Bagian 8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pandu menatap ponselnya yang menunjukan artikel perihal Saddam yang datang ke acara ulang tahun Anara.

Belum lagi, di sana menunjukan foto Saddam dengan Anara yang melingkarkan lengannya pada lengan cowok itu. Foto ini didapat dari postingan Instagram Anara.

Pandu melirik ke arah Dara yang tengah sibuk menggantungkan kaos pada tempat yang sudah kosong.

"Kemarin, lo dateng ke acaranya Anara, Dar?" tanya Pandu.

Dara menoleh. Gadis itu mengangguk. "Iya, sama Saddam. Gue juga ketemu sama Langit, kemarin."

"Lo tahu foto ini?" Pandu menunjukan layar ponselnya pada Dara.

Dara memilih berjalan ke arah Pandu dan duduk di sebelahnya. Gadis itu menganggukkan kepalanya. "Iya, tau."

"Banyak yang duga lo sama Saddam putus, terus Anara balikan lagi sama Saddam. Lo enggak lagi ada masalah apa-apa kan sama Saddam, Dar?"

Dara tertawa. Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Gue sama Saddam baik-baik aja. Itu kan cuman dugaan mereka, mereka enggak tahu kenyataannya yang sebenernya kayak gimana."

"Udahlah, gak ngerti gue sama yang kayak ginian. Pacaran sama orang terkenal emang ribet banget ya, Dar?"

"Enggak ribet kalau lonya enggak ambil pusing," jawab Dara.

Gadis itu memilih meraih ponselnya dan membuka aplikasi Instagram. Ia heran melihat postingan terakhirnya kini dibanjiri komentar soal hubungannya dan Saddam.

Ada yang berkomentar Dara harus sabar, ada juga yang menanyakan keadaannya. Belum lagi ada yang menentang keras soal Dara dan Saddam yang dikabarkan putus.

Dara mengerutkan alisnya. "Kok ... Bisa gini, ya?"

"Kenapa, Dar?"

Dara memberikan ponselnya pada Pandu. Pandu membaca satu persatu walau tidak semua, ia langsung menatap ke arah Dara. "Tuh, kan! Cuman gara-gara postingan Anara doang, nih."

Beberapa pembeli mulai berdatangan. Akhirnya, pembicaraan Dara dan Pandu soal itu segera mereka hentikan dan memilih untuk memulai kerja mereka.

•••

"Enggak, gue sama Anara gak balikan. Berita itu enggak bener. Gue cuman Dateng ke acara Anara itupun diundang. Gue berangkat ke sana bareng Dara, kok."

"Makasih, ya. Permisi." Saddam tersenyum ke arah beberapa wartawan yang sedaritadi bertanya perihal artikel perihal dirinya dan Dara putus di sosial media.

Saddam baru saja selesai mengisi acara. Ia memilih masuk ke dalam mobil dibantu oleh Nando yang memberi pengertian pada wartawan.

Saat Saddam sudah masuk ke dalam mobil bersama Nando. Ia langsung menyandarkan punggungnya pada jok mobil. Tangannya memijat pelipisnya dengan pelan.

"Tuh, kan. Gue dateng bareng Dara aja kayak gini. Apalagi gue dateng sendiri."

Nando tertawa pelan melihat Saddam yang kini sudah memejamkan matanya.

"Yaudalah, yang penting hubungan lo sama Dara baik-baik aja, kan?"

Saddam memilih meraih ponselnya tanpa membalas ucapan Nando. Cowok itu memilih membuka aplikasi WhatsApp untuk menanyakan di mana keberadaan Dara.

Beberapa detik kemudian, pesan langsung dibalas. Dara mengatakan dirinya berada di toko.

"Do, anter gue ke toko, ya."

"Gak mau pulang aja, lo? Istirahat, gitu? Emang gak capek?"

"Dih perhatiannya udah kayak cewek yang naksir sama cowok, ya?" Saddam melotot ke arah Nando.

Ia memundurkan duduknya hingga mepet ke arah pintu. "Cepet nikah, sana. Gue masih suka sama cewek, anjir!"

"Amit-amit." Nando mengedikkan bahunya dan memilih memfokuskan diri ke arah jalanan.

Beberapa menit di perjalanan, akhirnya mobil milik Nando berhenti tepat di depan toko tempat tujuan Saddam.

Saddam melirik ke arah Nando. "Lo pulang aja, sana."

"Yaiyalah! Ngapain gue nungguin Lo? Enggak ada kerjaan banget."

Saddam memilih turun. Cowok itu melambaikan tangannya ketika mobil Nando sudah melaju meninggalkan kawasan toko.

Saddam memilih melangkah masuk ke dalam sana. Ia langsung mendapati Dara dan juga Pandu yang saat ini tengah sibuk melayani pembeli.

"Dar," panggil Saddam.

"Eh, bentar. Tunggu di sana dulu, tanggung." Dara menujuk ke arah meja kasir.

Akhirnya, Saddam memilih duduk di sana sembari menatap ke arah Dara yang terlihat ramah dengan pembeli.

Cowok itu menemukan ponsel milik Dara yang tergeletak di atas meja. Ia meraihnya, kemudian ia membukanya karena kebetulan ia tahu kata sandinya.

Setelah itu, Saddam membuka aplikasi Instagram, ber-selfie ria, kemudian ia jadikan instastory hingga penuh.

"Produk Bandung emang enggak pernah gagal." Saddam tertawa pelan melihat foto dirinya sendiri.

"Dam, udah makan?" Dara yang baru saja selesai langsung duduk di samping Saddam.

Saddam menggeleng tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel milik Dara.

"Ngapain, sih?" tanya Dara heran. Gadis itu ikut melihat ke arah layar.

"Gak ada kerjaan banget." Dara berdecak pelan kala mengetahui apa yang Saddam lakukan.

Saddam tertawa. "Ganteng, ya?"

"Ganteng-an bapak gue."

Tak lama setelahnya, Pandu baru saja selesai melayani pembeli. Ia langsung bergabung bersama Dara dan juga Saddam. "Eh, ada mantannya Dara."

"Sopan lo kayak gitu?" tanya Saddam.

"Gak tahu. Tapi kan di beritanya gitu, Saddam sama Dara putus. Saddam balikan sama Anara, mantan Saddam paling unyu-unyu, badannya bogel, tapi mukanya imut-imut gitu. Iya kan?" Pandu menaik turunkan alisnya seraya memasang wajah menyebalkan.

"Iya, ya. Anara kan mantan gue paling kiyut. Balikan boleh enggak, ya?"

"Boleh banget, Dam." Dara tersenyum ke arah Saddam.

Saddam menelan Salivanya susah payah. Cowok itu langsung tercengir dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Bercanda, yang."

"Beneran aja gak papa."

"Yaudah, beneran, nih." Saddam meraih ponselnya. Kemudian, ia membuka room chat dengan Anara.

Ia melirik ke arah Dara yang masih diam menatap ke arahnya dengan satu alis terangkat.

Saddam menyimpan ponselnya di meja dan mencebikkan bibirnya sebal. "Enggak ada niat larang-larang manja, gitu? Kan cuman bercanda."

"Enggak ada kerjaan."

"Mampus." Pandu tertawa kencang.

Saddam langsung merangkul bahu Dara dan mengacak puncak kepala gadis itu dengan gemas. "Anak siapa sih, lo? Nyebelin banget!"

"Katanya udah direstuin, udah sering main ke rumah Dara, tapi enggak tahu dara anak siapa," sahut Pandu.

Saddam melayangkan tatapan tajamnya pada Pandu. "Gelud aja yu, Du!"

"Gue bilangin Emak gue, nih!"

•••

Sore hari sekitar jam 4, seperti biasanya Saddam akan nangkring di rumah Dara untuk bermain bersama Zara.

Di ruang tengah, keluarga Dara tengah memakan pisang goreng buatan Ayu seraya menonton televisi.

Saddam berada di tengah-tengah mereka. Seperti biasanya, jika sudah bersama Zara, dia pasti tidak akan berhenti berbicara untuk mengajak Zara mengobrol.

"Dam, gak mau?" Dara menyodorkan pisang goreng pada Saddam.

Saddam menggeleng. "Mau main sama Zara, ya?" Saddam memilih membalas ucapan Dara seolah tengah berbicara pada Zara.

Ia mencium pipi Zara dengan gemas hingga bocah itu tertawa.

"Zara cantiknya siapa?"

"Babang!" Zara bertepuk tangan.

Saddam terkekeh pelan. Tangannya terulur mencubit pelan pipi Zara.

"Abang, Zara. Bukan Babang!" ucap Saddam.

"Babang," ulang Zara karena belum terlalu lancar berbicara.

Dara menggelengkan kepalanya pelan. Gadis itu memilih melanjutkan makan pisang goreng.

Reza yang posisinya tengah tiduran, dengan mata yang tertuju pada televisi, melirik ke arah Dara. "Kemarin gue ke rumah Cakra. Ketemu sama si Langit, dia udah balik?"

"Kemarin lo ketemu?" tanya Dara.

"Iya."

"Lo simpulin sendiri, deh. Ngapain nanya sama gue?"

Reza mendengkus kesal. Ya benar juga, sih. Dia kan hanya ingin mendengar pendapat Dara perihal mantan kekasihnya itu.

"Mama juga udah lama banget lho enggak ketemu sama Langit. Dia apa kabar, Dar?"

"Ma ... Ini ada calon mantu Mama paling ganteng, lho. Ngapain nanyain yang enggak ada?" Saddam mendengkus kesal.

Ayu terkekeh pelan. "Mama cuman tanya kabar. Lagian kan calon mantu Mama udah ada di sini. Itupun kalau Dara enggak ada niat buat ganti."

"Dar? Ada niat ganti?"

"Ada. Modelan Manu Rios, kesampean, enggak, ya?" tanya Dara.

Ragil mengerutkan alisnya. "Manu Rios siapa, Dar?"

"Calon mantu Papa. Nanti Dara kenalin." Dara tertawa pelan.

"Halunya ketinggian. Padahal muka gue juga sebelas dua belas lah sama Manu Rios." Saddam mengusap rambutnya ke belakang.

Reza memasang wajah jijik seraya menatap ke arah Saddam. "Kepedeannya tolong agak di turunin dikit."

"Enggak bisa. Enggak pede enggak dapet restu, enggak pede enggak akan jadian sama Dara, enggak pede gue enggak akan terkenal sampai banyak duit."

"Sombong banget. Gak gue restuin, nih!"

Saddam mengangguk. "Lo doang gak penting. Yang penting restu Mama sama Papa, sama Zara. Ya kan?"

"Iya ...." Saddam berbicara seperti anak kecil layaknya dia adalah Zara.

Reza membelakkan matanya. Dara yang melihat itu tertawa. Saddam juga melirik ke arah Reza, sampai akhirnya, ia membawa tangan Zara untuk bertepuk tangan. "Hore! Bang Reza kena mental!" sorak Saddam.

Dan sialnya, Zara seakan paham dan malah bertepuk tangan tanpa dibimbing oleh Saddam.

TBC

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk Saddam

Dara

Anara

Pandu

Reza

Zara

Spam next di sini, dong!

Aku gak janji besok bisa up. Asli aku enggak enak badan banget. Ini juga seharian tiduran doang😭 minta doanya ya semoga cepet sembuh😭🙏

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro