Collide (M)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

CW // BXB, NSFW, extremely age gap, mention of pedophilia, grooming, kissing, blowjob, fingering, anal sex, squirting, cockwarming.

WARNING !!! 🔞
Materi menggunakan bahasa-bahasa kasar, adegan seksualitas dan adegan tidak terpuji lainnya.
BxB !
Diharapkan pembaca bijak dalam menyaring peringatan.

.

.

.


Semua bermula ketika Yami Sukehiro yang mendapatkan proyek besar dan harus pergi ke luar kota bersama sahabatnya William karena pekerjaan. Ia kebingungan karena adiknya tidak ada yang menjaga. Biasanya ia akan menitipkan Asta sang adik pada kekasihnya, Charlotte. Namun sang kekasih harus pulang ke rumah orang tuanya yang berada di kota lain.

Asta bisa dikatakan sudah cukup umur, ia sudah menginjak usia 17 tahun, namun Asta itu sangat polos dan ceroboh yang selalu membuat Yami khawatir jika tidak ada yang menjaganya. Yami pun tidak ingin menitipkan Asta pada sembarang orang.

Beruntung, William mempunyai adik yang baru saja kembali dari luar negri, yang bernama Yuno. Sudah sepuluh tahun lebih Yuno tinggal di Jerman untuk pendidikan dan juga pengembangan perusahaan milik keluarga mereka.

Yami menitipkan Asta pada Yuno dan Yuno dengan senang hati menerima keberadaan Asta yang sudah lama tidak ia jumpai. Yuno berencana akan mengajak Asta jalan-jalan ke taman bermain dan disambut dengan antusias oleh bocah itu.

Dahulu, sewaktu ia masih sekolah menengah atas dan belum pindah ke Jerman, ia sering sekali ikut sang kakak untuk pergi bermain ke rumah Yami. Dan di sana ia bertemu dengan Asta, bocah kecil berumur 5 tahun. Asta sangat kecil, manis dan periang sehingga ia mudah sekali akrab dengan teman-teman kakaknya yang umurnya jauh lebih tua darinya, Asta dapat dikatakan menjadi favorit semua orang. Bahkan Yami pun sering kali mengajak Asta untuk menginap di kediaman Yuno karena orang tuanya sangat menyukai bocah kecil itu.

.

.

Yuno bukanlah orang mesum yang akan senantiasa berpikiran nakal dan kotor ketika melihat wanita maupun lelaki dewasa telanjang memamerkan tubuhnya. Tetapi entah bagaimana bisa, seorang bocah lelaki yang merupakan adik dari teman kakaknya dapat membuatnya berpikiran mesum hanya dengan melihat wajah manis bocah tersebut.

Asta, bocah lelaki yang berhasil merebut seluruh perhatiannya. Membuat tubuhnya bergejolak dan bergairah setiap kali ia berada di sekitar bocah tersebut, bahkan ketika ia hanya melihat foto dari sang bocah.

Selama ini, sejak ia mengenal Asta hingga sekarang bocah tersebut berusia 17 tahun, Yuno berusaha sekuat mungkin untuk menekan gairahnya yang meletup-letup. Sekuat mungkin juga ia berusaha untuk tidak menyentuh titik-titik dari tubuh Asta yang terbuka ketika bocah itu kerap kali mengenakan pakaian yang memperlihatkan kulit mulusnya. Lalu sekuat mungkin juga ia berusaha untuk mengendalikan dirinya agar tak menelanjangi bocah itu ketika acap kali bocah tersebut menginap di kediamannya dulu.

Karena ia tahu, itu bukanlah tindakan yang bermoral. Dirinya yang berusia jauh di atas Asta tentu akan dicap sebagai seorang pedofilia jika ia melakukan hal tak senonoh pada adik dari teman kakaknya yang saat itu masih anak-anak.

Namun kini ketika bocah tersebut telah berusia 17 tahun sejak beberapa minggu lalu, rasanya Yuno sudah tak sanggup lagi menahan gairahnya. Terlebih setelah seharian ini mereka menghabiskan waktu bersama, Yuno sungguh sangat ingin mengeluarkan segala gairah yang selama ini ia tahan. Maka kini Yuno dengan pelan menggerakkan telapak tangannya pada paha Asta yang terbuka, merasakan kulit halus yang selama ini ia bayangkan.

Benar seperti bayangannya, kulit bocah itu begitu lembut terasa di telapak tangannya. Yuno terbuai, hingga semakin berani Yuno gerakkan tangannya untuk menjelajah lebih banyak. Bermula dari paha, kemudian merambat pada pinggang Asta yang sedari tadi berada dalam pelukannya.

Pelukan yang sebelumnya terjadi tanpa arti tersebut kini berubah menjadi pelukan erat, seperti memberi tanda jika objek di dalamnya adalah miliknya. Tangan Yuno tidak lagi hanya mengusap dan mengelus, tetapi juga mulai meremas pinggang ramping itu.

Sementara Asta yang sedari tadi fokus pada film yang terputar di layar kaca akhirnya teralihkan juga. Tangan Yuno yang beberapa saat lalu ia rasakan hanya memeluk pinggangnya kini telah masuk di balik piyama dan mengusap kulitnya. Tubuhnya mulai merasa tak nyaman, tetapi rasa tak nyaman tersebut entah mengapa terasa menyenangkan.

"Kak Yuno kenapa usap-usap pinggang Asta? Asta geli." ucapnya dengan mata yang menatap pada Yuno yang kini tengah terpejam.

Sejenak Asta mengerjap heran, mengapa adik teman kakaknya ini menutup matanya. Apakah pria itu mulai mengantuk, pikirnya.

"Kak Yuno?" lagi ia panggil nama pria yang masih mengusap pinggangnya itu.

"Asta, saya sudah tidak tahan". perkataan ambigu keluar dari belah bibir Yuno, pun suaranya entah mengapa terasa lebih berat ketika memasuki indra pendengaran Asta.

Belum sempat Asta bertanya maksud dari ucapan ambigu tersebut, Yuno sudah terlebih dahulu membuka matanya dan menatap Asta dengan mata sayu yang terasa begitu gelap. Kata-kata yang semula ingin ia keluarkan terasa tertahan di kerongkongan ketika melihat netra keemasan itu terasa semakin kelam.

Terlalu berfokus pada tatapan gelap Yuno, Asta tak menyadari jika pria tersebut mulai mendekatkan wajahnya, mengikis jarak yang ada. Pun akhirnya bibir Yuno mendarat di bibir Asta, menyebabkan bocah itu sedikit tersentak.

Bibir Yuno tidak hanya sekedar menempel, tetapi juga mulai bergerak melumat bibir Asta. Lumatan pelan nan lembut yang membuat bocah yang tubuhnya semula menegang kini mulai menjadi rileks karena menikmati sensasi menggelitik yang ada di perutnya.

"Rasanya aneh." sedikit terengah Asta berucap demikian ketika tautan bibir di antara mereka terlepas.

"Memang bagaimana rasanya Asta?" tanya Yuno sembari mengusap sudut bibir Asta.

"Rasanya seperti ada kupu-kupu yang terbang di perut Asta, itu geli." jawab Asta dengan polosnya yang membuat Yuno terkekeh kecil.

"Tapi itu juga terasa menyenangkan, Asta suka rasanya." lanjutnya malu-malu, hingga ia benamkan wajahnya pada dada Yuno untuk menyembunyikan wajahnya yang terasa memanas.

Yuno yang melihat itu semakin terkekeh gemas, polos sekali bocah dalam dekapannya ini. Apa yang ada dalam pikirannya sangat berbanding terbalik dengan apa yang berada dalam pikiran Yuno.

"Asta mau lagi?" tanya Yuno retoris. Tangannya dengan lembut sedikit mengangkat wajah Asta yang bersembunyi di dadanya, membawanya bertatapan dengan wajahnya.

Bocah tersebut hanya mengangguk sebagai balasan, ia terlalu malu untuk menjawab dengan lantang. Demikian tanpa adanya keraguan, Yuno kembali pertemukan bibir keduanya dalam ciuman lembut yang menggairahkan.

Tidak hanya bibirnya yang bekerja tetapi lidahnya pun turut serta, menjilat bibir tipis sang bocah. Pun gigitan ia berikan pada bibir itu, meninggalkan setitik luka berdarah yang langsung ia kecap dengan rakus.

Asta terbuai dan tanpa sadar membuka belah bibirnya, membuat lidah Yuno dapat menyerobot masuk dan menginvasi rongga mulut panas itu. Lidah keduanya saling beradu, menimbulkan kecipak basah yang membuat rungu keduanya meremang.

"Nghh.." lenguhan keluar dari bibir Asta di sela pergulatan lidah mereka, ketika ia merasakan telapak tangan Yuno membelai perut bagian bawahnya.

Asta dengan sekuat tenaga mencoba mendorong dada Yuno, memisahkan tautan bibir mereka. Napasnya terengah, tetapi tangannya dengan sigap segera meraih tangan Yuno yang masih mengusap perut bagian bawahnya, mencoba menjauhkan telapak tangan panas itu dari area sensitifnya.

"Nikmati saja, Asta." Yuno mengecup pucuk kepala Asta. "Bukankah kamu menyukainya?" tanpa menjauhkan telapak tangannya dari perut Asta, Yuno kini beringsut ke bawah dan mengambil posisi di antara kaki Asta.

Sebelah kaki jenjang itu Yuno angkat, kemudian ia tatap dengan penuh damba dan ia berikan kecupan setelahnya. Mulai dari betis hingga ke atas menuju paha, membuat sang empunya terkaget bukan kepalang.

"Kak Yuno sedang apa? Kenapa cium kaki Asta?" lagi pertanyaan polos keluar dari mulut bocah itu.

"Kakak hanya sedang mengagumi keindahan tubuh ini. Tubuh seorang Asta." ucapnya setelah memberikan kecupan dalam pada perut bagian bawah Asta. "Ah, mungkin nanti akan menjadi Asta Grinberryall." lanjutnya yang kini dengan santainya melucuti celana piyama dan celana dalam Asta.

"Maksudnya? Asta tidak mengerti." timpal Asta menatap Yuno kebingungan.

Yuno tak menjawab, justru kini ia mengalihkan tatapannya pada penis Asta yang entah mengapa terlihat lucu di matanya. Berukuran tidak terlalu besar, tanpa bulu kemaluan yang menghiasi, dan berwarna kemerahan di ujungnya.

Yuno hirup dengan rakus aroma khas yang ada yang disertai dengan sedikit aroma sabun yang tertinggal, serta segera ia raup penis itu dalam mulutnya, mengecap sedikit rasa asin yang terasa di lidahnya. Pun matanya terpejam ketika lidahnya bergerak menjilat penis itu, Yuno begitu menikmatinya.

"Aakhhh.. Kak Yuno sedang apa? Itu kotor, jangan!" tubuh Asta berjengit kaget ketika merasakan lidah panas dan tekstur papila indra pengecap Yuno menyentuh penisnya.

Yuno hanya berhenti sesaat ketika pertanyaan itu terlontar dari mulut Asta, wajahnya mendongak tanpa melepaskan kulumannya pada penis yang lebih muda. Untuk beberapa saat ia tatap wajah Asta menimbulkan rona merah pada pipi tembam yang bersangkutan. Sedikit menyeringai melihat merahnya rona tersebut, Yuno kemudian kembali menunduk untuk menikmati apa yang ada di dalam mulutnya. Begitu fokus ia mengulum penis Asta sembari menikmati suara indah sang bocah yang mengalun di telinganya.

"Ada yang aneh, ada sesuatu yang mau keluar. Kak Yuno, berhenti dulu." Asta menggeliat, kedua tangannya meraih kepala Yuno dan berusaha menjauhkannya dari bagian bawah tubuhnya. "Berhenti, Kak Yuno berhenti dul-aakkhh!...." belum selesai berucap mulut mungil itu, cairan kental terlebih dahulu keluar dari penisnya yang masih terselimuti mulut Yuno yang langsung diteguk dengan rakusnya oleh lelaki dewasa tersebut.

Tubuh Asta bergetar, pun tangannya secara refleks menjambak rambut Yuno untuk salurkan apa yang ia rasakan. Dadanya naik turun dengan cepat, terengah Asta ketika perasaan nikmat itu datang.

Namun belum turun Asta dari euforianya, ia dikejutkan oleh Yuno yang kini tengah berusaha memasukkan satu jarinya pada liangnya yang belum pernah terjamah sebelumnya. Sakit, perih, dan perasaan tak nyaman Asta rasakan ketika jari panjang Yuno menerobos masuk, membuatnya sedikit meneteskan air mata.

"Perih, Kak Yuno. Keluarin jarinya." Asta memohon. Ia pegang pergelangan tangan Yuno dan berusaha menarik keluar jari lelaki itu dari liangnya, meskipun apa yang ia lakukan sia-sia.

"Tenang ya, sakitnya cuma sebentar." ucap Yuno sembari memberikan kecupan pada mata yang berlinangan air mata bocah kecilnya. "Nanti rasanya enak, percaya sama saya." Lanjutnya dengan memasang senyum menenangkan.

Perlahan ia gerakkan jarinya yang terkubur di liang Asta, menarik keluar dengan pelan dan kembali mendorongnya ke dalam. Membuat rintihan kesakitan yang semula Asta rasakan, kini berubah menjadi lenguh kenikmatan. Alunan indah tersebut tentu membuat Yuno semakin bersemangat, maka ia tambahkan satu jari lainnya ke dalam liang hangat Asta, membuat sang empunya semakin keras mengalunkan suaranya.

Dua jari bergerak dengan mudah, melebarkan liang sempit itu. Pun tidak hanya berusaha melebarkan, Yuno juga berusaha mencari titik sensitif dari bocah kesayangannya itu.

"Akhh.."

Dapat! akhirnya Yuno temukan juga titik sensitif Asta di dalam sana. Berkali-kali ia sentuh bundelan saraf sensitif itu, membuat sang bocah semakin lantang melenguh dan mendesah.

"Ada yang mau keluar lagi, Kak Yuno." perasaan itu datang lagi, membuat tubuh Asta kembali menegang lalu bergetar hebat. "Akhh.. Kak Yuno." tanpa bisa ia tahan, cairan putih nan kental ia keluarkan dari penisnya.

Yuno tersenyum puas melihatnya, wajah memerah dengan tatapan sayu itu begitu memikat. Terlebih cairan sperma yang menghiasi perut hingga dada Asta membuat tubuh itu terlihat semakin menggoda.

Semakin tak sabar ia untuk melanjutkan aksi bejatnya untuk menjamah tubuh Asta semakin dalam. Maka segera ia tanggalkan pakaiannya, menampilkan tubuh besar dan kekar yang berbeda jauh dengan tubuh sang bocah.

"Panggil saya dengan Yuno mulai sekarang, Asta." ucapnya sembari memposisikan tubuhnya di atas tubuh yang lebih muda, membuat Asta seakan tenggelam di bawahnya. "Ayo panggil Yuno." pintanya pada Asta, ia berikan kecupan lembut pada seluruh permukaan wajah Asta.

"Yu-Yuno." cicit Asta dengan wajah yang semakin memerah.

"Lagi, saya mau dengar lagi." Telinga Yuno begitu tergelitik ketika panggilan tersebut keluar dari mulut bocah kecilnya. "Lebih keras, Asta. Kakak mau mendengarnya lagi." Ia tatap dalam iris kehijauan Asta dengan tatapan penuh damba.

"Yuno." ucap Asta sedikit lebih keras, tetapi tatapan Yuno yang masih mengunci pandangannya seakan menuntutnya untuk mengucapkannya dengan lebih keras. "Yuno. Yuno. Yuno. Yuno." berulang kali Asta panggil Yuno dengan suara yang semakin keras.

Yuno menyukainya, begitu menyukainya hingga ia sematkan ciuman dalam pada bibir mungil itu. Ciuman yang membuat Asta begitu terbuai hingga ia tak sadar jika Yuno mulai mendorong penisnya pada liangnya.

Kesadarannya pun kembali ketika ia rasakan rasa sakit yang lebih dari sebelumnya kembali menyerang liangnya, itu seperti liangnya terbelah menjadi dua. Kembali merintih Asta dibuatnya, hingga ia dengan sekuat tenaga mendorong dada Yuno untuk menjauh dan melepas ciumannya. Segera ia melihat ke bawah, menemukan penis Yuno yang berukuran jauh lebih besar dari penisnya berusaha menerobos masuk dalam liang sempitnya.

"Tidak muat. Itu tidak akan muat, Yuno." rintih Asta ketakutan.

"Sshhtt.. Muat, pasti muat Asta." ucap Yuno menenangkan. "Percaya sama kakak, okay?." lanjutnya kembali menyematkan ciuman pada kedua kelopak mata, lalu turun ke hidung, dan berakhir pada bibir mungil Asta.

Meskipun sudah kepalang bergairah, Yuno tentu tidak ingin menyakiti bocah kesayangannya. Tak ingin Asta merasakan sakit yang lebih lama, maka dengan satu hentakan keras dan dalam ia dorong penisnya masuk secara keseluruhan dalam liang Asta.

Teriak kesakitan Asta menjadi hal yang Yuno dengar setelahnya, bahkan isakan kecil juga bocah itu keluarkan. Tak tega sebenarnya ia, tapi ia juga tak ingin menyudahi apa yang telah ia lakukan sejauh ini. Hanya kata penenang dan kecupan-kecupan lembut yang dapat ia berikan pada Asta.

Dirasa bocah kecilnya sudah cukup tenang, Yuno mulai menggerakkan pinggulnya, mengeluarkan dan kembali memasukkan penisnya dalam liang sempit itu dengan pelan. Pergerakan itu membuat Asta yang semula merasa tak nyaman karena perutnya yang terasa penuh, kini berubah menjadi kenikmatan yang perlahan merayap ke seluruh tubuhnya.

"Ngghh.. Yuno." lenguhan serta desahan kembali mengalun dari bibirnya, membuat Yuno semakin diselimuti gairah.

Semakin cepat ia gerakkan penisnya, membuat Asta dibawahnya menjadi kewalahan menerimanya. Air mata bocah itu kembali mengalir di atas pipinya, tak kuasa menerima rasa nikmat yang begitu berlebihan ini. Pun tanpa sadar kembali ia keluarkan putihnya, keluar dengan derasnya hingga ikut mengotori abdomen Yuno.

"Asta, kakak mau keluar." dapat Yuno rasakan penisnya yang semakin berkedut hebat dalam liang panas Asta.

Yuno gerakkan pinggulnya lebih cepat, mengejar pelepasan yang ada di depan mata. Beberapa dorongan Yuno lakukan sebelum ia tanamkan dalam-dalam penisnya dalam liang Asta ketika ia keluarkan putihnya. Begitu banyak ia rasakan cairannya mengalir hingga keluar dari celah penyatuan tubuhnya dengan tubuh Asta.

Pun Asta kembali mendapatkan pelepasannya untuk yang keempat kalinya, tapi kali ini bukan cairan putih kental yang ia keluarkan, melainkan cairan bening yang keluar dengan deras seperti aliran air mancur yang terlihat begitu indah di mata Yuno.

"Cantik sekali, Asta suka?" pertanyaan retoris Yuno keluarkan setelah ia ungkapkan frasa pujian.

"Mmhh.. tidak tau, rasanya sangat aneh." ucap Asta dengan sedikit terengah, sebelum kemudian memeluk Yuno. "Lalu itu tadi apa? Asta pipis? Maafkan Asta sudah membuat kotor kasur Kak Yuno." semakin ia eratkan pelukannya pada tubuh Yuno, menyembunyikan wajahnya yang memerah malu pada perpotongan leher yang lebih tua.

"Tidak masalah, itu artinya tubuh Asta menyukainya." Yuno pun ikut mendekap tubuh Asta dengan erat. "Sekarang tidur dulu, ya. Asta pasti lelah." ia gulingkan tubuhnya hingga kini Asta berada di atas tubuhnya. Yuno dengan telaten membenahi posisi tubuh Asta agar bocah kesayangannya itu menjadi lebih nyaman.

Asta hanya mengangguk pelan di atas dada Yuno. Ia cukup lelah memang, kegiatan yang baru saja ia lakukan bersama Yuno terasa begitu melelahkan meskipun di lain sisi itu juga terasa begitu menyenangkan. Tetapi sesaat ia tersadar akan satu hal, Yuno belum mengeluarkan penisnya dari dalam liangnya.

"Kak Yuno, kenapa 'itunya' tidak dikeluarkan?" tanya Asta sembari mengangkat kepalanya untuk menatap Yuno "Perut Asta rasanya penuh sekali." lanjutnya dengan polos.

"Tidak apa-apa, kakak suka di dalam Asta." senyuman manis ia berikan ketika mengatakannya. "Rasanya sangat hangat dan nyaman." lanjutnya sembari memberikan elusan pada rambut abu-abu Asta.

Meskipun berkata demikian, nyatanya Yuno tengah memikirkan hal-hal kotor dalam otaknya. Tentu ia sangat suka berada di dalam Asta dan karena ia sangat menyukainya, maka sebisa mungkin ia tanamkan selalu penisnya pada lubang Asta. Jika keesokan harinya ketika ia terbangun, ia kembali bergairah, maka ia dapat segera menggerakkan penisnya yang masih tertanam dalam lubang Asta.

"Sekarang Asta tidur, okay?" kembali ia belai dengan lembut kepala Asta, membuat sang bocah perlahan menutup matanya.

Melihat Asta yang tertidur dengan damainya tanpa memikirkan apa yang akan terjadi padanya esok hari cukup banyak membuat Yuno sedikit merasa bersalah. Bocah itu dididik dalam keluarga yang tidak akan membiarkannya mendekati hal-hal yang tidak bermoral.

Tetapi disini dirinya justru melakukan hal yang tidak bermoral pada bocah itu. Bermula dari alam bawah sadar Yuno yang selalu ingin melihat Asta tanpa sehelai benang yang menutupi, lalu berakhir dengan ia yang benar-benar menyingkirkan setiap helai benang yang ada di tubuh itu.

Tetapi rasa puas juga tak dapat ia tampik begitu saja, karena setelah sekian lama ia mendambakan seorang Asta, kini ia berhasil merengkuh setiap jengkal tubuh itu dalam dekapannya. Yuno puas dengan buah kesabarannya selama ini, maka ia bertekad untuk senantiasa mempertahankan Asta di sisinya. Mengikat bocah itu agar selalu berada dalam jangkauannya, selamanya.

Mungkin nanti akan Yuno pikirkan kembali rencana jangka panjang yang akan membuat Asta selalu di sisinya. Namun kini, biarlah ia memikirkan hal-hal yang dapat ia lakukan bersama Asta untuk 6 hari kedepan sebelum kakaknya kembali dan menjemput Asta. Mengagumi makhluk fana yang indah itu serta membuatnya terbuai dalam kenikmatan dunia yang begitu menyenangkan tetapi juga tidak bermoral.

.

.

.

- End.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro