kamu,'' ucap Hana tegas.

Walau enggan menyingkir, tapi pada akhirnya Tanjung menuruti keinginan istrinya dari pada Hana makin marah. Dia mengembuskan napasnya pelan, mencoba bersabar. Sang Dokter dan perawatnya yang sedang memeriksa tampak heran dengan pasangan muda tersebut, tapi mereka memilih diam.

Setelah menjalani serangkain pemeriksaan, Hana di ijinkan pulang setelah Tanjung menebus obat.

''Kenapa tadi nggak dilakukan CT-Scan aja? Lihat, benjolan itu sudah sebesar telor puyuh.''

Hana menggeleng. ''Aku baik-baik aja, lebih baik kita cepat pulang.''

Tanjung diam tak menanggapi ucapan Hana lagi. Tapi ekor matanya tak pernah lepas dari istrinya.

Dan lagi-lagi Tanjung harus mengumpulkan stok kesabarannya ketika Hana meminta pulang ke rumah ibunya. Istri cantiknya bilang tak ingin melihatnya untuk sementara. Tanjung tak terima dengan keputusan sepihak dari Hana, tapi dia bisa apa kalau istrinya meminta sesuatu. Hana memang butuh waktu untuk sendiri.

Tanjung terus menatap punggung Hana sampai menghilang di balik pintu. Dia menahan geram karena sedari tadi sudah di abaikan. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang. Biarlah malam ini Hana tidur di rumah ibunya, tapi tidak dengan malam-malam yang lain.

Rasika yang mendengar Hana datang segera bangun dari tempat tidurnya. Dia heran dengan kedatangan Hana yang sudah larut malam tanpa suaminya, dan dalam kondisi yang terlihat tak baik-baik saja.

Sementara itu, Tanjung memasuki rumahnya dengan lunglai. Sengaja dia tak menyalakan lampu takut Mama atau Kakeknya terbangun. Memasuki kamar, dia merebahkan tubuhnya di sisi biasa Hana tidur. Tanjung menghidu aroma rosemary  yang tertinggal di bantal istrinya.

Tak ada rasa kantuk yang dirasakan, padahal sudah pukul 1 dini hari. Akhirnya dia memutuskamd untuk pergi ke Jagung Kuning.

Saung miliknya bukan cafe yang buka 24 jam. Sepi, hanya ada 3 security yang sedang berjaga sambil menonton tv. Tanjung ikut bergabung di pos jaga bersama pak Karyo sambil menyesap kopi hitam pekat tanpa gula.

''Mas Tanjung ini ada yang anget-anget di rumah malah milih main kesini. Banyak nyamuk Mas?''

''Lagi kangen suasana kaya gini Pak. Nonton bola rame-rame, sambil ngopi sama merokok.''

''Wah iya. Istri saya juga tidak suka kalau Bapak terlalu banyak merokok. Tapi mau bagaimana lagi, kalau nggak ngerokok ya mulut asem banget.''

Tanjung hanya menanggapinya dengan senyuman ramah. Dia teringat Hana lagi, istrinya itu tak pernah melarang dia untuk merokok. Hanya saja dia yang sadar diri dengan alergi Hana.

''Bapak dengar tadi siang mba Hana kecelakaan, tidak ada luka serius kan Mas?'' tanya salah satu security.

''Benjol dikit, tapi kata Dokternya aman.''

Dan Tanjung menghabiskan sisa malam untuk mengobrol dengan para security. Dia terlalu lelah untuk pulang lagi kerumahnya.

*****

''Bagaimana perutmu? Masih mual?''

Tanjung menggeleng, sebenarnya perutnya masih terasa kembung. Tapi dia tak ingin membuat Mamanya mengkhawatirkan dirinya.

''Biar Mama telepon Hana ya?''

''Nggak usah Ma. Ini hanya masuk angin biasa. Semalam nggak tidur, begadang nonton bola. Mumpung Hana lagi tidur di tempat ibunya.'' Tanjung berusaha tersenyum sebiasa mungkin.

Bu Sarah tau ada yang tak beres. Tapi dia tak ingin terlalu ikut campur. ''Kamu kenapa nggak bilang kalau Hana kecelakaan.''

''Semalam Mama kan ada acara. Lagian Hana juga baik-baik saja.''

''Kamu pikir Mama lebih mementingkan acara reuninya dari pada menantu Mama?'' ucap bu Sarah geram.

Setelah menyiapkan bubur ayam, teh hangat, dan obat buat anaknya. Bu Sarah bergegas menuju rumah besannya untuk melihat keadaan menantunya.

Pagi tadi Bu Sarah dibuat heran dengan keadaan rumahnya yang masih sepi ketika terbangun tak menemukan anak dan menantunya yang biasanya sudah sibuk di ruang makan.

Sementara sepeninggal Mamanya, Tanjung menatap makanan tak selera. Ada yang salah dengan ritual paginya. Tak ada morning kiss juga kopi buatan istrinya.

*****

''Hana.''

Suara lembut ibunya membuat Hana berpaling mencari. Hana menemukan ibunya sudah berdiri di ambang pintu. Hana berusaha tersenyum yang dia sendiri tak yakin apakah terlihat tulus, karena sedari kemarin susah menggerakan bibirnya.

Hana berusaha bangkit dari duduk, tapi segera dicegah oleh ibunya. Sebagai gantinya, ibunyalah yang mendekat dan duduk di ranjang di samping Hana.

''Kenapa buburnya belum dimakan? Itu buburnya bu Lela, kesukaan kamu.''

''Hana sekarang belum lapar. Nanti aja Bu. Terima kasih,'' jawab Hana sambil menggeleng.

''Sebenarnya ada apa? Mau cerita sama Ibu? Kalian bertengkar?''

Hana membetulkan posisi duduknya. Dia memang selalu merasa nyaman bercerita dengan ibunya. Hana mengangkat kepalanya untuk menatap sejuta pengertian dari mata ibunya.

''Hana menemukan foto Tanjung sama Sawala sedang ... Sedang ciuman Bu,'' bisik Hana lemah. ''Masalahnya dia mencoba menyangkal, padahal sudah jelas-jelas kejadiannya setelah kami menikah,'' lanjut Hana lagi.

Rasika menggenggam erat tangan Hana, mencoba memberi kekuatan agar anaknya paling tidak bisa mengurangi sedikit beban.

''Ibu sedang tidak membela siapa-siapa, tapi semalam kamu sudah meninggalkan suamimu. Nanti pulanglah, tidak ada masalah yang tak ada jalan keluarnya.'' bujuk sang ibu.

Hana mengangguk walau dia masih bimbang dengan hatinya.

-------------------------------------------------------------------

Gempas
8:25 pm
Tuesday, 12 Januari

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro