DP 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bryan sedang berbicara dengan seorang pengunjung laki-laki ketika tak sengaja melihat dua orang gadis sedang berdiri di depan sebuah lukisan miliknya. Salah satu gadis itu sedang meraba lukisannya.

Dia tampak tidak suka lukisannya disentuh. Baginya, yang boleh menyentuh lukisannya adalah dirinya sendiri sebelum orang lain membelinya. Wajahnya sedikit geram, siapa gadis ini berani-beraninya menyentuh lukisannya tanpa ijin. Namun, ketika hendak membuka mulut salah seorang gadis mencegahnya dengan menaruh telunjuk di bibir. Bryan, terpaksa diam sambil terus mengawasi degan kedua tangan yang dilipat di depan dada.

"Sepertinya, ada seseorang yang sedang melihatku menyentuh lukisan ini."

Mendengar perkataan gadis yang baru saja menyentuh lukisannya, dia terkejut. Apa gadis ini pura-pura tidak melihat keberadaannya, batin Bryan.

"Ti-tidak ada yang ada yang lihat."

Namun, jawaban dari gadis yang menempelkan telunjuknya berbeda. Kenapa gadis ini berbohong? tanya Bryan dalam hati.

Setelah itu ada adegan di mana Bryan tersadar akan sesuatu yang salah dengan apa yang baru saja dituduhkan dalam pikirannya. Dia melihat gadis itu mengeluarkan tongkat lipat dari dalam tasnya. Kemudian meninggalkannya yang masih mematung.

Seperti pepatah jangan menilai sesuatu hanya dengan sekali lihat itu memang benar. Hampir saja dia meluapkan rasa tidak sukanya pada orang yang salah. Gadis itu sama sekali tidak bersalah, dia hanya ingin mengetahui bagaimana bentuk lukisan itu, tidak lebih. Bryan telah salah paham. Sebagai warga baru, seharusnya dia berkeliling dulu agar lebih tahu bagaimana warga sekitar tempat tinggalnya. Namun, dia terlalu sibuk dengan lukisan di galerinya hingga mengabaikan hal tersebut. Dia pikir, bersosialisasi tidaklah penting.

Bryan mendesah kemudian berjalan kembali untuk menyapa beberapa pengunjung.

***

Tak terasa malam pun tiba. Bryan menutup galeri lukisannya setelah makan malam, sekitar jam delapan malam. Dia berjalan ke arah kamarnya. Tubuhnya terasa lelah dan lengket. Bryan perlu untuk membersihkan diri lalu beristirahat. Namun, rencananya tidak berlangsung lancar karena langkah kakinya terhenti ketika melihat lukisan Anna.

Tiba-tiba saja wajah cantik Anna mengingatkannya pada sosok gadis tadi siang. Gadis yang menyentuh lukisannya.

Mirip. Ketika gadis itu tersenyum, sama seperti senyuman yang dimiliki oleh Anna.

Bryan mengurungkan niatnya untuk membersihkan diri. Kakinya kini berjalan ke arah lukisan yang masih bersandar di dinding samping lemari. Dia tidak berniat menggantung lukisan tersebut di dinding. Karena dengan meletakkan di lantai akan lebih leluasa baginya untuk menyentuh.

"Anna? Apakah itu kau?" tanya Bryan di depan lukisan Anna.

"Apa kau yang mengirimnya untuk menemaniku?"  tanya Bryan lagi.

Dia seperti orang gila yang berbicara sendiri dengan sebuah benda mati.

Tangan Bryan terulur untuk menyentuh wajah Anna. Menikmati setiap detail dari wajah cantik sang kekasih yang sudah lama menikmati kedamaian di surga.

Bryan tersenyum. "Aku tahu kau tidak akan membiarkanku sendiri hanya ditemani lukisan."

Bryan mendekat kemudian mendaratkan sebuah ciuman di lukisan Anna.

"Aku mencintaimu, Anna."

****
Pagi ini Bryan berniat untuk lari pagi sekaligus mengenal suasana sekitar tempat tinggalnya yang baru. Dia tidak ingin dianggap sombong sebagai orang baru. Setidaknya mengetahui aktivitas warga sekitar sudah cukup. Tinggal di kota kecil tidak sama di kota tempatnya dulu.

Suasana masih sangat sepi, maklum masih jam lima lebih tiga puluh menit pagi. Jadi, sebagian orang mungkin masih tidur, walaupun ini adalah musim panas.

Bryan berlari-lari kecil hingga tak terasa telah sampai di taman kota, lalu memutuskan untuk kembali ke galeri karena matahari sudah bersinar sangat terik. Langkahnya sedikit pelan ketika di depannya ada seorang gadis yang sedang berjalan. Mata Bryan mengamati gadis itu dari belakang. Tubuhnya mungil dengan rambut berwarna cokelat yang dikepang dua. Pakaian yang dikenakan pun sederhana. Dress bunga-bunga ditambah cardigan merah muda yang warnanya mulai lusuh sebagai luaran. Dia terus mengamati hingga sedikit terkejut lalu berhenti ketika gadis di depannya tiba-tiba berhenti lalu berbalik.

"Apa Anda ingin lewat?" tanya gadis itu yang Bryan ingat adalah wanita yang datang ke galerinya kemarin.

Dia melihat tongkat lipat yang dipegang wanita itu di tangan kanannya.

"Tidak apa-apa, kau bisa berjalan duluan. Jangan pedulikan aku," balas Bryan.

"Apa Anda turis?"  tanya wanita itu lagi.

"Bukan. Aku baru pindah, namaku Bryan."

Bryan diam setelah mengatakan hal tersebut karena gadis di depannya juga diam. Seperti sedang mengingat sesuatu, dahi gadis di depannya terlihat mengernyit.

"Oh, apakah Anda pemilik galeri lukisan yang baru buka itu?" 

Bryan mengangguk. "Ya, benar."

"Namaku Angel." Buru-buru Angel mengulurkan tangannya.

"Senang berkenalan dengan Anda, Sir,"  ucap Angel senang.

"Senang berkenalan denganmu juga."

Angel tersenyum membuat Bryan terpaku untuk sejenak.

"Maaf karena kemarin aku telah menyentuh lukisan itu."

Bryan mengernyit. Dia sedikit bingung. Bukankah wanita di depannya ini buta. Bagaimana dia tahu kalau itu dirinya?

"Aku tahu Anda pasti tidak suka. Maafkan saya."

"Bagaimana kau tahu, aku melihatmu menyentuh lukisan itu? Apakah temanmu yang memberi tahu?" tanya Bryan penasaran.

Angel tersenyum lalu menggeleng. "Bukan, tapi aku bisa merasakan ada orang lain selain temanku berada di dekat kami."

Bryan terkesiap. Dia baru tahu jika orang yang tidak bisa melihat bisa merasakan hal seperti itu.

"Ketika bertanya pada temanku, apakah itu adalah pemilik galeri? Dia mengiyakan."

Angel diam. Sepertinya dia terlalu banyak bicara dengan laki-laki yang baru saja dikenalnya. Mungkin lebih baik dia pergi sekarang juga.

"Maaf, jika saya mungkin merusak lukisan Anda. Saya permisi dulu."

Bryan masih mematung di tempatnya ketika Angel sudah berjalan dua langkah. Namun, buru-buru dia menyusul Angel.

"Kau mau ke mana?" tanya Bryan setelah sampai di samping Angel.

"Hari ini Minggu, jadi aku akan gereja. Senang bertemu dengan Anda, Sir."

"Panggil Bryan saja, tidak perlu dengan bahasa formal. Aku belum setua itu."

"Baiklah, Bryan. Sampai jumpa lagi."

"Ya." Hanya itu yang keluar dari mulut Bryan. Hingga Angel berbelok untuk masuk ke halaman gereja, tidak ada lagi percakapan di antara mereka.

Bryan mengawasi Angel yang telah menghilang di balik pintu gereja dengan saksama. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba muncul dari dalam hatinya.

Angel. Bukan namanya saja yang seperti malaikat, tapi dia benar-benar seperti malaikat.

"Apakah dia malaikat yang kau kirim untuk menemaniku, Anna?" gumamnya pada diri sendiri sambil melihat ke langit..

Setelah itu Bryan memutuskan untuk kembali ke galeri, sebelum ada orang lain yang memergokinya berdiri di depan gereja seperti orang bodoh.

"Angel, kita akan bertemu lagi," ucapnya sambil terseyum kemudian berbalik pergi.

*****

Cerita ini masih lanjut ya... Walaupun ngarettt...

Peluk cium

Vea Aprilia

Minggu, 21 Februari 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro