In Your Dream (M)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

CW // BXB, NSFW, kissing, blowjob, fingering, anal sex, fantasy.

WARNING !!! 🔞
Materi menggunakan bahasa-bahasa kasar, adegan seksualitas dan adegan tidak terpuji lainnya.
BxB !
Diharapkan pembaca bijak dalam menyaring peringatan.

.
.
.


"Aakhh~" desahan putus asa mengalun didetik terakhir tangannya bermain pada kemaluannya dengan diikuti sedikit cairan kental yang keluar.

"Sial!"

Pemuda itu mengumpat melihat lelehan spermanya yang sedikit di atas perut itu, ia terlihat tidak puas dan kesal karenanya. Bermain sendiri tidak pernah memuaskan hasratnya itu sebabnya ia sangat jarang melakukannya, namun kali ini ia tepaksa melakukannya karena yang menjadi pemancing nafsunya bukanlah seseorang yang akrab dengannya.

Asta, adik tingkat yang baru saja ia ospek, mahasiswa baru yang langsung menjadi pusat perhatian banyak orang ketika memasuki kampus karena pesonanya. Yang salah satunya adalah Yuno, sejak hari pertama memasuki kampus Yuno sudah menjadikan Asta sebagai pusat tata suryanya, namun entah mengapa jika bertatapan secara langsung ia tidak sanggup mengontrol detak jantungnya. Singkatnya Yuno menghindar. Ia takut jika ia berdekatan dengan Asta ia akan melahap Asta saat itu juga. Berbeda jauh sikapnya jika ia sedang dengan yang lain, Yuno yang ramah dan humble namun terlihat dingin tak tersentuh.

"Huhh~"

Bernafas pasrah, kemudian membaringkan tubuhnya di kasur besar dalam kamarnya, menutup mata yang terpejam dengan lengannya. Membiarkan pakaian atasnya tersingkap berantakan dan celana yang turun. Didalam pikirannya ia memikirkan laki-laki manis itu, bagaimana supaya dekat dengannya atau mungkin saja bisa dimiliki olehnya.

Malam semakin larut dan pemuda yang bernama Yuno itu menjadi terbuai dalam kegelapan malam dengan nafas yang teratur ia pun menjemput tidurnya.

.

.

"Aah... ahh~"

Pemuda mungil itu menggerakkan tubuhnya secara perlahan di atas tubuh besar kakak tingkatnya yang berambut hitam berantakan tersebut.

"Yu—Yuno senpai.." suara si kecil mengalun memanggil nama kakak tingkatnya.

"Asta.. Ohh! Asta!" Giginya mengernyit saat merasakan penisnya diremas di dalam sana.

"Sial! Kau sempit sekali Asta."

Tubuhnya yang mungil itu membuatnya lincah bergerak di atas sana, bergerak dengan cepat untuk memuaskan kakak tingkatnya.

"Ah! Asta, kau sangat nikmat! Ahh! Asta.. Asta.. Astaaa.."

Asta bergerak cepat, membuat Yuno tidak dapat menahan dirinya lagi, tangannya yang bertengger di pinggang Asta ia remat dengan cukup kuat membuat Asta mendesah sehingga membuat Yuno semakin tidak dapat menahan dirinya lagi.

Ia sebentar lagi akan sampai.

Brukh!!

Yuno membalikkan posisi mereka, membuat Asta berada di bawah kungkungannya.

Yuno menatap wajah si kecil yang memerah dan berkeringat, terlihat sangat erotis dan membuat Yuno kini bersemangat untuk bergerak.

Yuno mengangkat kedua paha Asta ke atas dan ia mulai kembali bergerak.

Penis besarnya keluar masuk di lubang senggama Si kecil, terlihat sesak dan memerah.

Asta mendesah, ia menggigit bibirnya. Yuno yang melihat itu langsung memagut bibir Asta dengan cukup kuat sehingga membuat Asta semakin mendesah dan tak memperdulikan bibir mungil itu yang kini terluka dan berdarah.

"Ahh! Senpai.. enak... Suka.. aku.. menyukai.. ini.. lebih dalam.. ahhh.. ku mohon.. senpai.."

Asta meracau, karena Yuno terus bergerak semakin dalam memasuki Asta. Hingga di bawah sana Yuno merasakan sesuatu.

"AHHH!"

Tubuh Asta melengkung, akibat Yuno yang bergerak terlalu dalam.

"Shit!"

Yuno merasakan ujung penisnya menabrak sesuatu, saat melihat tubuh Asta yang bergetar ia tersenyum, dan kembali melakukan hal tersebut berulang kali, menabrak tepat di pusat manisnya.

"Cum! Aku mau Cum senpai!"

"Fuck Asta. Kau sangat nikmat, sebentar lagi ya cantik, tahan... Fuck, ahhh!"

Yuno terus bergerak dengan brutal saat tubuh Asta menegang dan beberapa detik kemudian, Asta pun keluar di ikuti dengan Yuno yang mengeluarkan spermanya di dalam Asta.

Keduanya terengah, saat Yuno masih menikmati sisa-sisa kenikmatan itu ia menatap wajah si kecil, dan barulah menyadari bahwa bibir Asta terluka. Ibu jarinya ia usapkan disana.

"Maaf.." ucapnya dengan rasa bersalah.

Asta hanya menggelengkan kepalanya.

"As—ta." Ucapnya tersendat, Yuno tak sadarkan diri.

.

.


Cahaya terang mengusik tidurnya, mengernyitkan dahi kemudian membuka matanya. Menelisik setiap sudut ruangan dan menyadari bahwa ia berada di kamarnya seorang diri.

"Dimana Asta?" Gumamnya.

Ia tidak menemukan Asta disana.

"Apa... Itu hanya mimpi?"  Entah bertanya pada siapa, tapi yang jelas ia hanya menemukan dirinya terbaring di atas kasurnya sendirian dan ia merasakan tubuhnya sangat lelah.

"Aneh sekali."

Yuno langsung bangun dari tempat tidurnya untuk bersiap pergi ke kampus. Pagi itu, ia habiskan dengan banyak berfikir.

Memikirkan tentang Asta, ia merasakan bahwa yang mereka lakukan itu adalah nyata, tapi itu ternyata hanya mimpi tapi kenapa sangat nyata.

"Ah, sudahlah." Ucap Yuno yang kemudian langsung berangkat setelah selesai bersiap.

.

.

"Kau kenapa? Lemas sekali." Ucap Klaus Lunettes saat mendapati temannya itu hanya melamun di sudut ruangan BEM.

Benar, Klaus cukup merasa terganggu dengan keterdiamannya Yuno hari ini, Yuno memang pendiam dia tidak banyak bicara tapi tidak untuk hari ini, walau dia diam aura yang terpancar tidak membuat orang-orang sekitarnya terusik, terutama dirinya.

Pagi tadi, saat Yuno memasuki kelas wajahnya terlihat sangat lelah, dan yang dilakukan Yuno hanya menelungkupkan wajahnya sepanjang pelajaran hingga pelajaran berikutnya saat Dosen mengabarkan bahwa tidak dapat menghadiri perkuliahan, Klaus langsung menyeret Yuno untuk ke ruang BEM dan yang di lakukan Yuno hanya berdiam diri di sudut ruangan, terihat aneh di mata Klaus karena biasanya yang di lakukan Yuno adalah mengurus berkas organisasi mereka. Sungguh bukan Yuno sekali.

"Yuno, ada apa?" Mimosa memasuki ruangan dengan membawa beberapa cup es kopi dan di belakangnya ada William mengekori.

"Yuno aneh hari ini." Ucap Klaus. Ia merasakan sesuatu yang berbeda tapi ia tidak dapat menjelaskannya sedari tadi hingga membuatnya kesal sendiri.

William menatap Yuno dengan seksama, kemudian tersenyum miring lalu terkekeh dan bergumam pelan yang hanya dapat didengar olehnya seorang.

"Dasar anak nakal."

William mendekat ke arah Yuno kemudian mengambil cup yang di bawa oleh Mimosa, tanpa di ketahui oleh ketiga orang itu gelas tersebut sedikit bercahaya saat William bergumam sesuatu.

"Minumlah dulu, mungkin kau kelelahan karena terlalu memaksakan diri menyelesaikan pekerjaan organisasi."

Yuno mengambil cup tersebut dan meminumnya secara perlahan. Bahunya kini jatuh yang tadinya tegang dan ia merasakan sedikit rilex.

"Terima kasih, senpai." Ucap Yuno.

.

.

Setelah seharian berada di kampus dan menyelesaikan pekerjaan organisasinya, kini Yuno akhirnya berada di atas kasurnya lagi, jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, matanya sungguh berat untuk ia tahan, akhirnya ia biarkan dirinya terlelap dalam tidurnya.

.

.

Yuno merasakan kasurnya berderit, matanya terbuka dan mendapati sosok yang selama ini ia inginkan.

"Asta?" Gumam Yuno.

Tubuh si kecil itu merangkak naik keatas Yuno dan mengendus tubuh Yuno.

Si kecil tersenyum, dan ia pun mendekatkan wajahnya pada wajah Yuno. Asta mencium bibir itu membuat Yuno terbuai dan membalas ciuman tersebut. Keduanya larut dalam pergulatan lidah yang basah.

Entah sejak kapan pakaian keduanya telah tanggal.

Asta kembali menduduki perut Yuno dan secara perlahan memposisikan bokong sintalnya di hadapan penis Yuno.

Asta bergerak lihai dan mulai membuat Yuno mendesah dalam kenikmatan tiada tara.

Keduanya bersenggama sampai selesai dan Yuno kembali terlelap.

Pagi harinya, ia kembali menemukan kenyataan bahwa ia hanya seorang diri. Yuno kini berfikir bahwa ia mulai gila. Apa karena ia terlalu menginginkan Asta hingga dua malam berturut-turut ia memimpikan hal cabul itu.

Pagi itu tubuhnya kembali lemas, sepertinya ia harus mengurangi kegiatan organisasinya tersebut.

.

.

Sudah seminggu berlangsung setiap malam, Yuno Grinberryall bermimpi bercinta dengan Asta. Di dalam mimpi itu ia sangat bersemangat untuk membuat Asta mendesahkan namanya, namun ketika bangun dipagi hari tubuhnya menjadi sakit dan seperti kehilangan tenaga hingga akhirnya membuat kedua temannya khawatir.

"Kau terlihat kurusan Yuno-san." Ucap Mimosa.

"Benar, apa terjadi sesuatu? Kau terlihat seperti orang yang baru saja tersedot energi jiwanya." Klaus menimpali sambil membetulkan letak kacamatanya yang turun.

Ketiganya kini berada di perpustakaan. Kondisi Yuno terlihat begitu mengkhawatirkan, kurus dan pucat.

"Aku baik-baik saja."

Berbanding terbalik dengan yang ia ucapkan, Yuno merasa ia tidak baik-baik saja. Benar tubuhnya sangat lemas dan ia pun kehilangan berat badannya walaupun ia sudah berusaha makan untuk mengisi tenaganya.

"Tidak, kau tidak baik-baik saja." Ucap Mimosa tidak percaya.

"Yuno, kau tidak sedang terlilit hutang bukan?"

"Kenapa kau bisa bicara begitu!" Yuno mendelik pada Klaus.

"Ya terlihat banyak pikiran."

"Bukan berarti aku memiliki hutang! Kau lupa aku ini putra tunggal keluarga Grinberryall?."

Ya, keluarga Grinberryall adalah salah satu keluarga terkaya di negri mereka yang memiliki kekayaan bersih yang dapat membiayai keluarga itu hingga 7 turunan, sudah dipastikan tidak memiliki hutang, bisa-bisanya klaus berkata demikian.

"Cih! Oke-oke, santai saja."

"Jadi, bisakah kau menceritakan sesuatu? Mungkin saja kami bisa membantumu, Yuno." Ucap Mimosa.

"Hahhh." Setelah hembusan keras dari Yuno ia pun akhirnya menceritakan semuanya dari awal.

"Iyuuhh!" Klaus memasang wajah aneh dan Mimosa terkekeh.

Keduanya baru tahu bahwa Yuno si Pangeran Es yang di kejar-kejar banyak gadis dan lelaki submisif itu ternyata menyukai adik tingkat mereka. Bahkan ketika mereka mendengar bahwa Yuno bermimpi tentang itu, mereka menyimpulkan bahwa lelaki tampan itu harus segera mendatangi Asta secara langsung.

"Alam bawah sadarmu menginginkan Asta." Ucap Klaus final.

Klaus dan Mimosa saling tatap saat tidak mendapati respon dari Yuno dan kedua orang tersebut akhirnya kembali fokus pada tugas-tugas mereka.

.

.

Sore itu langit mendung, Yuno baru saja akan pulang tapi sebelumnya ia harus bersinggah dahulu ke supermarket dekat dengan apartemennya. Walau orang tuanya tinggal di negara yang sama, Yuno lebih memilih tinggal sendiri di apartemen dengan alasan ia ingin lebih mandiri jadilah ia harus mengurus kebutuhannya sendiri seperti sekarang.

Selesai membeli beberapa bahan, ketika Yuno akan menuju mobilnya yang terparkir ia melihat seseorang yang ia kenal.

Itu Asta.

Yuno dari kejauhan dapat melihat raut gelisah dari si Kecil itu. Ia sangat ingin menghampiri Asta namun ada keraguan di dalam dirinya.

Tapi ketika ia melihat Asta yang seperti akan menangis ia tanpa pikir panjang lagi menghampiri si kecil.

"Ada apa?" Ucapnya dengan nada dingin, tapi percayalah di dalam diri Yuno perasaannya begitu campur aduk, namun perasaan guguplah yang mendominasi.

"Ha? Eh, Yuno Senpai?" Asta sedikit tersentak saat Yuno menyapanya tiba-tiba. "A-anu, ini.." Asta menunjuk ban mobilnya yang kempes.
"Sepertinya bocor, sedari tadi aku mencoba menghubungi kakak-kakakku tapi tidak ada yang meresponku. Bagaimana ini? Sudah sore dan hampir hujan, Aku tidak bisa naik angkutan umum atau taksi, a—aku takut.." Awalnya Asta berbicara dengan menggebu-gebu namun diakhir kalimat menjadi pelan.

Yuno dapat merasakan adanya getaran didalam suara Asta, entah itu kepanikan atau ketakutan. Yuno hanya diam yang membuat Asta semakin gelisah, Yuno dapat melihat mata Asta itu memerah dan berkaca-kaca. Namun tidak membuat Yuno kasihan, ia justru menyukai itu. Entah mengapa itu terlihat sangat menggemaskan, Yuno ingin melihat mata seperti itu dari dekat.

"Fuck!"

Yuno membatin, ini bukan saatnya ia terangsang, sialan. Si kecil sedang kesusahan dan kau malah ingin menggagahinya?.

"Di mana rumahmu?"

"Hah?"

"Rumahmu."

"Eh, kau akan mengantarku, senpai?"

Yuno hanya mengangguk.

"Aku akan menelponkan mobil derek untuk membawanya ke bengkel." Usai berucap itu Yuno langsung melangkah berlalu, tanpa di mintai lagi Asta mengekorinya di belakang.

.

.

"Sial! Wangi sekali."

Mereka sudah berada di dalam mobil Yuno, keduanya sedari tadi hanya berdiam diri. Namun Yuno tidak terlalu fokus menyetir karena ia begitu pusing saat mencium aroma Asta. Sangat wangi dan jika ia tidak menguatkan diri bisa saja ia menerkam Asta sejak awal. Entah parfum apa yang Asta kenakan, baunya sangat manis dan lagi-lagi itu memancing libido Yuno.

Perjalanan kurang lebih empat puluh lima menit, Yuno harus mengantar Asta dengan jalan yang berlawanan arah dari apartemennya dan diiringi hujan yang cukup lebat membuat suasanya cukup mendukung, yeah! Seharusnya begitu.

Jalan yang di lalui mereka cukup sepi, Yuno bahkan tidak tau bahwa ada orang yang tinggal di daerah tersebut. Tak apa, demi calon kekasih katanya akan ia jabanin apapun rintangannya.

Asta mengatakan untuk berbelok di persimpangan depan, setelah Yuno lakukan belokan ternyata itu sudah memasuki area tempat tinggal Asta.

Langit yang gelap disertai hujan membuat pandangannya sedikit terhalang, namun dengan pasti dapat ia lihat didepan sana adalah sebuah rumah yang sangat besar, tidak! Itu bukan hanya sekedar rumah, mansionkah? Ya itu pasti Mansion, bahkan itu lebih besar daripada milik keluarganya. Benarkah Asta tinggal di situ? Wow, Yuno tidak tau bahwa ada orang yang lebih kaya daripada keluarganya.

.
.

Mobil berhenti di depan mansion dihadapan pintu ganda besar. Tiba-tiba saja beberapa wanita berseragam maid keluar dengan tergesa-gesa kemudian berbaris dengan rapi di sisi kanan dan kiri pintu tersebut, seakan menyambut kedatangan mereka.

"Asta!" Ucap sebuah suara wanita yang terdengar sangat lembut memanggil Asta.

"Maaf mama, Asta pulang terlambat, ada sedikit masalah." Ucap Asta pelan.

"Kau membuat kami khawatir, sayang." Wanita itu membelai pipi chubi Asta, lalu menatap Yuno yang berada di belakang anaknya.

"Itu, Yuno Senpai yang mengantarku pulang."

"Terimakasih, sudah mengantar putraku pulang, silahkan masuk." Ucap wanita yang sangat mirip dengan Asta tersebut.

Yuno menggelengkan kepalanya.

"Tidak usah repot-repot nyonya, aku langsung pulang saja."

"Tidak repot, ini juga sudah cukup larut dan cuaca sedang seperti ini, akan cukup berbahaya jika kau pulang, kalau kau tidak keberatan silahkan menginap."

Bukankah itu ide yang bagus Yuno, waktu kau akan lebih lama untuk bersama si kecil. Oh, rupanya Yuno kita ini sedang berperang dengan batinnya.

Yuno akhirnya menganggukkan kepala saat ia menatap wajah Asta yang sepertinya juga mengharapkan demikian.

Yeah, jalan percintaanku sangat mulus. Hehe.

Mereka semua memasuki mansion itu, Yuno sedikit terkejut saat mendapati kehadiran ketua BEM-nya—William—ada di sana, duduk dengan santai sambil membaca buku dan juga beberapa orang lainnya berada disana.

"Oh!  Asta kau akhirnya pulang juga." Ucap seorang wanita muda yang kini menghampiri Asta dan ibunya.

"Hampir saja Yami akan pergi mencarimu jika dalam waktu tiga puluh menit kau tidak juga pulang." Ucap William yang kini sudah menutup bukunya. "Selamat datang." Ucap William lagi.

"Terjadi sedikit masalah, aku mencoba menghubungi orang rumah tapi tidak ada yang meresponku." Cemberut Asta. Semua orang terkekeh karena gemas.

"Kau ada di sini senpai?" Ucap Yuno saat ia melihat William berdiri dan menghampirinya.

"Dimana lagi aku harus berada? Ini rumahku, apa kau tidak tau bahwa Asta adalah adikku?." William tersenyum.

Sejujurnya ia tidak begitu mengetahui tentang hal pribadi dari ketuanya itu, walau ia sudah mengenalnya beberapa tahun ini. Ia jadi ingin lebih mengetahui lagi tentang Asta.

Namun, tiba-tiba...

"Ugh!" Tubuh Yuno limbung yang beruntung saja langsung ditangkap oleh William.

"Yu—Yuno senpai?" Asta berjinjit mengekori dari belakang saat William memapah Yuno untuk di dudukkan di sofa.

"Dia terlihat tidak baik-baik saja." Ucap wanita muda itu—Charlotte.

"Sepertinya energinya terserap banyak." Ucap ibu Asta—Lichita.

Semua orang yang berada disana langsung menolehkan kepalanya serempak menatap Asta, yang ditatap menatap balik dengan wajah polos dan mata yang berkedip lucu.

"Hehe, Asta lapar." Si Kecil itu tersenyum yang menampilkan deretan giginya yang rapi, oh tidak, tidak rapi, ada taring kecil yang menyembul.

"Nakal sekali adikku." Ucap William.

"Kau seminggu ini selalu datang menemuinya bukan? jika kau lakukan itu secara berturut-turut dia akan mati." Ucap pria berotot yang sedari tadi hanya diam.

Si kecil langsung cemberut. Charlotte langsung menarik si kecil dalam pelukannya.

"Jangan di marah, nanti nangis loh." Ucap Charlotte pada suaminya. Wanita itu memakluminya, Adik iparnya itu masih belum dapat mengontrol dirinya.

"Hiks.."

Tuhkan. Asta menangis yang wajahnya kini terpendam diperut wanita itu.

"Mama akan ambilkan penawar." Lichita beranjak pergi.

Yuno hanya diam, tubuhnya sangat lemas yang membuatnya nyaris tidak dapat menopang dirinya. Ia sedari tadi juga tidak memahami bahasan apa yang sedang mereka ributkan.

Asta menemuinya semingguan ini? Tidak dapat mengontrol diri? Obat penawar?.

Yuno tidak paham.

Hingga Yuno sudah tidak mampu lagi menjaga kesadarannya, ia jatuh pingsan.

.

.

Clack!

Pintu kamar di tutup saat Lichita keluar dari ruangan tempat Yuno beristirahat. Ia mendatangi keluarganya yang menunggu di ruang santai di sebelah kamar tamu itu.

"Penawarnya tidak bekerja, tubuhnya semakin lemah." Ucap Lichita dengan raut kecewa.

"Apa yang harus kita lakukan, mama?" Ucap Charlotte.

"Menyelamatkannya?" Ucap William.

"Sudah, biarkan saja." Sahut Yami.

"Kakak tidak boleh seperti itu." Asta berucap sambil memicingkan matanya untuk mengintimidasi si Sulung.

"Lalu harus apa? Ini kan akibat ulahmu.." Yami menyahuti sambil memeletkan lidahnya mengejek si bungsu, dan Asta langsung cemberut.

"Habisnya bagaimana lagi, saat aku pertama kali masuk di kampus itu, aroma Yuno senpai sangat wangi, aku tidak dapat menahan diriku." Asta merengek karena terus-terusan di ejek oleh Yami.

"Memang tidak ada cara lain, tapi kalau Asta melakukannya, mereka akan terikat selamanya." Ucap William.

Keempat orang tersebut menatap Asta, ada keraguan yang membatin dari masing-masing orang. Wajah polos dan terkadang bersikap kekanak-kanakan yang tidak sesuai dengan umurnya.

Mereka telah hidup sangat lama karena mereka semua bukan manusia.

.

.

Setelah pedebatan yang tidak terlalu panjang dan memutuskan untuk melakukan pemilihan suara, di dapatkan bahwa hanya Yami yang tidak menyetujui tindakan penyelamatan nyawa Yuno. Entah apa yang ia firasatkan, bahwa sahnya jika Yuno terikat dengan adiknya maka Yami tidak akan bisa menggoda dan memanjakan si bungsu lagi.

Karena firasat Yami tidak pernah salah.

Kini Asta merangkak menaiki kasur berukuran besar yang Yuno tiduri, memeta wajah tirus milik pangeran es dengan seksama, hidung mancung bibir tipis dan wajah yang tampan. Sejujurnya karena selain aroma Yuno yang wangi wajah Yuno tentu saja menjadi salah satu alasan Asta untuk mengincar pemuda itu.

Benar apa yang di katakan kakak pertamanya, setiap hari selama seminggu ini ia selalu datang menemui si kakak tingkatnya tersebut demi bermain untuk mengisi tenaganya.

Permainan yang hanya dapat di lakukan oleh makhluk seperti mereka. Asta dan keluargamya bukan manusia biasa, mereka adalah makhluk yang jika diceritakan pada khalayak maka akan di dapati respon ketidakpercayaan. Jaman sekarang mana ada yang percaya dengan makhluk mitologi seperti Incubus dan Succubus yang gemar sekali berhubungan badan dengan manusia demi menyedot energi jiwa mangsanya untuk bertahan hidup.

Asta menggigit bibirnya sendiri hingga berdarah, kemudian ia langsung mencium bibir Yuno, Asta memasukkan darahnya kepada Yuno dan setelahnya bibir Asta mendekat pada telinga Yuno, Asta meminta Yuno untuk bangun, dan beberapa saat setelahnya Yuno membuka matanya, seperti dihipnotis.

"Asta." Ucap Yuno.

"Bersediakah kau menjadi mate-ku, Yuno Senpai?"

Tanpa menunggu lama Yuno langsung mengangguk. Asta langsung menaiki tubuh Yuno dan secara perlahan Asta melucuti pakaiannya.

Yuno begitu takjub melihat tubuh mungil yang terlihat begitu indah, tangannya langsung ia letakkan dipinggang si kecil.

"Miliki aku, Senpai." Bisik Asta.

Yuno langsung merubah posisi mereka, Asta kini terkungkung dibawah sana.

"Indah.. indah sekali Asta." Asta kini begitu nyata berada si depan matanya, yang selama ini ia hanya dapat berandai-andai kini sudah dapat ia gapai. Asta memintanya untuk menjadi miliknya.

Sejujurnya Yuno tidak mengerti konsep mate yang Asta bicarakan, tapi jika itu bisa membuatnya memiliki Asta apapun akan ia lakukan.

Yuno merendahkan wajahnya, membuatnya dapat menghirup aroma manis dari ceruk leher si kecil, menghirupnya dengan rakus yang membuatnya begitu mabuk dan menginginkan Asta. Yuno mengigit leher Asta dan menghisapnya, meninggalkan jejak-jejak cinta untuk mengklaim Asta sebagai kekasihnya.

"Ahh~"

Sungguh merdu desahan yang Asta lontarkan, membuat Yuno ingin mendengarnya lagi. Berulang kali ia lakukan, mengigit, menghisap dan menjilati setiap jengkal tubuh telanjang Asta. Jemari panjangnya memilin dan memelintir puting Asta dengan gemas.

Tubuh Asta bergerak gelisah, antara geli namun menginginkan lebih, dan Yuno paham namun ia sengaja karena ingin bermain lebih dahulu.

Dada Asta kini banyak terdapat tanda dari Yuno, ia tidak melewatkan sejengkalpun tubuh mulus itu tetap mulus.

Tangan Yuno bergrilya di atas perut Asta hingga turun menuju selangkangan si kecil, meraup penis yang sudah tegak itu dengan lembut dan mengusap ujungnya pelan.

"Ahh.. ahh.. Yu—Yuno senpai."

"Cantik sekali Asta-ku."

"Ahhh.." jari Yuno kini bergerak mencari lubang Asta dibawah sana.

"Ahhh...."

Yuno langsung memasukkan dua jari miliknya tanpa aba-aba.

"Sempit sekali."

"Ber—berhenti bicara Senpai. A—aku ingin...ahh lebih!"

"Memohonlah kalau begitu.." Yuno kini menggerakkan jemarinya secara perlahan, membuat Asta mengerang frustasi.

Brukh!

Yuno terjerembab kebelakang saat Asta menendang dadanya. Yuno terkejut saat mendapati sebelah mata Asta berubah menjadi merah dengan tanda melintang di wajahnya, rambut Asta yang awalnya berwarna abu-abu kini sebelahnya berwarna hitam.

"A—Asta?." Yuno tidak takut saat secara perlahan sebelah sayap keluar dari punggung Asta.

"Apa aku masih indah senpai?"

Yuno yang awalnya tertegun kini kembali pada kenyataan dengan melihat wujud asli Asta.

"Indah.. kau tetap sama indahnya."

Asta menyeringai saat ia tidak mendapati Yuno ketakutan melihat wujud Aslinya.

Asta mendekati Yuno kemudian menarik turun celananya. Penis Yuno yang sedari tadi sudah tegang menyembul mengenai wajahnya, menampar wajah mungil itu, ukurannya benar-benar besar dan panjang melewati ukuran wajah Asta.

Penis Yuno yang kini berada dihadapan Asta ia jilati secara pelan dari pangkalnya sampai keujung, menjilat penis Yuno layaknya es krim kesukaan.

"Ssst." Yuno mendesis, mendongakkan kepalanya. Mimpinya menjadi nyata, Asta di bawah sana tengah mengulum penisnya.

"Shit!"

Penis Yuno tidak muat di bibir mungil itu, terlalu besar dan panjang membuat Asta bersusah payah mengeluar masukkan penis itu.

Pandangan Yuno beralih menatap sayap Asta, ia secara perlahan menyentuh sayap itu.

"Uhh!" Asta tersentak dan membuatnya bergetar.

Yuno menyeringai, apa sayap itu salah satu bagian sensitif Asta?

Yuno membelai punggung Asta, membuat tubuh si kecil melengkung.

Kini tangannya naik membelai rambut Asta. Asta mendongak dengan penis Yuno yang masih di mulutnya.

Sungguh pemandangan erotis, Yuno kini menjambak rambut Asta kemudian menekan kepala Asta, membuat gerakan mulut Asta semakin cepat mengulum penis besar Yuno. Berulang kali Asta tersedak namun Yuno tetap memaksa Asta mengulum penisnya agar memasukkanya lebih dalam.

"Ahhh.." Yuno mendesah saat ujung penisnya merasakan menabrak dinding tenggorokan Asta.
Nyaris sepenuhnya Asta berhasil menelan penis itu. Beruntungnya Asta kini tak lagi tersedak, ia berulang kali melakukan gerakan menelan yang membuat penis Yuno seperti terjepit di dalam sana.

"Ahh, Asta!" Tangan Asta tidak diam, ia memainkan dua testis Yuno pelan, membuat tubuh Yuno bergetar karena nikmat, ia sebentar lagi akan sampai. Asta tetap saja melakukan gerakan tadi secara berulang dan masih berusaha melahap habis penis Yuno.

"Ahh." Yuno merasakan ia hampir sampai dan penisnya sedikit membesar didalam mulut Asta.

Fuck!

Spermanya keluar, menyembur didalam kerongkongan Asta. Yuno menatap Asta yang kini wajahnya memerah dan matanya yang berkaca-kaca.

"Telan ya cantik!"

Asta menelan sperma Yuno dan secara perlahan mengeluarkan penis besar itu.

Hah..hah..hah...

Asta mencoba bernafas dengan benar, ia menelan habis sperma Yuno tanpa sisa, bahkan kembali menjilati penis Yuno untuk memastikam tak ada sperma yang terbuang.

Tubuh Asta sedikit bercahaya, ia mendapatkan energi dari Yuno, Yuno menyukai itu.

Asta lalu mengulum jari-jari tangannya sendiri dan ia bergerak menaiki tubuh Yuno.

Jarinya yang kini sudah basah oleh air liurnya ia masukkan ke lubang senggamanya sendiri dan Yuno hanya membiarkan Asta melakukan apa yang ia mau.

Berulang kali mendesahkan nama Yuno dan setelah dirasanya cukup ia mulai mengambil penis Yuno untuk dituntunnya ke arah bokongnya sendiri.

Blessh!

Dalam sekali gerakan penis pesar itu masuk dalam lubang Asta.

"Ahh!" Asta mendesah dan Yuno mendesis merasakan lubang itu benar-benar menjepitnya.

Asta bergerak naik turun, menghentak tubuhnya sendiri tinggi-tinggi, seakan-akan penis besar itu bukan halangan bagi lubang sempitnya untuk bergerak. Tangan Yuno mencengkram kuat pinggang Asta, pinggang itu benar-benar ramping dan kecil dan Yuno tidak habis pikir bahwa lubang Asta bisa sanggup menelan penisnya secara utuh.

"Ahh, senpai.. ahh!"

Yuno tetap membiarkan Asta bergerak sendiri. Kepalanya kini pusing dan terasa berputar-putar. Entah karena Asta benar-benar memabukkan atau Yuno yang tidak menyadari bahwa semakin Asta bergerak ia semakin menyedot energi jiwanya.

Yuno di ambang kematian yang nikmat.

"Ahh, Asta... Ahhh.." penisnya benar-benar di remas. Giginya bergelatuk dan berdenyit saat ia merapatkan mulutnya, matanya terpejam erat. Benar-benar nikmat yang di rasakannya.

"Asta..." Yuno meracau tidak jelas saat Asta mengganti ritme gerakannya, ia kini menggerakkan bokong sintalnya maju mundur dengan perlahan yang membuat penis Yuno semakin terjepit.

"Ahhh! ASTA!"

Sebentar lagi ia akan keluar untuk ke dua kalinya.

"Ahh.."

"Ahh.."

Desahan keduanya menggema di dalam ruangan besar itu, saling bersahutan dan saling mencari kenikmatannya sendiri.

"Ahhhhhh..." Desahan panjang dari Yuno menandakan bahwa lelaki itu kini telah sampai. Penisnya berdenyut ia mengeluarkan spermanya di dalam lubang Asta.

Asta menyeringai.

"As-ta.." suara Yuno sangat pelan, ia seperti tidak memiliki kekuatan lagi, tangannya yang sedari tadi bertengger di pinggang Asta kini jatuh ke atas kasur.

Tubuh Yuno secara perlahan mengering. Mengering secara nyata bukan hanya kiasan. Tubuh itu kini seperti kerangka yang hanya terbalut kulit yang menutupinya. Mata Yuno secara perlahan memutih dan pandangannya kosong tanpa berkedip.

Yuno tewas oleh Incubus muda itu.

.

.

Asta keluar dari kamar hanya dengan menggunakan bathrobe. Diluar kamar sudah menunggu keluarganya. Yami dan Charlotte bermesraan di ujung ruangan sedangkan ibunya dan William sedang mengobrol.

Saat mendapati si bungsu keluar dari kamar, semuanya langsung menatapnya.

"Bagaimana?" Ucap William.

Asta cemberut.

"Hanya dua kali keluar, tapi sudah tewas saja."

Yami tetawa dengan nyaring di sudut sana, menertawakan ketidakpuasan Asta.

Charlotte mencubit perut suaminya, membuat Yami langsung terdiam.

"Nanti kan bisa dilanjut lagi." Ucap Charlotte sambil mengedipkan sebelah matanya.

Asta menghembuskan nafasnya, kemudian menatap ke arah jendela besar mansion itu. Malam ini bulannya bersinar sangat terang. Kemudian Asta menyeringai dan berbalik untuk kembali masuk kedalam kamar tadi.

Waktu yang tepat.

"Aku harus menyambut pengantinku bangun. Bye~"

Setelah kepergian Asta, semua orang pun meninggakkan ruangan santai itu, sepertinya mereka percaya bahwa Asta bisa menyelesesaikan masalahnya sendiri.

.

.

Asta duduk di single seat yang berada di tengah-tengah ruangan kamar menghadap tempat tidur yang di atasnya terbaring Yuno dengan tenang.

Kini Asta menatap ke arah jendela kamar yang terbuka, bulan masih bersinar terang. Beberapa saat setelahnya sesuatu seperti bola cahaya bergerak masuk melewati jendela kemudian terbang mengelilingi tubuh Yuno hingga cahaya tersebut berada tepat di atas badannya dan secara perlahan terserap masuk kedalam tubuh Yuno.

Tubuh Yuno bercahaya dan secara perlahan tubuh itu terangkat, tubuh yang awalnya kurus kering itu kini mulai terisi kembali seperti semula. Dan secara tiba-tiba sebuah sayap kehijauan muncul dari punggungnya. Bersinar sangat terang membungkus tubuh pucat itu.

Asta menunggu dengan sabar, sampai saat dimana Yuno akhirnya membuka mata. Hal yang pertama ia lihat adalah Asta yang kini berdiri mengulurkan tangan di hadapannya.

Yuno meraih tangan itu dan langsung menarik Asta kedalam pelukannya. Memeluk tubuh si kecil dengan erat.

.

.



Palang siku-siku kekesalan tercetak imajiner di kepala Yami lantaran baru dua hari Yuno bangkit kembali setelah kematiannya, pemuda itu memonopoli adik bungsunya.

Jangankan Yami, bahkan ibu dan istrinya saja cukup kesulitan lantaran Yuno tidak akan membiarkan siapapun mendekati Asta. Kemanapun Asta pergi Yuno selalu mengikutinya bak anak ayam, atau ketika saudaranya berinteraksi dengan si bungsu, maka tatapan tajam yang akan Yuno layangkan.

Firasat Yami benar bukan?

"Pulang!" Yami nyaris berteriak saat Asta yang baru saja akan duduk itu dibuntuti oleh Yuno di belakangnya. Yami sejujurnya meneriaki Yuno.

"Apa yang pulang? Kan rumahku disini.." sungut Asta.

"Bukan kau! Tapi dia!" Yami menunjuk Yuno yang hanya memasang tampang datar.

"Tidak bisa seperti itu, kau tau sendiri peraturannya. Kami ini sudah terikat, Yuno adalah mateku." Asta cemberut, Yami menghela nafasnya.

Memang benar adanya, jika Incubus telah memiliki mate mereka tidak boleh dipisahkan, karena mereka terikat dan saling membutuhkan, berbeda dengan Incubus yang belum memiliki pasangan yang akan mencari berbagai korban untuk hidup, mate hanya boleh bercinta dengan pasangannya saja agar mereka tetap hidup. Apalagi jika itu adalah Outcast. Incubus yang awalnya adalah manusia kemudian diubah menjadi incubus setelah kematiannya.

Bukan hanya Yuno, Charlotte awalnya adalah manusia. Outcast  tidak abadi mereka hanya berumur panjang mereka akan mati jika sudah tua, tua yang dalam artian entah itu 500 tahun, 1000 tahun, atau ribuan tahun berikutnya dan Charlotte sudah bersama Yami selama 270 tahun, bahkan lebih lama dari kelahiran Asta yang baru berumur 120 tahun, itulah sebabnya Yami tidak terlalu menyetujui jika Asta memiliki mate karena si kecil masih terlalu muda untuk terikat.

Setelah ini mereka harus memikirkan berbagai alasan-alasan yang harus dilakukan agar keluarga Yuno tidak curiga jika nantinya mereka bertanya-tanya mengapa Yuno tidak menua.

Seperti alasan yang mereka gunakan, ketika Charlotte resmi menjadi mate Yami. Charlotte dinyatakan tewas akibat penyakit mematikan pada jaman itu.

.

.

"Aku masih tidak menyangka ini terjadi." Ucap Yuno.

"Apa kau menyesal?" Ada raut sedih ketika Asta bertanya.

Yuno menggelengkan kepalanya.

"Tidak.." Yuno benar ia tidak menyesal. Ia lebih tidak percaya akan adanya makhluk fantasi dan ia masih tidak percaya bisa menjadi mate orang yang ia cintai secara diam-diam.

Semua ini terasa sangat mendadak. Yang paginya ia masih disibukkan dengan urusan organisasinya di kampus lalu malamnya dia mati dan bangkit kembali dalam sekejap.

Lalu hal yang selanjutnya adalah, ia menjadi mate dari seorang Asta yang selama ini hanya bisa terjadi di mimpinya.

Asta kini nyata, dan mereka akan bersama dalam waktu yang lama.

Yuno kini menarik Asta dalam pelukannya, menatap mata Asta, dalam kondisi normal mata si kecil berwarna kehijauan. Baik warna hijau atau merah, ia tetap menyukainya.

Yuno menarik kepala Asta, menyatukan kening keduanya.

"Aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu, Yuno Senpai."

Malam itu dihabiskan keduanya dengan bercinta secara brutal, incubus sangat over power bercinta secara Vanilla  tidak akan memuaskan keduanya.






End~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro