Bagian 9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Beberapa hari berhasil terlewati. Esok adalah hari pernikahan Bella. Malam ini, Saddam sudah berada di Bandung bersama Dara. Tentunya dengan izin dari orang tua Dara.

Saat ini, di teras rumah Saddam, Dara tengah duduk di kursi kayu seraya meminum secangkir teh hangat.

Tidak ada resepsi untuk pernikahan Bella. Dan Saddam bilang, hanya akan menghadirkan beberapa saksi saja. Mengingat, Bella masih anak SMA dan tengah melangsungkan ujian sekolah.

Bella bilang, belum ada yang mengetahui perihal kehamilannya. Karena kandungan Bella masih beberapa Minggu, jadi belum terlihat. Dia juga ke sekolah selalu mengenakan jaket. Itu kata Saddam, dan Saddam diberitahu oleh Selly.

Saddam masih belum mau berbicara dengan Bella.

"Teh."

Dara menoleh. Gadis itu tersenyum kala mendapati Bella yang saat ini tengah menatap ke arahnya dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada.

"Duduk, Bel."

Bella duduk. Gadis itu melirik ke arah pintu sebentar. Sebelum akhirnya, ia menatap ke arah Dara. "Teteh harus banget ya ikut ke sini?"

"Kenapa?" tanya Dara.

"Emang harus banget gitu ngikutin Aa ke sana ke sini?" tanya Bella sinis.

Dara tersenyum. "Teteh di sini. Aa di dalem, Teteh gak ngikutin Aa kamu."

Bella memicingkan matanya tak suka. "Teteh sadar gak sih? Semenjak Aa pacaran sama Teteh, Aa tuh udah jarang kasih perhatian sama Bella."

"Perhatian yang kayak gimana yang kamu mau, Bel? Setahu Teteh, apapun yang kamu mau Aa kamu kasih, kan? Enggak di besok-besok, enggak di nanti-nanti. Bilang aja kamu enggak suka sama Teteh." Dara mengangkat sebelah alisnya menatap Bella.

"Gini, Bel. Kamu minta, Aa kamu kasih. Terus sekarang kamu bilang, Aa kamu jarang kasih perhatian ke kamu. Kasihan Aa kamu, enggak dianggap ya sama Adiknya sendiri. Padahal kamu adik kesayangannya lho, Bel." Dara tertawa pelan seraya meminum tehnya.

Kemudian, gadis itu menyimpan gelasnya kembali. "Kamu mau diperhatiin sama Aa kamu, tapi apa kamu pernah mikir siapa yang perhatiin Aa kamu di kota orang? Apa kamu pernah mikir di kota orang Aa kamu makan atau enggak?"

"Aku lagi ngomongin Teteh sama Aa, ya. Bukan Aa sama aku."

"Ya sebelum ke aku, kenapa enggak kamu pikirin diri kamu dulu?" tanya Dara.

"Teteh tuh beda banget ya sama kak Anara. Heran, kenapa bisa Aa bertahan sama cewek kayak Teteh." Bella jelas-jelas menatap Dara dengan tatapan tak suka.

"Gak tau, deh. Coba tanya aja sama Aa kamu. Teteh gak bisa baca pikiran orang soalnya. Nanti kalau Teteh jawab, terus jawabannya salah, kan Teteh yang malu nantinya, ya, kan?" Dara tersenyum dan dibalas tawa sinis dari Bella.

"Gak mau kalah, sok cantik, tukang rebut perhatian orang, kemana-mana ikutin cowoknya. Kenapa, Mbak, takut cowoknya digondol cewek lain? Kenapa? Gara-gara enggak good looking, ya?" Bella terkekeh pelan.

Dara mengangguk. "Enggak good looking tapi Segede kamu, aku bikin usaha. Bukan bikin anak."

"Enggak good looking, tapi Segede kamu aku udah punya duit sendiri. Enggak minta sama orang tua," sambung Dara.

Bella mengepalkan tangannya. Gadis itu menatap ke arah Dara dengan mata yang mulai memerah. "Teteh apaan, sih?"

"Bukannya kamu yang mulai?"

"Tapi enggak usah bawa-bawa—"

"Kamu tuh udah salah, enggak mau kalah. Mau jadi orang paling bener, egois. Jangankan mengakui kesalahan kecil yang kamu buat sendiri ke aku kayak tadi. Ngakuin kesalahan besar yang udah bikin Aa kamu kecewa aja, kamu enggak terima." Dara memilih beranjak. Gadis itu akhirnya memilih masuk ke dalam rumah meninggalkan Bella di teras sendirian.

Bella membuang arah pandangnya ke sembarang arah. Air matanya tiba-tiba saja menetes.

Dara pindah tempat duduk di ruang tamu. Gadis itu memilih memainkan ponselnya seraya menyandarkan tubuhnya.

"Dara."

Dara mendongak dan mendapati Saddam yang baru saja datang dari arah dapur dengan sepiring gorengan yang ia bawa.

Cowok itu duduk di samping Dara. "Mukanya bete banget, kenapa? Gue lama, ya? Kangen, ya? Yaelah ditinggal berapa menit doang padahal."

"Aa!"

Saddam dan Dara langsung mendongak menatap ke arah Bella yang baru saja masuk dengan wajah yang masih tersisa air mata.

Gadis itu terlihat sangat marah. "Bella enggak setuju ya Aa pacaran sama orang munafik kayak Teh Dara. Dia tuh baiknya di depan Aa doang, tapi di belakang, dia jelek-jelekin Bella!"

"Jelek-jelekin gimana?"

"Dia bilang waktu segede aku, dia bikin usaha. Bukan bikin anak. Omongan dia tuh bikin Bella sakit hati, A!"

Saddam mengangguk. "Ya enggak salah. Emang gitu kenyataannya kan? Terus maksud kamu ngadu ke Aa apa? Mau Aa belain? Aa harus belain gimana?"

Bella menatap tak percaya ke arah Saddam. "Semenjak pacaran sama Teh Dara, Aa tuh jadi cuek banget ya sama Bella. Aa—"

"Kapan Aa cuek sama kamu?"

Bella diam. Gadis itu mengepalkan tangannya.

"Aa cuek sama kamu juga karena kelakuan kamu sendiri. Enggak usah salahin Dara. Aa cuek sama kamu kapan? Waktu Aa tahu kalau kamu bikin kesalahan besar. Sekarang seenaknya kamu salahin orang lain atas apa yang kamu lakuin?"

"Salah banget Aa manjain kamu, Bel. Egois, enggak pernah mau ngaku sama kesalahan sendiri. Pengennya merasa benar, tapi enggak pernah sadar apa yang kamu lakuin itu bener atau salah." Saddam tertawa sinis.

"Aa lebih bela dia daripada Bella?!" Bella menujuk Dara.

Saddam beranjak. Ia menepis tangan Bella dan menatapnya marah. Bella tersentak, ia langsung menundukkan kepalanya dengan tangan gemetar. "Masuk kamar."

"A—"

"Masuk kamar!"

"A, Bella—"

"MASUK!"

Sebelum masuk ke kamarnya, Bella menatap tajam ke arah Dara. Sampai akhirnya, ia memilih masuk ke dalam kamar dan menutupnya dengan sangat kencang.

Saddam mendudukkan dirinya. Tangannya terulur memijat pelipisnya dengan pelan. "Lo kenapa bilang kayak gitu sama Bella, Dar? Dia adik gue."

"Mau dia Adik lo, atau siapapun itu. kalau dia udah injek-injek harga diri gue, gue gak akan diem aja, Dam."

"Tapi enggak gitu caranya, Dar."

"Terus gimana? Ngalah? Maaf banget, Dam. Itu mah bukan gue."

Saddam menatap Dara. "Dar, Bella itu keadaannya lagi kayak gitu. Lo malah bilang kayak tadi. Lo enggak mikir apa keadaan dia kayak gimana?"

"Terus lo pikirin keadaan dia juga enggak? Bukannya sikap Lo yang jauhin dia, marah-marah'in dia juga sama-sama bikin dia sakit hati kan? Kepikiran? Tertekan? Iya enggak, sih? Kalau salah koreksi aja. Gue manusia soalnya." Dara mengangkat dagunya dengan tatapan menantang ke arah Saddam.

Saddam menghela napasnya. Cowok itu langsung meraih tangan Dara dan menggenggamnya. "Oke-oke, gue minta maaf. Gue enggak mau berantem. Maaf ya, gue lupa lo enggak akan bikin orang sakit hati kalau orangnya enggak mulai." Saddam langsung mencium punggung tangan Dara beberapa kali.

•••

Pernikahan Bella berlangsung dengan lancar. Saddam menatap datar ke arah Dika dan juga keluarganya yang saat ini berada di ruang tamu.

Para saksi sudah pulang setelah acara selesai. Saat ini, ada dua keluarga yang tengah berkumpul di ruang tamu rumah Saddam.

"Dia bisa tinggal di rumah saya."

"Enggak. Dika sama Bella enggak akan tinggal di sini ataupun di rumah anda." Saddam menjawab.

Papanya Dika menatap tak terima. "Setelah kasih beban anak saya buat nikahin Adik kamu, sekarang mereka harus cari tempat tinggal sendiri gitu? Kamu emang berniat menyiksa anak saya?"

"Maaf, Pak. Beban? Kita tanya ya, mereka lakuinnya pake beban atau, enggak?" Saddam langsung menatap ke arah Bella dan Dika.

Cowok itu tersenyum. "Adi-adi aing anu ku aing dipikanyaah. Aa Bade naros, maraneh pas nyieun budak make beban?"

(Adik-adik gue yang gue sayang. Aa mau tanya, kalian waktu bikin pake beban?)

Dika dan Bella tidak menjawab dan memilih menunduk. Saddam menunjuk mereka seraya menatap ke arah orang tua Dika. "Enggak ada beban. Jadi yaudah, mereka bakal tinggal di kontrakan. Bel, uang dari Aa masih ada, kan?"

"Aa, Bella gak mau—" Bella mengeratkan pegangannya pada lengan Ibunya dan menangis.

"Terus Bella maunya gimana?"

"Mau di sini."

"Yaudah Bella di sini. Nanti rumahnya Aa jual, ya. Ibu sama Selly Aa bawa ke Jakarta, deh." Saddam tersenyum.

"Saya enggak setuju anak saya tinggal di kontrakan. Saya masih mampu biayai anak saya!" Mamanya Dika menatap tak suka ke arah Saddam.

Saddam tersenyum. "Saya juga masih mampu biayain Adik saya."

"Terus masalahnya apa? Dika sama Bella bisa milih antara tinggal di sini atau di rumah saya. Enggak usah pake acara ngontrak segala. Lagian Dika juga enggak akan mungkin bikin Adik kamu hamil kalau dia gak mancing!"

"Oh, jangan-jangan Ibunya pernah jadi tukang pancing, ya?" Kali ini Dara yang menyahut.

Gadis itu terkekeh pelan. "Heran ya, udah tahu anaknya salah masih ngotot. Udah tahu anaknya lakuin kesalahan besar, masih dibelain, masih dibenarkan, masih mau dimanjain. Enak banget ya nikah muda masih dikasih fasilitas."

"Ya kalau nikah mudanya gara-gara dijodihin kayak dinovel gitu, ya enggak papa kali ya dikasih fasilitas. Ini Hamilin anak orang, lho. Hebat banget, salut." Dara tersenyum menatap ke arah Mamanya Dika.

"Yaudah! Kalian maunya apa?" tanya Papanya Dika.

"Saya udah kasih pinjem modal sama Bella bukan sewa kontrakan dan bikin usaha kecil-kecilan kali ya buat mereka hidup. Biar mereka tahu gimana kerasnya dunia luar, biar mereka tahu gimana rasanya nyari uang sendiri." Saddam menatap ke arah Dika dan juga Bella.

"Dika siap, A." Dika menunduk.

Mama dan Papa Dika beranjak, mereka memilih pergi meninggalkan rumah tanpa permisi.

Dika menghela napasnya. "Maafin orang tua Dika ya, A, Bu, Teh."

"Aturan yang marah orang tua cewek. Ini malah kebalik." Saddam mendengkus kesal.

"Sebelum Nemu kontrakan kalian tinggal di sini dulu." Saddam beranjak, dan memilih berjalan ke arah dapur.

Euis dan Selly sedaitadi hanya memperhatikan saja. Euis mengusap punggung Bella pelan. "Aa kamu masih kecewa aja, Bel. Kamu turutin dulu kemauannya, ya."

"Aa enggak sayang sama Bella."

"Teteh apaan, sih?" Selly menatap tak suka ke arah Bella.

Gadis itu beranjak. "Kalau Aa enggak sayang sama Teteh. Teteh minta apa-apa enggak akan Aa kasih. Justru teteh yang enggak sayang sama Aa. Udah dikasih ini itu, malah bikin Aa kecewa." Selly memilih melangkah pergi meninggalkan ruang tamu.

"Lihat. Bukan cuman Aa, tapi Selly juga otaknya dipengaruhi sama Teh Dara!"

TBC

Alhamdulillah aku udah mendingan. Makasih doanya semuanya😭🤍

Kesan setelah baca part ini?

Ada yang ingin disampaikan untuk Saddam

Dara

Bella

Selly

Spam next di sini dong

600 komentar next besok?

See you!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro