XXV. Annoying

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tekan 🌟 di pojok kiri dulu, ya 💜
Happy reading...

👑👑👑

Suara desing pedang meramaikan pagi yang telah dipenuhi kicauan burung kenari. Membangunkan sosok di balik selimut tebal yang terpaksa membuka kelopak malasnya. Ia melangkah menyibak tirai dan menyipit saat berkas pagi mengejutkan pupilnya. Lantas, lensanya menangkap keberadaan putra Alxavander.

Caramel membersihkan diri dengan cepat dan memilih gaun off shoulder berwarna peach lima senti di atas lutut. Langkahnya yang dibalut cream flat shoes berlarian menuju taman. Surai cokelat yang mulai menyentuh punggung ia kuncir kuda dengan pita hitam beraksen kupu-kupu.

Kedatangan gadis itu disambut begitu hangat oleh ketujuh putra Alxavander yang segera menghentikan latihan pedang mereka.

“Selamat pagi!” Caramel menyapa begitu ceria dengan binaran bahagia di lensa.

“Pagi, Cantik. Wah, aku ingin memelukmu.” Sulung Alxavander melepas katana dalam genggamannya begitu saja, meninggalkan efek mendramatisir dari suaranya yang menghantam lantai. Arthfael segera mendekap Caramel erat dan mengusap belakang kepalanya penuh sayang.

“Aku rindu sekali padamu, Baby. Aku khawatir kau akan sakit lagi.”

Mendengar hal itu membuat Caramel tak canggung mengeratkan pelukan dan memberi tepukan pelan di punggung Arthfael. “Aku baik-baik saja, Oppa,” gumamnya.

Keenam putra Alxavander membulatkan mata takjub. Arthfael mengurai pelukan mereka dengan bibir membentuk terowongan. “Apa? Kau panggil aku apa?” tanyanya heboh.

Oppa. Aku memanggilmu begitu karena kau seperti kakak yang menyayangi adiknya.” Cengiran Caramel menjatuhkan aliran hangat pada pipi Arthfael.

Pria itu tidak bisa menyembunyikan emosinya dan kembali memeluk gadis itu. “Ah, aku cengeng sekali. Akhirnya kau mau menjadi adikku,” ujarnya terdengar begitu tulus.

Jason tersenyum kecil dan menggeleng pelan. Ia mengerti bagaimana perasaan si sulung sebagai sosok yang paling merasa bersalah setiap Caramel terluka sejak mengenal mereka.

“Arthfael Alxavander, adik barumu tidak bisa bernapas. Wajahnya memerah,” gumamnya yang membuat sang kakak benar-benar melepas pelukan.

Arthfael tergelak dan mengusap sudut matanya yang berair. “Aku terbawa suasana. Apa ketampananku berkurang?”

“Ketampananmu tidak pernah berkurang karena aku telah merebutnya sejak dulu, Hyung,” sahut Thunder.

Delikan mata Arthfael membuat yang lain tak kuasa menahan tawa. Si sulung mengapit si bungsu di bawah perpotongan lengan dan bahu sampai Thunder lelah tertawa dan memohon ampun.

Ethan melangkah mendekati Caramel. “Aku tidak tahu rasanya hidup, tetapi kau membuat kami merasa hidup, Caramel.”

Sosok bergaun peach itu kembali merona.
“Ethan benar. Kami memang sering bercanda, tapi kini menjadi lebih menyenangkan saat kau hadir di antara kami.” Jason menarik senyum tipisnya dengan tatapan melembut.

Robert tiba-tiba muncul, merangkul Jason dan Ethan dengan cekungan dalam di pipinya yang mengulas senyum bahagia. “Aku sangat setuju dengan mereka. Kami berharap dapat melindungimu ke depannya. Bagi kami, kau adalah si bungsu yang sangat kami cintai. Benar, kan?”

Pertanyaan vampir ber-IQ tertinggi di angkatannya diangguki mantap oleh kedua saudaranya.

“Jangan tinggalkan kami, okay? Kau mau, kan?” pinta Ethan seraya menggenggam tangan Caramel.

Gadis itu tersentak kaget merasakan lingkaran lengan di leher. Suara berat yang sejak tadi bungkam begitu dekat dengan telinganya. “Dia tidak akan kemana-mana, Hyung. Iya, kan, Cara mia?”

Ketiga vampir pria itu tersenyum puas saat perempuan dalam rengkuhan sang adik mengangguk dan tersenyum begitu tulus. Caramel memang tidak akan bisa melepaskan diri dari Zico. Tidak saat mereka telah melewati berbagai kesulitan bersama.

“Shin, ayo ikut denganku!” Zico menarik tangan kanan Caramel bersamaan dengan Ethan yang segera melepaskan tangan kiri gadis itu.

“Mau ke mana?” Caramel menatap Zico dan ketika kakaknya bergantian, tetapi mereka hanya membiarkan dirinya pergi mengikuti ke mana tangannya ditarik.

Akhirnya Robert dapat merasa lega sekarang, begitu pun Jason dan Ethan. Tidak ada satu pun di antara mereka yang terbebani dengan kedekatan Zico dan Caramel. Kecuali seseorang.

“Aku tidak ingin mereka bermasalah lagi. Aku yakin Zico mulai menaruh hati pada Caramel,” ujar Ethan mantap.

Jason berdecak dan memutar netra malas. “Aku yakin anak itu belum menyadari perasaannya. Ah, dia bahkan begitu keras kepala.”

“Bungsu Alxavander baru saja menyatakan perasaannya pada Caramel. Kita harus menghentikannya sebelum terlambat.” Ucapan Robert membuat keduanya menoleh melempar tatapan tak percaya.

Bukan hanya mereka, Robert pun merasa tidak percaya. Namun, apa yang didengarnya semalam tidak mungkin salah, jelas sekali bagaimana terkejutnya Caramel saat adik mereka mengatakannya.

Tanpa sengaja Jason mengalihkan pandang pada Arthfael dan Thunder yang berjalan mendekat. Keduanya memang berlarian seperti anak kecil saat ia mendekati Caramel. Namun, ketika keduanya telah sampai, Jason baru menyadari bahwa sejak tadi Axel tidak berhenti berlatih pedang.

Wajahnya tegang. Dalam penilaian Jason, Axel adalah adik yang kentara setiap mengalami perubahan emosi, sama seperti Ethan dan Thunder. Berbeda dengan Zico yang lebih sering menyembunyikan semua perasaannya sendiri.

Feeling-ku berkata bahwa Axel sedang mengalami hal yang sama.” Ucapan Jason menghadirkan tanda tanya di wajah Arthfael dan Thunder. Robert tak habis pikir dengan kedua adiknya. Decakan tak menyangka pun menguar dari birai Ethan.

“Kutunggu di ruang keluarga, ada yang ingin aku bicarakan.”

“Bagaimana dengan Zico Hyung? Dia ke mana?” tanya Thunder pada Robert

“Dia pergi bersama Caramel.”


○●○


Di ruang keluarga, keenam vampir berparas tampan duduk berhadapan. Robert bersama Arthfael dan Jason, sedangkan Ethan bersama Axel dan Thunder. Sofa beludru merah yang menghias ruang akan menjadi saksi bisu.

“Ada apa Robert?” Tidak biasanya Robert mengajak bertemu untuk membicarakan hal yang tidak Arthfael ketahui.

“Semalam ketika aku baru sampai di mansion, aku mendengar Thunder mengungkapkan perasaannya pada Caramel. Seperti yang kita tahu, Caramel ditakdirkan menjadi soulmate Zico. Aku tidak ingin kita mengorbankan hubungan darah demi cinta.”

Semuanya memaku atensi pada Robert. Sedangkan yang menjadi topik hanya terdiam menunduk. Tak jauh berbeda dengan Axel yang terlalu jelas parasnya menampilkan kegelisahan. Hal itu tidak luput dari tatapan penuh keseriusan milik Arthfael.

Keenam kepala di sana memiliki hilir yang menyatu pada satu kesimpulan, bahwa Thunder juga memiliki soulmate yang sama seperti Zico. Bukan rahasia lagi jika setiap vampir memiliki tiga soulmate dan tidak menutup kemungkinan bahwa soulmate mereka adalah omega yang sama. Dalam dunia vampir, mereka tidak akan jatuh cinta pada siapa pun perempuan kecuali takdir mereka.

“Thunder, apa ada yang ingin kau katakan?” tanya Arthfael.

“Aku akan berusaha melupakan perasaan itu, kalian tidak perlu khawatir. Aku pergi.” Netra madu pria itu hanya sekilas menyapu pandang sebelum beranjak pergi dengan langkah gontai.
Kepergiannya menyebabkan helaan napas berat membumbung tebal di ruang keluarga.


●○●


Langkah Zico terhenti pada tanah lapang di dalam hutan setelah disambut oleh hewan kecil yang dibuat terkejut oleh kedatangan mereka. Beberapa burung yang awalnya bersantai di balik rimbunnya dedaunan pohon oak pun memilih mengepakkan sayap menjauh. Atmosfer yang menguar dari tubuh Zico menyapa mereka begitu kuat.

“Aku akan melatihmu menggunakan katana.” Suara bariton pria itu membuat Caramel tersedak saliva sendiri. Ia berharap rungunya sedang mengalami sedikit kerusakan sehingga pendengarannya bermasalah.

“Untuk apa? Aku tidak tertarik!”

Salah satu ujung birai Zico tertarik turun. “Kalau Thunder yang melatihmu, apa kau tertarik?”

Jantung Caramel terasa sedang belingsatan di rongga dada. Ia tidak mengerti mengapa rasanya seperti sedang tertangkap basah sedang selingkuh di belakang sosok suami. Kenyataan mengatakan bahwa mereka hanyalah dua sosok yang terjebak permainan takdir.

“Tidak menjawab berarti iya,” ejek Zico.

Tongkat panjang yang berada di balik punggung tegap ditarik cepat oleh sang empunya, membuat Caramel berjengit dan melangkah mundur seketika. Siapa yang tahu jalan pikiran Zico? Pria yang bisa bersikap manis dan mengerikan di waktu bersamaan ini pada dasarnya adalah sosok monster yang menyebabkan keributan di ibukota Korea Selatan.

Melihat sikap awas Caramel tak ayal menggelitik Zico untuk tertawa kecil. “Kenapa kau takut? Sudah siap, kan, dengan hukumanmu?”

Benar, kan? Mereka benar-benar hanya terikat perjanjian, bukan perasaan. Caramel berusaha mengenyahkan rasa kecewa yang bercokol di lubuk hati.

“Kau tidak boleh menghukumku sembarangan! Kita ini partner! Kau butuh darahku dan putra Alxavander berjanji akan melindungi negaraku jika aku membantu adiknya. Jadi, jangan macam-macam dan singkirkan katanamu.”

“Wah, sayang sekali. Padahal aku ingin membuat sedikit seni di lehermu.” Setelah mengucapkan itu, teleportasi membawa tubuh Zico berdiri di belakang punggung Caramel yang sontak menegang. Terpaan napas dingin vampir itu menyapa bahunya yang terbuka.

“Satu goresan saja cukup untuk mengobati dahagaku,” bisiknya menggoda di dekat telinga Caramel.

Hal yang tidak pernah Zico duga karena Caramel membalikkan tubuh dan melayangkan kepalan tangan menghantam dagu dengan sangat tidak estetik.

“Akh!”

Tawa Zico berderai merdu setelah melihat si petit mengaduh kesakitan pada bagian tangannya. Bagaimana mungkin manusia lemah seperti Caramel bisa menjatuhkan Zico? Bahkan dengan gerakan tidak terduga sekali pun. Lihat saja siapa yang bersimpuh di atas rumput hijau sembari menekan tangan di perut.

Ingin rasanya Zico tertawa lebih lama, tetapi ia yakin tulangnya lebih kokoh daripada tulang jemari lentik manusia itu. Dengan segera ia meluruhkan tubuh di sisi Caramel, mengambil alih tugas si petit dan meniup memar ringan kemerahan di punggung tangannya.

“Kau harus lahir seribu tahun lebih dulu jika ingin mengelabuhiku.”

Zico kembali tergelak kala wajah lembut di depan obsidiannya mengerucutkan bibir dengan pipi menggembung. “Masih sakit?”

Caramel mengangguk mantap dengan samudera basah karena ia merasa tidak dapat menggerakkan jemarinya sekarang.

“Wah, sepertinya harus kutebas saja agar tidak infeksi,” gumam Zico.

“Kusumpahi kau tidak akan lulus kedokteran di dunia manusia, Zico Alxavander makhluk paling menyebalkan sedunia!”

Zico tersenyum kotak dan mengacak puncak kepala Caramel gemas.

“Wah, kalian romantis sekali!”

“Reen?”

~To Be Continued~
👑👑👑
Mau ngingetin buat tinggalin jejak 🌝

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro