20. CTRL + R

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jenna terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara ketukan. Begitu membuka mata, wanita bermata besar itu langsung celingak-celinguk. Setelah sadar kalau kini ia menempati kamar baru, Jenna tertawa kecil. Wanita berambut panjang itu menggulung rambutnya asal. Kemudian, ia membuka pintu setelah sedikit berlari.

"Sarapan lo ada di meja makan." Pria yang sudah berpakaian rapi itu sempat membuat Jenna terperangah sejenak. Kemeja biru muda yang membalut tubuh Yujin kelihatan cocok dengan warna kulitnya yang putih. Rambutnya juga ditata dengan rapi. Malah lebih rapi dibanding hari pernikahan mereka.

Yujin menjentikkan jari tepat di depan wajah Jenna. “Oy, gue tadi masak kebanyakan, jadi sisanya ada di meja makan.”

Jenna menyandarkan tubuhnya pada pintu yang setengah terbuka. “Ih, baiknya suami aku.”

Mata Yujin menyipit. Kemudian ia melipat tangan di dada. “Biar gue perjelas, gue masak kebanyakan. Jadi, ada sisanya dan lo kebagian sisanya. Oke. Gue ulangin lagi, itu sisa.”

Wajah ceria Jenna berubah menjadi cemberut. “Udah tahu. Emang kapan lo baik sama gue? Malah sekarang gue curiga, jangan-jangan lo naruh sesuatu di nasi goreng itu.”

"Oh, jelas gue naruh sesuatu. Kalau lo mau tahu bisa dicek sendiri." Yujin tidak mau kalah.

Mata besar Jenna mengerjap. Ia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Akhirnya, ia berbicara pelan. "Lo nggak beneran mau ngeracunin gue, kan, Jin Tomang?"

Yujin tertawa. "Ya, enggak, lah. Ngapain gue ngeracunin lo?"

"Kali aja lo ada dendam pribadi sama gue. Ngomong-ngomong, kok lo udah rapi?"

Yujin melihat Jenna dari atas ke bawah. "Lo beneran baru bangun tidur?"

Wanita berkaus kebesaran itu mengangguk dengan semangat.

"Bagus, deh, kalau lo ngelakuin itu secara sadar. Gue cabut duluan." Yujin mengangkat tangannya. Kemudian, lambai pada Jenna yang masih melongo.

"Lo mau ke kantor?"

Yujin menghentikan langkahnya, lalu menatap Jenna sinis. “Ya, lo pikir aja. Gue pakai baju kayak gini, ya, mau ke kantor lah.”

"Terus gue?"

Yujin menyeringai.

Jenna membuka pintu kamarnya lebar-lebar. “Gue nggak ada mobil, ya. Masa lo ninggalin gue?"

“Ya, itu masalah lo. Oke, bye.”

"Heh! Jin Tomang!" Jenna berteriak sekuat tenaga. "Bener-bener nggak berperasaan lo, ya. Terus gue berangkat kerjanya gimana?"

Yujin tiba di lantai dasar dengan cepat. Ia tertawa melihat Jenna yang benar-benar bingung. “Ada teknologi yang namanya ojek online.”

"Sial." Jenna mengumpat. Rasa ingin mengadunya langsung meledak-ledak.

"Halo. Kamu nggak ke kantor?" Suara Bunda terdengar terkejut.

"Yujin ninggalin aku, Bun. Masa dia udah pergi ke kantor duluan. Dia ninggalin aku di rumah."

"Kamu pasti baru bangun. Ini sudah jam berapa, Jenna?" Bunda tahu betul kebiasaan Jenna yang sulit bangun pagi.

Wanita berkaus kebesaran itu langsung menarik ponselnya dari telinga dan melihat layar, lalu ia tersadar kalau tidak segera bersiap, ia bisa terlambat.

"Ih, Bunda, ini karena nggak ada yang bangunin aku." Jenna membuka lemari dan mengambil satu setel baju dengan asal.

Bukannya prihatin, Bunda malah tertawa.

"Nanti pulang dari kantor, aku mau ngambil mobil di rumah."

"Jenna, nggak boleh kayak gitu, lho. Bunda aja tahu kalau kantor kalian itu nggak searah. Seharusnya, kamu bangun jauh lebih pagi, supaya Yujin bisa mengantar kamu dulu. Kalau kamu bangunnya aja udah siang kayak gini, kasian Yujin, dong, Sayang."

Jenna mendengus. "Kok, Bunda jadi berpihak sama Jin Tomang, sih? Kan yang anak Bunda, tuh, aku."

Bunda kembali tertawa. “Kalau kamu nggak mandi sekarang, kamu bisa beneran terlambat, lho.”

Jenna menepuk jidat. “Ya, udah, Bun. Aku mandi dulu.”

Sambungan telepon tersebut ditutup dengan tawa Bunda. Bukannya mereda, rasa kesal Jenna malah semakin bertambah setelah menelepon Bunda.

***

Jenna tiba di kantor tepat semenit sebelum waktu masuk. Wanita yang mengenakan high heels itu berlari sambil memasang name tag-nya. Beruntung, ia berhasil melakukan presensi tepat waktu.

"Tumben lo telat." Caca berjalan di samping Jenna. Wanita yang mengenakan blus dan rok pendek itu memegang dua gelas kopi.

"Ada makhluk astral yang bikin gue terlambat."

Caca tertawa, mengira kalau kata-kata rekannya hanya candaan.

"Lo mau ke ruangan gue?" Jenna berhasil mengangkap gelagat aneh wanita itu.

Caca cengar-cengir. "Tahu aja. Gue mau ngingetin kalau pagi ini kita ada rapat soal produk nomor 127. Sampel packing yang lo setujui udah jadi."

"Oke, jadwalnya jam 9, 'kan?"

"Tepat sekali, seperti yang diharapkan, Jannaya pasti selalu ingat jadwal."

Caca berlalu setelah menyerahkan secangkir kopi. Jenna tidak langsung menyeruput kopi itu, ia malah teringat kejadian semalam. Jenna melihat kalau Yujin menyentak tangan Caca yang kelihatan berusaha manahannya.

Sebenarnya, Jenna sudah sangat terbiasa dengan banyak wanita yang ada di sekitar Yujin. Sejak SMA, pria itu memang selalu dikelilingi wanita. Namun, entah mengapa Caca kelihatan berbeda. Wanita itu mampu membuat mood Yujin hancur berantakan. Pria itu bungkam sepanjang jalan, hanya karena bertemu Caca.

Lamunan Jenna berakhir karena ketukan di pintu ruangannya. Ia langsung mempersilakan orang tersebut masuk.

“Ini proposal untuk riset berikutnya, Bu.” Wanita berambut pendek itu menyerahkan sebuah map.

“Oke, terima kasih.”

Setelah Jenna mengucapkan kata 'terima kasih', wanita itu langsung mengangguk dan segera berbalik.

"Tyas."

Wanita itu menoleh. “Iya, Bu.”

“Maaf kalau saya nanya sesuatu di luar pekerjaan. Kamu nggak akan bilang siapa pun kalau kamu ketemu suami saya, 'kan?" Jenna sebenarnya sangat malas mengucapkan kata ganti yang ia gunakan untuk Yujin, tetapi ia tidak bisa menemukan padanan kata lain.

Tyas tersenyum. "Saya nggak akan bilang siapa-siapa tentang hal itu, tapi kayaknya Ibu perlu tahu, suami Ibu itu mantan pacarnya Kak Caca."

Jenna tidak terkejut, ia sudah menduga hal tersebut. "Terima kasih atas informasinya."

"Saya akan kasih satu informasi lagi karena Ibu temannya Bang Joel. Kak Caca orangnya ambisius, dia bisa ngelakuin apapun untuk mendapatkan apa yang dia mau."

Ada jeda sejenak. Mata mereka saling menatap dan terkunci satu sama lain.

"Saya permisi, Bu." Wanita itu melenggang keluar setelah mendapat anggukan dari Jenna.

Jenna menatap secangkir kopi yang ada di mejanya. Caca yang ia kenal adalah wanita ceria yang selalu menyelesaikan masalah dengan tenang. Selama mereka berteman dan bekerja sama, ia tidak pernah melihat Caca melakukan hal yang tidak seharusnya. Hal itu membuat Jenna ingin mengabaikan kata-kata Tyas.

Aloha!

Udah pada masuk kerja aja. Nggak ada cerita bulan madu. Soalnya Yujin masih anak baru, belom boleh cuti.

Terima kasih sudah membaca dan berkenan vote.

Mari senyumin aja

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro