2. Perjanjian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Nin, lo marah gara-gara kita tinggalin?" pertanyaan itu lolos di lontarkan dari mulut Daffa.

Ya, bagaimana Daffa tak bertanya begitu. Semenjak Hanin kembali dari UKS, gadis itu diam tak membuka suara sampai sekarang. Padahal, hari sudah menjelang sore. Hanin masih enggan membuka suaranya. "Nin, lo kenapa sih? Baperan banget," ujar Ucup.

Hanin melayangkan toyoran pada kening milik Ucup. "Baperan pala lo, Njing!" kesal Hanin.

"ALLHAMDULILLAH YA ALLAH. HANIN TERNYATA GAK KEMASUKAN SETANNYA RIANA," teriak Rizki dengan tangan yang ia letakan di depan wajahnya seperti orang yang tengah berdoa.

"Ki, lo mau gue pukul?!" tanya Hanin. Rizki menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Cowok jangkung itu kemudian menggelengkan kepalanya pelan, "Nggak Nin, nggak!"

"Lo sih lagian. Kenapa lo daritadi diem-diem bae kaya tai ayam yang baru keluar?" tanya Fatur pada Hanin.

"Paling juga mikirin utang kredit kolor spongebob dia," ujar Ucup.

Hanin memutar bola matanya malas. "Gue gak pernah kredit-kredit kolor ya njir! Kalo ngeredit panci gue demen," jawab Hanin.

"Tur, emang, Om Reno udah balik lagi ke Indonesia gitu?" tanya Hanin pada Fatur. Fatur mengerinyitkan alisnya, "Om Reno saha?" Fatur balik bertanya pada Hanin.

"Ck ... ituloh, sahabatnya bokap lo sama bokap gue," jawab Hanin.

"Oh ... mana gue tau. Lo tanyalah sama bokap lo. Sayang dong punya mulut punya otak tapi gak kepake," ujar Fatur.

Hanin memicingkan matanya sebal ke arah Fatur. "Tau ah! Gue mau balik. Udah di cariin Mama," ujar Hanin.

"Sejak kapan Tante Anneth suka nyariin lo?" tanya Ucup.

"Sejak hari ini. Gue kan orangnya ngangenin. Wajar sih muke gue kan mirip Raisa," jawab Hanin kemudian berdiri.

Ucup berdecih jijik. "Najisan amat muka kaya katel kerak telor begitu pingin di samain sama mukanya jodoh gue," ucap Ucup.

"Halah berisik lo cengcorang cina. Balik sana, tuh oli yang semalem belum di minum."

Hanin pergi meninggalkan warung kompleks tempat mereka nongkrong. Jaraknya tak begitu jauh dengan rumahnya. Maka dari itu, Hanin memilih berjalan kaki saja.

Hanin berjalan menelusuri jalan kompleks yang sudah di penuhi oleh anak-anak kecil yang tengah bermain. Wajar saja, setiap jam empat sore, Kompleksnya memang selalu ramai dengan kehadiran anak-anak kecil.

"Nin!"

Hanin menghentikan langkahnya. Gadis itu berbalik. Matanya membulat, ia hendak kembali melanjutkan langkahnya. Namun, tangannya di cengkal. "Ck ... apaan sih lo? Lepas gak?!"

"Lo kenapa sih? Kenapa ngejauhin gue coba?" tanya nya. Hanin berdecak kesal. "Ya ... karna, kita kan gak kenal." Hanin berkata dengan susah payah.

Cowok itu mengendurkan cengkalannya. "Jadi, lo, serius lupa sama gue?"

Tidak. Mana mungkin Hanin bakalan lupa sama cinta pertama dia. Emang konyol sih kedengerannya. Apalagi, dia kan ketemu sama cowok di hadapannya ini terakhir kali 10 tahun yang lalu.

Hanin menelan ludahnya susah payah. "Ck ... apaan sih?!"

"Nin, gue Malik. Anaknya Papa Reno sama Mama Gita. Lo Hanin anaknya Om Guntur 'kan?" tanya nya.

Hanin menghela nafas pendeknya. "Ya, gue emang Hanin. Tapi, lo kenapa sih ngebet banget pengen gue inget sama lo? Iya-iya gue tau lo Malik anaknya Om Reno. Terus gue harus gimana sekarang?" tanyaHanin.

Malik terkekeh geli. "Mau nepatin janji buat nikahin lo."

Tangan Hanin terangkat ke arah bibir milik Malik. Cowok itu mengecup punggung tangan Hanin dengan lembut. Hanin menahan nafasnya, dengan cepat, Hanin menarik tangannya.

"Gak sopan lo!" ujar Hanin dengan dadanya yang masih sangat berdebar.

Hanin jadi nyesel pernah bilang pengen nikah sama Malik dulu. Ah! Namanya juga anak usia 5 tahun. Mana ngerti dia sama yang begituan. Lagian, Hanin kira Malik gak bakalan inget sama perjanjian bodoh itu.

"Gak sopan-gak sopan tapi muka lo merah juga," ujar Malik.

Hanin sontak memegang kedua pipinya. "Serius?!"

Malik terkekeh geli. Tangannya terangkat mengacak gemas puncak kepala milik Hanin. "Lo makin cantik ya ternyata? Gak salah gue milih lo."

Tangan Hanin yang tadinya berada di pipi miliknya, kini turun ke pinggangnya. Gadis itu menatap tajam ke arah Malik. "Oh, kalo gue gak cantik lo nyesel gitu? Dasar cowok! Sukanya sama yang bening doang!"

"Ck ... gak gitu juga Hanin. Mau lo cantik atau jelek juga, yang namanya janji harus di tepatin," ucap Malik.

"Janji apaan? Nikah? Yang bener aja lo! Gue SMA aja belum di mulai. Udah ngajakin kawin. Lo gak inget? Sepuluh tahun yang lalu, lo tuh ninggalin gue tau!" kesal Hanin.

"Ya, gak nikah sekarang juga dong. Gue kan cuman ngingetin. Barangkali lo lupa sama perjanjian kita waktu kecil."

Hanin menggeridig geli. "NGGAK! POKONYA NGGAK! Lo, jangan bahas nikah-nikahan deh. Geli gue dengernya," ujar Hanin.

Malik tertawa. "Iya-iya. Semoga dengan adanya gue, lo mulai terbiasa ya?"

"WAYOLOH! PUNYA PACAR GAK BILANG-BILANG. UDAH GEDE YA SI HANIN SEKARANG."

Hanin dan Malik terlonjak kaget. Malik mengusap dadanya pelan. Sedangkan Hanin, langsung melemparkan tatapan tajam ke arah temannya itu.

"CUP! LO MAU GUE MATI HAH?!" teriak Hanin.

Ucup mengusap telinganya pelan. "Lo mah gitu. Marah-marah terus kalo sama gue. Kenapa sih? Padahal kata mak gue, gue ganteng."

"Liat muka lo tuh emang suka bikin naik darah mendadak," jawab Daffa. Hanin mengangguk setuju. "Baru kali ini nih, gue setuju sama bacotannya si Daffa," ujar Hanin.

"Nistain gue terus. Nistain aja terus Nistain. Gue mah ikhlas ridho lilahitaalla. Asalkan dosa gue tanggung sama kalian semua!" ucap Ucup.

"Dahlah Njing. Balik yok, balik. Males temenan sama orang baperan," jawab Hanin.

"Baperan, baperan gini. Lo pernah kebaperan juga sama gue, Nin. Secara, gue 'kan mukanya udah mirip sama Iqbaal Ramadhan."

Hanin mengangkat sebelah alisnya. "Sejak kapan muka Iqbaal suami gue jadi kaya tukang panci gini? Jangan ngaku-ngaku lo! Mau gue bunuh?" tanya Hanin.

"Ribut teros sampe berjodoh. Sampe gue jadi saksi pernikahan, sampe—"

"Sampe kepala lo gue putusin!" potong Hanin pada Rizki. Rizki berdecak kesal. "Jadi, onoh yang di pinggir mau dikenalin gak nih?"

Hanin melirik ke arah Malik yang tengah melemparkan senyumnya. Hanin menggeridig geli. "Kenalan aja sono senidiri. Punya mulut, punya tangan, punya mata. Bego banget kalo gak di gunain," ujar Hanin.

Senyum di bibir Malik perlahan luntur. Ternyata, Hanin kecil dan Hanin remaja sangat berbanding terbalik dengan ekspetasinya. Malik kira, Hanin kecilnya akan menjadi Hanin yang manja dan lembut. Ternyata ia salah, Haninya, sekarang tumbuh menjadi gadis yang sangat judes dan ketus.

"Eh ... Nama lu siapa dah? Kaya gak asing gue liat muka lo."

Malik mengalihkan pandangannya pada Fatur. "Malik Rezayn."

"Hah? Lo ... anaknya Om Reno? Yang waktu kecil janjian mau nikah sama si Hanin itu 'kan?! Oh iya bener. Pantesan si Hanin tadi nanya Om Reno udah balik ke Indo atau belum. Udah ketemu pangerannya ternyata. Eh terus—"

"Malu-maluin lo kacang kedelai," potong Hanin.

"Oh, jadi diem-diem monyet berbulu kucing ini udah punya cowok toh!" goda Ucup seraya menoel-noel dagu milik Hanin. Hanin menggampar gemas tangan Ucup. "Apaan sih?!"

"Nih kenalin. Malik ini temen gue sama Hanin waktu kecil," ujar Fatur.

"Oh ... temen atau temen nih?" tanya Rizki.

Hanin melepas sendal jepitnya dan di lemparkannya pada kepala Rizki. Sontak cowok itu meringis dan mendengus pelan.

"Dasar gaada otak!" ujar Rizki.

"Iri bilang bos," jawab Hanin.

"Lik, bagusan lo lupain dah janji-janjian itu. Seriusan lu mau punya istri kaya dia? Yang ada rumah lu barangnya habis di banting sama dia," ujar Fatur.

Malik menggaruk tengkuknya. "Haha ... iya, padahal Hanin dulu kan lucu kaya--"

"Kaya apa?!" potong Hanin.

"Kaya setannya Riana!" teriak Ucup kemudian lari meninggalkan Hanin sebelum gadis itu melempar sebelah sendalnya lagi.

"Sialan lu congcorang cina!" balas Hanin.

TBC

Mau bilang apa ke

Hanin

Malik

Fatur

Ucup

Daffa

Rizki

Author

kang somay

Kang tikung

Lopyuu mwahhh

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro