10. F1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Gia merapikan foto yang ada di meja. Kemudian ia melihatnya satu per satu. Gia bisa memastikan kalau foto-foto tersebut bukan hasil rekayasa. Namun, beberapa pose dalam foto itu memang membuat orang yang melihatnya akan berpikir macam-macam. Akhirnya, wanita yang mengenakan blus cokelat itu duduk bersila menghadap Yujin.

"Lo bisa jelasin sama gue." Gia menyodorkan foto-foto tersebut.

Yujin menerima foto tersebut dan menatap Gia dengan tatapan memohon. "Kak, lo percaya sama gue, 'kan?"

Gia berubah serius. "Gue nggak bisa percaya lo, kalau lo nggak cerita ke gue."

Yujin mengurutkan foto-foto tersebut dan menyusunnya di meja. Gia memperhatikan hal tersebut dan mendapati kalau adiknya tengah menyusun foto tersebut sesuai dengan urutan kejadian. Semua foto dengan tampilan mirip, dikelompokkan menjadi satu.

"Ini sehari setelah gue sampai di Indonesia." Yujin menunjukkan kelompok foto pertama.

"Yang ini, pas gue selesai wawancara kerja." Yujin menunjuk kelompok foto berikutnya. "Ini pas gue dapet gaji pertama. Terus, yang ini ...."

"Lo check in hotel dua kali sama dia." Gia menatap Yujin sinis.

Yujin menggaruk tengkuknya. Sebagai sahabat sejati, haram baginya menceritakan aib sahabatnya. Namun, jika ia tidak jujur pada Gia, hidupnya di Indonesia bisa berakhir.

Gia melipat tangan di dada. "Yujin, kalau lo diam. Gue nggak tahu harus bela lo atau enggak."

"Kak, gue sama Joel nggak ada hubungan yang kayak Papi bayangin. Lo juga tahu, gue punya pacar di Jepang."

Gia menatap Yujin sambil mengetuk jari di dagu. "Ngapain dua cowok dewasa check in bareng? Lihat, kalian pakai acara peluk mesra begini."

Yujin menghela napas berat. "Kak, ini sudut pengambilan fotonya yang bikin aneh. Aku berani sumpah, aku masih suka cewek, Kak."

"Oke, bentar." Gia mengambil ponselnya dan melakukan satu panggilan.

"Halo." Panggilan Gia dijawab secepat kilat. "Gue mau tanya. Lo punya pacar nggak?"

Yujin menepuk jidat. Ia tahu kalau kakaknya memang kreatif, tetapi ia tidak menduga kalau Gia akan langsung menelepon Joel. "Kak."

"Diem!" Gia mendorong Yujin yang berusaha ikut mendengar percakapannya.

"Lo punya waktu nggak malam ini?" Gia bertanya dengan nada menggoda.

"Sorry, Gi. Gue nggak punya waktu buat lo."

Dari cara menjawabnya saja, Yujin tahu kalau kini sahabatnya itu sedang galau berat. Bisa-bisanya Gia menyakiti Joel tanpa sadar seperti itu. Yujin merebut paksa ponsel milik Gia.

"Jo, lo ke rumah gue sekarang. Gue perlu bantuan lo. Ini nggak ada urusannya sama Gia. Lo harus bantu gue selesaikan satu masalah."

"Tapi, ...."

"Nggak ada tapi-tapian. Cepet ke rumah gue sekarang." Yujin mengoper ponsel Gia setelah selesai menggunakannya.

Kalau saja Gia bukan kakaknya, Yujin pasti sudah melabrak wanita ini karena sudah memporakporandakan hati sahabatnya. Ditambah lagi tingkah sok polosnya yang tidak percaya kalau Joel menyukainya. "Bukan urusan lo."

"Idih, pacarnya sensitif banget."

"Kak!"

Gia meluruskan kakinya dan mengambil satu lembar foto. "Gue jadi kepikiran, siapa yang kasih foto ini ke Papi?"

Yujin diam. Sebenarnya ia sudah membayangkan satu nama yang mungkin melakukan hal ini, tetapi ia berusaha mengabaikan pikiran buruknya. Ia malah bangkit berdiri dan bergerak ke dapur untuk mengambil minum. Kejadian tadi sudah cukup menguras tenaganya.

"Gue sampe ninggalin kerjaan cuma buat ngeladenin masalah lo." Gia sewot.

Yujin menghela napas. "Rencananya, gue pengen istirahat tenang hari ini."

Suara ketukan membuat Yujin dan Gia melonjak bersamaan dari tempatnya. Asisten rumah tangga mereka sudah lebih cepat membuka pintu. Yujin dan Gia langsung membagi tugas. Gia mengkondisikan Mami dan Papi, sedangkan Yujin menjemput Joel.

"Bisa nggak lo telepon lewat hp lo aja? Gue hampir jantungan tahu nggak?" Joel berkeluh kesah.

"Sorry, Bro. Lo harus bantu gue buat beresin masalah di sini."

Yujin langsung menyeret Joel ke ruang keluarga. Di sana sudah ada Gia dan orang tuanya. Joel merasa akan terkena serangan jantung sungguhan. Joel tidak pernah menduga akan bertemu calon mertua secepat ini.

"Pi, Mi. Ini Joel, yang ada di foto tadi."

Joel merasa ada yang salah di sini. Kedua orang tua Gia memandangnya dengan sinis, berbeda dengan Gia yang kelihatan tertawa geli. Rasanya Joel ingin menghilang saja dari sana.

"Silakan, Yujin." Gia meledek saudaranya sambil menahan tawa.

Joel benar-benar bingung. Ia menatap Gia dan Yujin bergantian. Kini, ia terjebak di masalah yang tidak diketahui. "Maaf, sebelumnya. Ini ada apa?"

Papi melihat Joel dari atas ke bawah. Joel merasa ketidaksukaan Papi padanya. "Kamu yang namanya Joel?"

"Iya, Om." Joel sampai tidak tahu harus melihat ke mana.

"Kamu punya hubungan apa sama anak saya?" Papi bertanya sinis.

Joel menatap Gia. Mungkin ini kesempatannya agar Gia tidak memandangnya bercanda. Ia mengepalkan tangan dan mengangguk. "Saya suka sama anak, Om."

Mami hampir pingsan karenanya. Papi langsung melotot tajam.

Yujin menghelan napas panjang. "Jadi, gini. Joel suka sama Gia. Aku selalu jadi tempat curhatnya. Baru-baru ini, Gia punya pacar baru. Makanya, ...."

"Kamu diam, Yujin! Kamu, jelaskan!" Papi menuntut jawab dari Joel.

Joel kembali menatap Gia. Ia bisa melihat kalau wanita itu kelihatan benar-benar terkejut.

"Saya bersahabat sama Yujin sejak kecil. Mungkin Om sama Tante nggak mengenali saya sekarang. Saya Alexander Joel anak dari Johnny Kim."

Papi dan Mami cukup terkejut mendengar nama Ayah Joel.

"Jujur, saya sudah lama suka sama Gia." Joel tersenyum menatap Gia yang masih menutup mulutnya dengan tangan. "Tapi, Gia selalu memperlakukan saya seperti adiknya. Dia nggak pernah memandang saya sebagai seorang pria."

"Bisa kamu jelaskan foto-foto itu?" Papi menunjuk foto yang disusun terbalik.

Yujin membalik foto yang sudah ia susun di meja.

Joel tertawa. "Foto dari mana ini? Bukannya itu hal yang wajar dilakukan seorang sahabat?"

"Kalian check in hotel. Bukan sekali, tapi dua kali." Papi masih bertanya dengan nada tinggi.

"Itu saat Gia bikin saya patah hati. Memang bukan sekali, tapi berkali-kali." Kini tatapan Joel jadi sendu. "Kalau bukan karena Yujin, mungkin saya nggak akan ada di hadapan Om sama Tante. Kalau mabuk, saya bisa jadi orang gila. Yujin berkali-kali menyelamatkan saya dari kecelakaan karena mabuk. Akhirnya, kami sepakat untuk menyewa kamar jika saya ingin mabuk."

Papi berdehem. "Benar, Yujin?"

Yujin mengangguk cepat. Senyum di wajahnya juga mengembang. "Aku masih suka cewek, Pi."

Kini Papi dan Mami menatap Gia yang kelihatan benar-benar terkejut. "Kamu nggak mau ngomong sesuatu?"

Ada jeda sejenak. "Aku kira, selama ini dia cuma bercanda."

Joel tertawa miris. "See, Om sama Tante lihat sendiri."

Yujin sedikit menyesal karena ia harus mengorbankan Joel demi menyelamatkannya, tetapi ia senang, sepertinya Gia sadar kalau Joel benar-benar menyukainya.

Aloha!

Gimana kelanjutan hubungan Gia sama Joel setelah ini?

Terima kasih yang sudah baca dan berkenan vote.

Gia yang sakit kepala karena pengakuan tiba-tiba dari Joel.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro