1. Malik Rezayn

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kelompok 2 peserta didik baru SMA GANESHA kini tengah terduduk rapi di bangkunya masing-masing. Di depan sana, terlihat dua orang moderator atau penanggung jawab kelompok tengah mengarahkan sesuatu pada setiap anggotanya.

Hanin, gadis ini berdecak kesal mendengarkan ungkapan Kakak osisnya itu. Menurutnya, terlalu bertele-tele. Buang-buang waktu. Hanin merongoh saku roknya. Senyum di bibirnya perlahan terbit.

Gadis itu menatap ke arah dimana teman-temannya berada. "Gue ada ide," bisik Hanin pada Ucup salah satu teman SMP nya.

Cowok yang kerap di sapa Ucup itu mengangkat kepalanya seolah bertanya 'apa' pada Hanin. Gadis itu yang mengerti, langsung mengangkat tikus mainannya.

"Jangan macem-macem lo," bisik Fatur yang tengah duduk di sebelah Hanin. Hanin menyikut pelan perut milik Fatur. "Lo kalo gak mau ikutan, diem-diem aja. Gue gak bakal maksa," ujar Hanin pelan.

Fatur menoyor gemas kening Hanin. "Jahat lo! Ya gue ikutan atuh!"

Hanin memutar alat agar tikus mainannya menyala. Dirasa sudah cukup, Gadis itu langsung melepaskannya. Selang beberapa detik, keempat sejoli ini masih menunggu aksi tikus mainan milik Hanin.

"Woi itung Woi!" bisik Hanin.

"Satu—"

"Dua—"

"Tiga!"

"HUAA TIKUSS!"

Teriakan anggota osis itu sontak membuat seluruh murid perempuan berteriak dan berdiri di kursi yang mereka duduki. Lain dengan Hanin dan keempat temannya. Anak-anak nakal itu langsung berlari meninggalkan kelas.

"Eh Ini mau kemana Munaroh?" tanya Rizki.

"Eh anjir jangan ke kantin! Ada pak ketos!" teriak Daffa.

"Eh anjir ini mau kemana kita?"

"Katakan peta! Katakan peta!" teriak Fatur heboh.

Kelimanya langsung berlari dan berbelok ke arah tangga Roftop. Sebenarnya ini bukan hal yang aneh bagi mereka. Karna, semenjak menginjak bangku SMP kelimanya terkenal dengan kejahilan mereka. Apalagi Ucup, dia yang paling sering kena sama kelakuannya Hanin.

Kelima sahabat ini langsung terduduk di kursi reyod yang tak terpakai di Roftop ini. Hanin tertawa senang. "Sumpah anjir! Gue kira mah yang bakalan takut osisnya doang. Eh malah sekelas yang pada heboh," ujar Hanin tertawa keras.

"Eh, lo liat gak osis yang kaya banci itu? Gila anjir paling heboh dia, gue sampe lemes. Mau lari aja susah. Ngakak gue liat muka dia yang merah kaya gitu," ujar Ucup Heboh.

"Gaboleh gitu, Cup. Dosa! Kalo dia nantinya naksir sama lo, mampus lo!" sahut Daffa yang di balas toyoran pelan pada kening cowok itu, "Najis banget. Kaya gak ada lagi cewe aja."

"Ini pertanyaannya, kita mau sampe kapan diem disini?" tanya Fatur.

Hanin menghela nafas pendeknya, "Nanti lah, kalo udah bel istirahat kita balik lagi ke kelas. Gue males banget dengerin bacotannya kakak kelas itu," ujar Hanin.

"Halah lo mah apa-apa juga males terus, Nin," sahut Rizki.

Hanin hendak menyandarkan tubuhnya ke kursi. Namun, tiba-tiba saja telinganya di tarik dari arah belakang. Hanin hendak memberikan semprotan kemarahan. Tapi, gak jadi. "Bagus ya. Baru jadi peserta MPLS aja udah kaya gini kelakuannya. Gimana kalo udah jadi murid sini?"

Hanin meringis pelan. Kupingnya semakin memanas. Dan sialnya, yang kena jeweran guru kumis tebal ini cuman Hanin sama Ucup. Sedangkan Fatur, Daffa, dan Rizki selamat.

"Ya kalo udah jadi murid mah pake seragam putih abu lah pak!" jawab Hanin. Jeweran di telinganya kembali mengerat. "Hanin diem lo. Gue juga nih yang kena," kesal Ucup.

"Kalian ikut saya," ujar bapak Kumis itu. Namun, jeweran di telinga Hanin dan Ucup tak kunjung di lepaskan.

Kini, mereka berhenti di tengah lapang. Berdiri di bawah terik matahari. Jeweran di telinga Hanin dan Ucup terlepas. Hanin mengerucutkan bibirnya seraya mengusap telinga kirinya yang mungkin saat ini sudah memerah.

"Kalian hormat bendera sampai jam istirahat nanti!"

Kelima sejoli ini menjatuhkan rahang mereka bersamaan. "Pak! Saya cewe loh. Gak kasian apa pak? Ini tuh terik banget pak--aduh."

"Kamu aja gak kasian sama temen-temen kamu yang ketakutan gara-gara ulah kamu," balas pak kumis. Hanin memicingkan matanya, "Merekanya aja yang lebay," ujar Hanin.

Mau tidak mau kelima remaja ini mengikuti perintah pak kumis. Pria paruh baya itu mengawasi mereka di pinggir lapangan yang terdapat pohon untuk meneduhi tubuh pak kumis. Hanin terus menerus mencibir, melontarkan sumpah serapah di bibirnya.

Bibirnya kembali tersenyum. "Gue mau pura-pura pingsan. Lo pada harus heboh pokonya ya?" ujar Hanin.

Fatur memutar bola matanya kesal. "Lo mah ngulah mulu. Kita nih yang kena," kesal Fatur.

"Nurut aja sama sepupu kenapa sih?" tanya Hanin.

Hanin menjatuhkan tubuhnya dan di tangkap oleh Fatur. "HUA PAK! GAJAH BERDIRINYA TUMBANG JADI DUDUK!" teriak Ucup kala Hanin sudah berada di pangkuan Fatur. Gadis itu mendesis dengan mata yang sedikit terbuka, "Gue bunuh lo cengcorang cina! Sekata kata nyebut gue Gajah!"

"PAK HANIN MATI PAK. MATI RASA!" teriak Daffa.

"Lo tuh mayat idup," kesal Hanin.

Tak lama dari itu, Pak Kumis datang menghampiri mereka. "Bawa ke UKS," teriak pak kumis.

Kelimanya bersorak gembira dalam hati. Fatur dengan segera membopong tubuh Hanin dan membawanya ke UKS yang tak jauh dari arah lapangan.

Setelah sampai di UKS. Fatur membaringkan tubuh Hanin ke brankar. Gadis itu masih berdiam dengan posisi pura-pura pingsannya. "Bapak sih tega hukum-hukum kita. Hanin tuh udah kaya Vampir pak! Gak kuat sama panas. Apalagi kalo liat doi jalan sama yang lain," ujar Rizki ngawur.

Pak kumis melotot. "Kamu nyalahin saya?"

"Eh—Enggak pak! Bapak ganteng deh kaya soni wakwaw," ujar Rizki.

"Kamu ngatain saya? Kamu kira bapak saya ilang? Bapak saya masih ada!"

Rizki menghela nafas pendeknya. "Terserah pak! Terserah! Salah mulu saya di mata bapak."

"Yasudah. Kalian balik aja ke kelas, temen cewek kalian biarin aja. Cuman pingsan gak lupa ingatan."

Fatur menatap ke arah pak kumis. "Pak gini-gini, dia titisan Riana loh pak! Bapak jangan macem-macem!" ujar Fatur.

Pak Kumis mengacak-acak kepalanya. "KEMBALI KE KELAS!"

Keempatnya terkesiap. "WOEE IYA SANTUY PAK! NGEGAS AMAT!" teriak Ucup kemudian berlari diikuti keempat sahabatnya.

Pak Kumis ikut pergi. Hanin mengintip dengan sebelah matanya yang terbuka. Gadis itu langsung mendudukan dirinya di brankar. "Gila gue di tinggal," kesal Hanin.

Hanin turun dari brankar. Gadis itu langsung berjalan ke arah pintu. Saat hendak keluar, tangannya tiba-tiba di tarik kembali masuk dengan mulutnya yang di bungkam. "Diem," bisiknya.

Hanin terdiam. Ia melihat cowok itu sedikit mengintip ke arah luar. Hanin mengikuti pergerakan cowok itu. "kenapa sih lo?" tanya Hanin pelan.

Cowok itu menatap Hanin. "Di kejar serangga," ujarnya.

"Mana ada di kejar serangga panik gitu," ujar Hanin.

"Kepo banget sih lo kaya wartawan."

"Dih."

Hanin hendak membuka knop pintu kembali. Namun, tangannya kembali di tarik ke arah belakang. "Lo gak inget sama gue?"

Hanin mengerinyitkan alisnya.

"Ck ... serius. Lo gak inget gue?" tanya nya yang di balas gelengan kepala oleh Hanin.

"Gue Malik."

Hanin membulatkan matanya. "Malik Rezayn."

TBC

Seneng banget liat respon kalian di cerita sebelumnya.

Semoga suka ya sama sequelnya❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro