DP 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bryan da Silva sedang sibuk menata lukisan hasil karyanya di galeri yang baru saja dia sewa seminggu yang lalu. Masih banyak lukisan yang belum tergantung di dinding. Ada yang masih bersandar di dinding dan ada juga yang masih dibungkus kertas karton.

Dia sengaja datang ke Nasvhile untuk menghindari hiruk pikuk keramian kota Indianapolis. Bryan ingin lebih mengksplore ketrampilannya dalam melukis. Dari sekian banyak kota yang menawarkan atmosfer seni, Bryan memilih Nasvhile.

Melelahkan memang. Bryan harus pindah dengan membawa semua koleksi lukisannya yang tidak sedikit. Namun, dia tidak merasa menyesal karena Bryan ingin memulai sesuatu yang baru.

Dia tidak ingin hanya mengejar popularitas atau materi semata. Bryan ingin mencari sebuah kenyamanan serta ketenangan. Jadi, selain melukis, dia juga bisa beristirahat di tempat yang jauh dari keramaian metropolitan.

Laki-laki berumur tiga puluh tahun itu menarik napas panjang setelah selesai menggantung sebuah lukisan wanita dengan pose membelakangi Bryan. Wajah wanita itu menoleh ke arah kiri hingga Bryan dapat melukis setengah dari wajahnya. Hidungnya terlihat semakin runcing saat dilihat dari samping. Sedangkan rambut blonde wanita itu digelung asal sehingga meninggalkan beberapa anak rambut di bawahnya. Garis tulang belakangnya terlihat jelas. Kedua kakinya bersila, sedang tangannya sibuk memegang sebuah kain berwarna putih untuk menutupi bagian depan tubuhnya.

Bryan tersenyum bangga dengan hasil karyanya sendiri. Telapak tangannya terbuka di depan lukisan tersebut. Matanya seolah berkata, inilah hasil tanganku.

Rata-rata di dalam galeri itu banyak sekali lukisan serupa. Bahkan tak jarang juga yang polos. Yang artinya sang model tidak mengenakan apa pun.

Ya, Bryan adalah seorang pelukis dengan model wanita telanjang. Banyak pose yang sudah dia lukis, dari yang sedikit terbuka sampai yang bagi sebagian orang masih tabu.

Tangannya tanpa sadar mengusap dari atas sampai bawah lukisan wanita tersebut. Hanya dengan menyentuh sudah membuat Bryan puas. Dia tidak perlu tidur dengan wanita di dalam lukisan. Mungkin ini bisa dikatakan sebuah keanehan atau mungkin kelainan. Namun, sebenarnya Bryan adalah laki-laki normal. Dia menyukai wanita seperti laki-laki pada umumnya. Hanya saja, dia mempunyai prinsip, tidak mau tidur dengan model lukisannya.

Bukan rahasia lagi, di kalangan pelukis seperti dirinya banyak yang lalu berakhir di ranjang setelah sesi melukis telah selesai. Namun, itu semua tidak berlaku pada Bryan. Dia ingin bersikap profesional, tidak melibatkan fisik apalagi perasaan. Lagipula, model-model tersebut sudah mendapatkan imbalan jadi tidak perlu juga ditambah dengan kepuasan di ranjang.

Bryan kembali sibuk menggantung satu demi satu lukisan di dinding. Galerinya akan buka lusa, jadi dia harus segera menyelesaikan semua lukisannya. Menatanya agar tampak menarik bagi pengunjung yang datang. Bryan tidak hanya memamerkannya, tapi juga menjualnya jika ada pengunjung yang tertarik membeli.

Memang galerinya tidak terlalu besar, hanya sebuah rumah dengan gaya arsitektur tua, tapi masih sangat menarik. Malah yang membuat Bryan jatuh hati pada rumah tersebut karena sangat artistik. Dia tidak perlu mengubah banyak hal karena sebelum pindah, Bryan sudah menyuruh orang agar melakukan pengecatan ulang. Dirinya tidak ingin melakukan renovasi yang mungkin malah menghilangkan nilai seni dari rumah yang dia sewa.

Selain sebagai tempat pameran lukisan, galerinya juga berfungsi sebagai tempat bagi Bryan melukis. Tepatnya di salah satu kamar yang sudah diubahnya sebagai studio lukis mini. Siapa pun orangnya boleh datang untuk dilukis tidak melulu seorang model. Kalau dulu, Bryan melukis hanya untuk para model cantik yang disewanya dengan melakukan seleksi terlebih dahulu, tapi sekarang berbeda, siapa saja yang ingin dilukis bisa datang dan hasil lukisannya bisa dibawa pulang dengan sedikit membayar uang tentunya. 

Bryan menarik napas panjang, tak terasa matahari sudah menghilang di ufuk barat. Digantikan dengan sinar dari sang rembulan. Sekarang adalah musim panas, jadi siang akan lebih panjang daripada malam. Ruangan depan galerinya sedikit gelap, hanya ada sinar rembulan yang masuk dari kaca jendela besar di samping pintu masuk.

Tubuhnya terasa lelah. Bryan yang telah selesai memasang semua lukisannya, memilih untuk berjalan di tengah ruangan. Matanya mengitari sekeliling dinding yang sudah penuh oleh segala lukisan dengan berbagai pose dan bentuk. 

Sekali lagi dia menarik napas kemudian perlahan berbaring di lantai. Memejamkan mata. Menikmati kesunyian yang ada. Selama ini, Bryan selalu dikejar deadline untuk pameran. Waktunya dihabiskan hanya untuk melukis dan melukis. Tidak bisa tidur nyenyak, apalagi menikmati kesunyian seperti sekarang. 

Ketika sedang terpejam, Bryan mengingat sesuatu. Dia bangkit kemudian langsung menuju ke kamar pribadinya. Di sana hanya terdapat sebuah ranjang yang cukup besar dengan sprei berwarna putih dan sebuah lemari kayu tua. Di samping lemari tersebut terdapat sebuah bingkai lukisan besar yang masih dibungkus dengan kertas karton berwarna cokelat.

Dengan cepat, Bryan berjalan ke arah lukisan tersebut. Membuka bungkusnya dengan merobek hingga terlihat gambar seorang wanita. Namun, lain dari lukisan yang ada di galerinya. Lukisan itu tampak berbeda. Kalau kebanyakan lukisannya adalah wanita yang tanpa mengenakan sehelai benang pun, pada lukisan ini tidak. Wanita dalam lukisan itu tampak mengenakan gaun berwarna putih dengan rambut hitam yang digelung ke atas hingga menyisakan anak rambut di bagian kiri dan kanan. Kedua tangannya memegang beberapa tangkai bunga lily. Wajahnya yang cantik dihiasi dengan senyum yang menawan. 

Bryan mundur ke belakang hingga membentur pinggir ranjang. Terduduk, tapi matanya masih fokus pada objek lukisan yang baru saja dia buka. Lukisan pertamanya sebelum menjadi seorang pelukis terkenal. Tidak ada yang tahu keberadaan lukisan tersebut kecuali dirinya. 

"Anna," Bryan bergumam dalam gelap.

Kenangan tentang wanita di dalam lukisan itu seolah berputar kembali. Anna, nama gadis dalam lukisan tersebut adalah seseorang yang dulu pernah singgah dalam hidup Bryan. Gadis manis dengan mata cokelatnya hingga mampu membuat seorang Bryan da Silva jatuh hati. Namun, segalanya tidak berlangsung baik. Kisah cintanya tidak seperti sebuah dongeng Cinderella yang bahagia pada akhirnya. Mungkin lebih tepatnya seperti kisah cinta Romeo dan Juliet atau lebih mirip dengan Rose dan Jack di film Titanic. 

Bryan menghempaskan tubuhnya di ranjang. Menarik napas panjang. Memejamkan mata hingga bayang-bayang wajah cantik Anna hadir kembali. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman. Sudah lama, Bryan menginginkan suasana seperti ini. Suasana di mana, dirinya bisa puas bercumbu dengan bayangan Anna. Sampai kapan pun, Bryan tidak akan pernah menghapus bayangan Anna dalam hidupnya. Karena dengan mengingat sosok Anna, Bryan bisa terus melangsungkan hidup. Anna adalah nyawa dalam hidupnya. Anna adalah wanita yang mengantarkannya untuk meraih mimpinya yaitu menjadi seorang pelukis.

******

Hallo para readers....

Apakah ada yang penasaran dengan cerita ini selanjutnya?

Saya akan update secara berkala, semoga ide selalu lancar di tengah pandemi dan efek di rumah saja. Dan semoga kita semua diberikan kesehatan dan kesabaran selalu.

Selamat menjalankan ibadah puasa.

Pelauk cium dari jauh

vea aprilia

06-05-2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro