Bagian 19

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Melly cantik ya, Dar, pake hijab gitu." Saddam menatap ke arah sosok Melly yang tengah menyiapkan pemanggang jagung bersama Tora di sana.

Dara yang tengah berjalan di samping Saddam langsung menoleh. Tiba-tiba saja dirinya mendadak sensitif. Pikirannya melayang pada kejadian Mamanya menolak Saddam. Dan sekarang, Saddam malah memuji gadis lain di depan Dara. Entah kenapa Dara tidak suka akan itu.

"Kenapa?" tanya Saddam ketika Dara menatapnya tanpa berbicara apa-apa.

Gadis itu membuang arah pandangnya dan memilih mempercepat langkah agar tidak bersebelahan dengan Saddam.

"Dar," panggil Saddam seraya mengikuti langkah Dara di belakangnya.

Dara memilih duduk di samping Pandu. Gadis itu memilih mengolesi mentega pada jagung.

Saddam duduk di sebelahnya. Kepalanya miring menatap Dara yang tengah menunduk menatap fokus pada jagung. "Dara?" panggil Saddam lagi.

"Apa, sih? Berisik banget lo." Dara beranjak. Gadis itu memilih berpindah tempat di dekat Danu.

Saddam menghela napasnya. Tak lama kemudian, Melly datang dan duduk di sebelah Saddam. Dara berdecak pelan, di beranjak kemudian duduk di antara Melly dan Saddam. Tempatnya sangat sempit, sehingga Melly sampai bergeser tempat.

"Astaghfirullah, Dar." Saddam mengusap dadanya pelan merasa kaget dengan tingkah Dara yang tidak biasanya begini.

"Nih." Dara memberikan jagung pada Saddam yang sudah diolesi mentega.

Saddam memilih mengambilnya. Cowok itu kemudian menatap ke arah Melly. "Udah beres pemanggangnya, Mel?"

"Udah, Dam."

Dara berdecak pelan.

Danu yang posisinya duduk di depan Dara, mengerutkan alis heran. Kemudian, ia menatap ke arah Saddam yang terlihat bingung dengan tingkah Dara. Kemudian, sebuah ide tiba-tiba muncul.

"Dam, Melly cakep ya?" ujar Danu.

Melly mendongak menatap Danu. Gadis itu terlihat terpaku dengan apa yang diucapkan oleh sahabat sekaligus mantan kekasihnya semasa SMA itu.

"Iya, tadi juga gue bilang gitu ke Dara. Iya kan, Dar? Melly cantik pakai hijab?" tanya Saddam.

"Iya, cantik," jawab Dara terdengar begitu ketus.

"Kok ngamuk?" Saddam hendak mencubit pipi Dara. Namun, Dara menepisnya.

Saddam menatap tangannya yang ditepis oleh Dara. "Yang?" Saddam beralih menatap Dara dengan pandangan kaget.

"Apa, sih?!"

"Kok mirip Singa, sih? Galak banget."

"Iya, gue jelek kayak singa! Gak usah lo jelasin juga gue sadar diri." Dara beranjak. Gadis itu melempar jagung yang ia pegang ke dalam wadah.

Kemudian, ia memilih berlari masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan kesal.

Saddam menghela napas pelan. "Terusin aja, ya. Gue mau nyusul Bini gue dulu." Saddam beranjak dan memilih berlari mengejar Dara ke dalam rumah.

Saddam melihat Dara yang tengah menaiki anak tangga. Lantas, ia memilih mengikuti langkah gadis itu dan terus menyerukan namanya. "Dara, kenapa, sih? Hei, berhenti dulu, dong."

Dara hendak menutup pintu kamarnya. Namun, Saddam berhasil menahannya dan ikut masuk ke dalam sana.

"Ngapain ngikutin gue?" Dara memilih berjalan ke arah kasur dan duduk di tepinya.

Saddam mengikuti Dara dan duduk di  sebelahnya. "Lo kenapa marah-marah terus?"

"Melly cantik ya, Dam. Semua mantan lo juga cantik-cantik, semua cewek yang ada di sekitar lo juga cantik semua. Gue doang yang enggak, kadang gue tuh mikir, Dam. Kenapa bisa lo bertahan sama gue? Gue juga mikir, yang cantik aja bisa putus sama lo. Apalagi gue. Dulu, sama Anara juga lo selesai gara-gara orang tua Anara enggak setuju. Sekarang Mama gue ...."

"Jadi sayangnya gue ini lagi cemburu sama Melly?" Saddam memotong ucapan Dara dan menatap gadis itu dengan senyum geli.

Dara menghentikan ucapannya dan menoleh ke arah Saddam. Dia diam.

Saddam tertawa. Cowok itu langsung merangkul Dara dan menyandarkan kepalanya di bahu Dara. "Muji doang, Dara. Enggak ada maksud apa-apa. Lagian masa iya sih gue suka sama Melly disaat gue udah dapet semuanya dari lo?"

"Ya hati orang enggak ada yang tahu."

"Tapi lo tahu kan kalau gue sayang banget sama lo?" tanya Saddam menatap Dara.

Dara diam. Gadis itu menunduk menatap lantai seraya memainkan kakinya. "Tau," cicitnya.

"Jadi apa yang lo takutin, hm?"

"Takut lo pergi."

Saddam diam. Ia menatap Dara sebentar sebelum akhirnya menegakan tubuhnya kembali.

Ia meraih kedua bahu Dara dan menuntun gadis itu agar menghadap ke arahnya. "Dar, gue enggak akan pergi."

"Tapi lo bisa, Dam."

"Gue bisa, tapi gue enggak mau."

"Tapi Mama enggak setuju sama kita. Dulu waktu sama Anara lo bisa pergi kan? Kemungkinannya pasti sama, Dam. Lo juga—"

Saddam langsung menarik Dara ke dalam pelukannya. Matanya terpejam kuat bersamaan dengan hatinya yang bersorak tak terima atas apa yang Dara ucapkan. "Gue enggak mau pergi dari lo, Dara. Kenapa lo enggak percaya sama gue?"

"Gue takut, Dam." Dara melingkarkan kedua tangannya di punggung Saddam dan menyambunyikan wajahnya pada dada cowok itu.

"Gue udah pernah kehilangan orang tua gue. Gue juga beberapa kali bahagia sama cowok, tapi ujung-ujungnya mereka nyakitin gue."

"Gue enggak akan sakitin lo, Dar."

"Gue takut, Dam. Gue enggak siap kalau harus patah hati lagi. Gue bahagia punya lo, gue seneng saat lo butuh gue. Gue enggak bisa bayangin kalau suatu hari nanti, orang yang lo butuhin bukan gue. Gue—"

"Berhenti, Dara. Berhenti. Gue gak suka lo kayak gini. Ini tuh bukan lo. Dara, cewek gue tuh enggak pernah kayak gini. Kalau pun nanti gue pergi, satu-satunya yang bawa gue pergi cuman Tuhan, Dar. Bukan orang lain, apalagi cewek." Saddam menatap Dara. tangannya yang tersimpan di punggung Dara bergetar takut.

"Gue enggak pernah siap kalau harus pergi, menjauh, ataupun lo tinggalin, Dar. Selama kita pacaran, lo ngerti gue, lo kasih semuanya sama gue, lo juga anggap gue itu orang biasa ... Bukan selebritis atau apapun itu. Berhenti bandingin diri lo sama cewek lain, Dara. Lo sama mereka itu beda. Lo cantik, lo baik, lo pengertian. Dan Lo itu punya gue. Udah ya?"

Dara mengigit bibir bawahnya. Gadis itu menunduk. "Maaf, Dam."

"Sini, peluk lagi." Saddam menarik Dara dan kembali memeluk gadis itu.

Tangannya mengusap lembut punggung Dara dengan pelan. Saddam paham Dara takut apa yang Saddam lakukan pada Anara, ia lakukan juga pada Dara.

"Jangan nangis lagi. Muka judes Lo enggak cocok banget jadi cewek cengeng."

•••

Acara malam ini berlangsung dengan lancar. Dari mulai berfoto bersama, bercanda, bernyanyi, dan juga memakan jagung.

Sedaritadi, Saddam terus menggenggam tangan Dara. Sesekali, dia merangkul gadis itu seakan memberitahu bahwa dirinya tidak akan pernah melepaskan Dara sampai kapanpun.

"Lepas atuh, Dam. Dipegangin mulu." Tora melirik ke arah tangan Saddam yang saat ini tengah merangkul Dara.

Saddam melirik tangannya. "Iri aja. Pacar lo yang segudang itu mana? Bawalah! Nyinyir Mulu sama hubungan orang, heran."

"Bukan gitu, ada yang panas, tuh."  Tora melirik ke arah Langit yang tengah bermain tiktok bersama Pandu.

"Dia lagi goyang dombret gitu." Saddam menunjuk Langit dan juga Pandu yang nampak cuek dengan gerakan absurd mereka.

"Dar, lo kesambet apaan punya mantan kayak Langit?" tanya Melly seraya tertawa melihat tingkah Pandu dan Langit.

Dara menggeleng. "Ya itu. Dia lucu."

"Dar, ih." Saddam berdecak kesal dan mengeratkan rangkulannya tak suka.

Dara tertawa. Ia mengusap lembut punggung tangan Saddam yang melingkar di pinggangnya. "Lucuan Adam, kok."

"Sayang?"

"Sayang, banget."

"Ekhem! Bucin!" ucap Danu.

Saddam tertawa. Ia menggesekkan pipinya pada pipi Dara dengan gemas, ia tertawa lebar. "Biarin, cewek gue cantik sih. Enak banget jadi bahan bucinan."

"Enak ya, Dar. Udah ketemu sama cowok yang pas. Dijadiin ratu." Melly tertawa pelan.

Danu terkekeh sinis. Cowok itu memilih beranjak dan bergabung bersama Langit dan Pandu.

"Lo juga dulu dijadiin ratu sama dia, Mel." Tora berbisik seraya menunjuk Danu yang sudah bergabung dengan Pandu dan Langit.

TBC

Perasaannya setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk Saddam

Dara

Melly

Danu

Tora

Langit, Pandu

Aku?

Jangan lupa follow Ig Rp juga ya!

@Octaviany_Indah

@dararzqka
@panduarrasyid_

@anara.alovi
@saddam.fariz
@tora_gnjr
@reza.ranggadinata

Spam next, kuy!

See you!!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro