XIII. Ready to Leave

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tekan 🌟 di pojok kiri 💜
Happy reading...

👑👑👑

Caramel mengerutkan kening. Berkas mentari pagi mengusik lelapnya. Memorinya tergulung pada terakhir kali ia menyaksikan keindahan sunrise bersama Zico. Ia yakin itu bukan mimpi. Namun, dekorasi ruangan bernuansa dark yang menyapa membuat logika sukses berputar-putar.

Gadis itu menghela napas jengah. Memikirkan kemungkinan bahwa sekarang ia diculik berakibat pening di ubun-ubun semakin berdenyut. Caramel menarik garis lengkung tipis, tubuhnya tidak selemas tadi pagi. Suara halus kenop yang diputar membuat ia menarik selimut sampai dada. Refleksa lelaki jangkung bernetra setajam elang mengurai senyum samar yang tidak disadari Caramel.

"Feeling better?"

Sepasang samudera menyerahkan atensi pada wajah cerah Zico yang memilih mengisi tempat kosong di sisi tempat tidur. Lelaki itu mendaratkan telapak tangan di atas kening gadis yang setia menyembunyikan diri di balik selimut tebal. Tangan kekarnya menarik paksa selimut hingga menampilkan lengan terbuka yang telah kembali menyerupai pualam. Memar yang kemarin masih menodai sudut birai Caramel juga telah hilang.

Hati Zico mendadak kesal, seharusnya ia menginjeksi darahnya sejak lama agar tubuh gadis mungil ini segera pulih. Pukulan vampir kepada manusia memang akan meninggalkan bekas dua kali lipat lebih lama. Sedangkan pukulan manusia tidak akan menyakiti tubuh vampir. Bangsanya hanya akan memar jika dipukul oleh sesama.

"Alxa, apa yang kau lakukan? Ini di mana?" Pendar awas menyorot tegas dari netra Caramel. Ia bangkit tergesa mengabaikan isi kepala yang terasa dikocok, menarik minat kedua lengan Zico untuk menahan tubuhnya yang nyaris limbung ke arah lantai.

"Di kamarku," jawab Zico berterus terang, mengabaikan horor yang menyelimuti wajah bantal Caramel. Entah apa yang ada di balik tengkorak sang empunya kamar saat mengulas senyum dengan bukaan kecil hingga barisan giginya terlihat.

"Tanggal berapa sekarang?" tanya Caramel, "12th October 2020," gumamnya saat diperlihatkan kalender dari metalik pintar milik Zico.

Lelaki itu tidak melewatkan bagaimana samudera menutup sekejap untuk kembali terbuka dengan sorot keputusasaan. Seolah masa depannya telah direbut orang lain.

"Aku ... tidak ikut kuliah tujuh hari." Caramel berujar dengan tatapan sekosong oksigen di luar angkasa. Ia bangkit tergesa. Tangannya menekan kening sebelum kembali meneruskan langkah.

Sebelum tungkai kurus itu memangkas langkah, lengannya ditawan lembut oleh tangan besar Zico. Caramel tidak habis pikir mendapati tatapan lembut yang meringsek masuk merebut atensinya.

"Aku akan menyiapkan pakaianmu selagi kau membersihkan diri. Panggil aku jika kau sudah selesai. Aku akan tunggu di luar kamar." Setelah mengucapkan kalimat panjang semanis gulali, Zico terdiam menatap aura permusuhan yang kental menguar dari tubuh mungil yang hanya sebatas dadanya.

"Apa kau sedang merasa bersalah dan ingin menebusnya? Kalau benar, kuizinkan. Aku akan membersihkan diri di kamar sebelah. Antar aku ke kampus, lalu mari kita lupakan semuanya."

●○●

Suasana di ruang makan seluas lapangan basket terasa beku. Si sulung membidik kedua adiknya dengan tatapan menghakimi yang baru kali ini ia tunjukkan. Mereka baru saja kembali dari misi penting. Memang bukan main keseriusan Arthfael menghukum kenakalan kedua adiknya. Korea Selatan sedang menapaki musim gugur dan ia menyuruh Axel dan Thunder mengumpulkan bunga segar di sepanjang lereng Pegunungan Alpen.

"Hyung, kami minta maaf. Aku dan Thunder menyesal telah memperlakukan Caramel seperti itu." Tatapan Axel begitu sendu. Padahal, ia hanya mengikuti permintaan sang adik. Jika tahu begini, Axel ingin mengancam Thunder agar tidak menunjukkan wajah permohonan dengan membuang semua susu pisang kesukaan sang adik.

Sementara Thunder mengangguk semangat dengan binar redup di netranya. "Aku akan minta maaf langsung pada Caramel."

"Tentu saja. Kalau kau tidak minta maaf, susu pisangmu akan kujadikan deterjen cair." Lirikan tajam Jason dan ancamannya bukan sekedar gertakan. Thunder tidak ingin susu pisang berbagai merk yang ia bawa susah payah sebagai buah tangan untuk dirinya sendiri yang telah bekerja keras menghilang sia-sia.

Suara langkah bersahutan mengiringi kedatangan Zico dengan Caramel yang mengekor di belakangnya. Pemandangan paling dinanti oleh keempat keturunan tertua Alxavander. Padahal, wajah pualam yang masih terbias pasi itu mulai menunjukkan aura permusuhan. Terutama ketika tatapannya jatuh pada pemilik surai berwarna cokelat dan marun.

Tidak ingin larut dalam kebencian, lensa Caramel menyapa si sulung beserta ketiga adiknya. "Terima kasih sudah merawatku."

"Caramel, kami bersyukur kau sudah pulih. Zico merawatmu dengan baik di kamarnya seharian penuh sejak kemarin." Sepasang cekungan di pipi Robert terbentuk ketika lelaki itu menarik senyum lebar. Obsidiannya terarah pada Zico yang kini mengalihkan pandang seraya membasahi bibirnya.

Caramel menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Ia menyodorkan secarik kertas metalik biru berisi perjanjian yang tersimpan di loker nakas, lalu meletakkannya di atas meja tepat di hadapan Arthfael. "Aku mohon. Aku ingin menghentikan kontrak ini."

●○●

Setiap awal akan memiliki akhirnya masing-masing. Itulah yang tertanam di benak Caramel. Seperti dirinya yang berakhir di panti asuhan, padahal ia pun pernah merasakan kehidupan layaknya anak normal lain. Hanya saja, kebahagiaan itu terenggut paksa saat kedua orang tuanya tewas dalam perjalanan ke luar kota.

Deru mesin telah senyap beberapa menit yang lalu. Begitu melewati garis pintu, segala yang pernah terjadi akan hilang tanpa jejak. Aura kegelapan melingkupi lelaki bernetra setajam elang sejak Caramel bersikeras untuk menyerah. Lelaki di belakang kemudi tidak sungkan menampilkan wajah yang menahan emosi. Cengkeraman kuat pada stir telah menjelaskan semuanya.

"Aku tidak setuju."

Baru kali ini Caramel merasa perjalanan bersama Zico terasa lama seperti seharusnya. Lagi-lagi mereka menjadi pusat perhatian mahasiswa satu fakultas karena kali ini ia mendekam di dalam salah satu mobil sport koleksi Zico.

"Jangan bercanda. Kau bahkan tidak memiliki hak untuk melarangku," jawab Caramel datar.

Benar. Lelaki yang tengah mengetatkan rahang seraya menatap lurus kerumunan mahasiswa yang terlanjur penasaran itu berdecih kesal. Perkataan telak Caramel membuat hatinya terganggu. Tidak nyaman dan menggerahkan.

"Kau pikir membatalkan perjanjian semudah membubuhkan tanda tanganmu? Ada harga mahal yang harus kau bayar, Shin." Zico menarik sudut bibir samar. Cukup percaya diri akan keberhasilan tuturnya karena Caramel pasti berpikir tidak akan mampu mengganti rugi.

"Benarkah? Kalau begitu temui aku besok di sini dan bawalah ganti rugi yang diinginkan keluargamu," ujar Caramel mantap. Sesungguhnya ia cemas, bahkan giginya menggigit bibir bawah bagian dalam sejak tadi. Akan tetapi, semoga saja ini bukan tentang uang.

Sial. Zico tidak menyangka jika rungunya baru saja mendengar suara lembut itu menantang tanpa gentar. "Persiapkan dirimu untuk berita terburuk. Kau tahu, keluargaku sangat membenci pengkhianatan. Kuharap kau tidak menyesal, bahkan bila kau harus mengorbankan orang-orang terdekatmu."

Cengkeraman erat pada kemudi mendadak terlepas digantikan suara kunci mobil yang ditarik lepas. Caramel menghela napas lega. Setelah membuat analog mobil menghitung menit sampai ke lima belas, akhirnya ia bisa menggerakkan handle pintu dan membebaskan diri. Pergesekan ban dan aspal seketika menjadi polusi suara sebelum kendaraan besi beroda empat itu mengenyahkan diri dari latar universitas.

●○●

Zico memilih berlalu. Setelah tingkahnya membuat Caramel merasa menjadi seseorang yang tidak memiliki pilihan lain.

Surai sekelam malam disugar dengan tangan kanan. Decakan sebal mengalahkan instrumen piano yang menari di dalam mobil. Zico tidak percaya jika Caramel baru saja menantangnya beberapa saat lalu.

"Jika tahu begini, lebih baik aku tidak perlu menginjeksi darah untuk menyelamatkanmu."

Ada banyak hal yang akan berubah setelah darahnya menyatu dengan darah manusia. Sedangkan, batas waktu untuk mencegah darah melakukan mating adalah dua puluh empat jam. Zico menggeram rendah. Bebannya akan lebih berat setelah ini.


~To Be Continued~
👑👑👑

Bebannya masih disimpan dan bukan dalam waktu dekat 🌜
Anyway, ada yang nonton konser Map of the Soul : ONE? Taehyung naik komidi putar, dong! Scene Zico juga di komidi putar, kan, walaupun di sana dia gamao naik, lol. Seneng bgt, ada Papa Tae 🌝💜

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro