Bab 38. Cukup Satu Kepercayaan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jika kau memulai sesuatu dengan keraguan, itu hanya akan membawa akhir yang tidak menyenangkan.
.
.
.

Ada rasa kecewa yang tidak dimengerti oleh Ara karena sikap Bintang padanya. Kenapa Bintang sampai sebegitunya melarang dia dekat dengan Arel?

Arel hanya sahabatnya. Apa itu kurang jelas baginya?

"Kamu kenapa sih, Ra? Dari tadi menghela napas terus," Rere menatap Ara bingung.

Ara menghela napasnya lagi, lalu menyandarkan kepalanya di atas meja. Cindy dan Rere saling melempar tatapan bingung.

"Ada yang kamu pikirin?"

"... Hmm."

"Apa yang bikin kamu kepikiran? Coba cerita sama kita, siapa tahu bikin kamu plong." Rere ikut menyandarkan kepalanya di samping Ara. Sementara Cindy yang duduk di bangku depan mereka, hanya menatap sambil menopang dagu.

Mereka sudah selesai mengerjakan tugas dari Pak Rafka yang tidak bisa mengajar karena ada rapat bersama dewan guru.

"Kenapa Kak Bintang sekesal itu sama Arel, ya? Dia sampe marah karena kejadian kemarin," ujar Ara lemas, pusing memikirkan kekasihnya itu.

"Itu karena dia cemburu, Ra. Udah pasti itu," jawab Rere antusias.

"Tapi 'kan Arel itu sahabat aku, Re? Kenapa cemburu sama Arel? Dia juga tahu hubunganku sama Arel sebatas itu."

"Namanya pacar, pasti cemburu kalau pasangannya dekat dengan orang lain yang lawan jenis. Wajar, sih. Aku paham sama sikapnya," jawab Cindy.

"Aku ngerti kalau misal dia cemburu, tapi kebencian dia sama Arel tuh kayak berlebihan. Padahal aku juga selalu bilang ke dia kalau mau pergi sama Arel."

"Kamu udah bicarain sama Kak Bintang?"

"Udah, malahan jadinya kita berantem. Makanya aku pusing. Aku juga takut gangguin dia, ini 'kan masa-masa Kak Bintang fokus mau ujian. Bingung...."

Ara menunduk dan menutupi wajahnya dengan buku. Dia merasa bingung sekali.

"Gimana ya, Ra. Kalau ini menyangkut perasaan Kak Bintang karena cemburu, kita nggak bisa ngasih solusi."

"Iya, meski nggak masuk akal tapi ya namanya cemburu."

"Hahhh, aku bingung."

"Jangan pusing, nanti diobrolin lagi."

Rere menyemangati Ara, sementara Cindy tersenyum lembut namun tidak mengatakan apapun.

Pikirannya jauh melayang pada sosok yang menjadi topik utama obrolan mereka ini.

Arel.

Bagaimana jika Arel tahu tentang kecemburuan Bintang padanya? Apakah dia akan senang atau justru marah karena Bintang tidak mempercayai Ara?

Atau, apa mungkin Arel sebenarnya sudah tahu? Atau dia memang sengaja membuat Bintang cemburu?

Rasanya aneh, dia mengkhawatirkan orang yang tidak memikirkannya sedikitpun. Cindy tak ingin mendukung perasaan Arel pada Ara, tetapi dia juga tidak berniat merusak perasaan Arel pasa Ara.

***

"Gue bisa bicara sama lo sebentar?

Arel menoleh saat melewati koridor depan gudang, agak tak menyangka melihat sosok Bintang di sana.

"Lo ngomong sama gue?"

"Emang ada orang lain selain lo di sini?" Jawab Bintang dingin dan agak ketus.

Arel mendecih lalu berjalan menghampiri kakak kelasnya itu.

"Ada apa, sampe lo nyari gue ke sini?"

"Gue mau ngomong sama lo, soal Ara."

Arel mengerutkan alisnya begitu mendengar nama Ara.

"Gue tahu lo sama Ara sahabatan sejak kecil. Tapi itu dulu, sekarang lo sama dia udah sama-sama gede, harusnya udah beda, 'kan?"

"Maksud lo apa deh, nggak usah bertele-tele. Langsung aja," Arel mendengus tak sabar.

"Gue harap, lo berhenti deketin Ara. Nggah usah modus pake alasan sahabat. Sebagai sesama cowok, gue tahu lo memandang Ara dengan cara berbeda."

Arel tertawa dengan nada mencemooh pada Bintang. "Memangnya gue memandang Ara kayak gimana? Lo takut banget tersaingi sama gue?"

"Terserah lo anggep omongan gue ini gimana, tapi gue harap lo tau kalau gue serius. Jangan deketin Ara lagi." Lanjut Bintang memperingatkan.

"Cih, lo tuh nggak ada hak larang gue deket Ara. Lo ngerasa berhak karena lo pacarnya? Lucu lo! Jangan ngerasa memiliki Ara. Dia bukan barang, dia manusia. Ara punya perasaan yang nggak bisa lo larang-larang." Ucap Arel lirih namun penuh penekanan.

Tatapan keduanya terkunci satu sama lain. Seolah ingin saling menusuk dengan pandangan.

"Ara pacar gue, jadi wajar kalo gue mau jagain dia dari cowok kayak lo!"

"Lo batu juga ya, ternyata. Tapi gue nggak akan mau menuruti semua omongan lo."

"Lo ya—" Bintang maju untuk menarik seragam depan milik Arel, namun tiba-tiba segerombolan murid muncul dari belokan, membuatnya urung dan mundur sampai mereka lewaf.

"Lo nggak usah ngatur gue, nggak usah ngatur Ara. Dan sebagai sahabat yang baik, gue akan menjauhkan Ara dari pacar protektif kayak lo!"

Bintang diam-diam mengepalkan kedua tangannya menahan emosi. Dia harusnya tahu, menghadapi Arel bukan hal mudah. Namun hatinya terlanjut kecewa sampai dia harus mengatakannya.

"Udah 'kan ceramahnya? Kalau udah, gue pergi." Arel beranjak begitu saja meninggalkan Bintang yang geram.

***

Ara, Rere dan Cindy keluar gerbang bersamaan. Ketiganya berencana untuk pergi ke toko buku. Karena itu mereka kemudian memesan ojek online.

"Wah, lagi nungguin apa nih? Tumbenan masih gandengan tangan sampe pulang," celetuk Arel tiba-tiba.

"Ngapain lo, bukannya tadi lo udah balik bawa motor?" Tanya Cindy pada Arel yang tiba-tiba muncul.

"Oh, nggak jadi. Gue balikin motornya ke parkiran."

Ketiga gadis itu menggeleng heran dengan ucapan Arel yang tidak masuk akal.

"Sebenernya, gue ada perlu sama Ara. Tapi berhubung kalian mau pergi bareng, gue nggak mau merusak momen. Jadi, gue memutuskan untuk ikut kalian."

"HAH?"

Ketiganya tak percaya begitu mendengar ucapan Arel.

Tepat saat itu mobil ojek yang dipesan oleh mereka datang. Dan dengan tidak tahu malunya, Arel benar-benar ikut naik bersama mereka.

"Lo nggak kesambet apa-apa, 'kan Rel?" Tanya Rere curiga, menatap  Arel yang hanya nyengir.

Mau tidak mau, mereka pergi berempat. Namun, begitu sampai di tempat tujuan, Arel langsung menarik Ara untuk berjalan bersamanya.

"Apa deh? Ini aku mau milih buku," ucap Ara berusaha melepas genggaman Arel.

"Iya, sambil jalan sama gue 'kan bisa."

"Tapi nggak enak nanti dilihat orang, Arel."

"Biarin, sirik aja."

Menyerah, akhirnya Ara membiarkan Arel menggenggam tangannya selama mereka berkeliling mencari buku.

"Ra."

"Hm."

"Lo benci sama gue apa nggak?"

"Kenapa tiba-tiba nanya kayak gitu, sih?"

"Kepikiran aja, siapa tahu lo jadi nggak suka liat gue berulah. Lo jadi ilfeel sama gue."

Ara diam, tak langsung menjawab memikirkan ucapan Arel.

"Benci atau ilfeel sih, nggak. Cuma alu heran aja, kamu yang sekarang beda jauh sama Rafael yang aku kenal dulu. Tapi itu semua nggak bikin aku benci kok, sama kamu."

"Kalau misal ada orang lain yang haaut lo buat benci ke gue, lo bakalan percaya?"

"Hm, nggak sih. Karena aku tahu tahu kamu banget. Aku lebih percaya kamu."

Arel tersenyum, lalu dengan tiba-tiba dia mencuri satu kecupan singkat di pipi Ara sebelum kemudian berlalu pergi sebelum Ara melemparnya dengan buku.

"Thanks, Ra. Karena lo tetep yakin sama gue."

.
.
.

Bersambung.
.
Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro