BAB 22

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kalau ini yang disebut Miracle dengan sikap agresif untuk mendapatkan yang diinginkan, maka Clarice tak akan pernah melakukannya. Clarice sudah menyiapkan sebotol air mineral dan handuk kecil di kedua tangannya, namun ia hanya duduk dengan sebal di kursi penonton. "Jeff jelas-jelas memiliki banyak cewek di sekelilingnya. Apakah ia mengajakku datang ke pertandingannya untuk memamerkan semua itu? Berengsek!"

Clarice menyilangkan kaki di bangku lapangan, lalu membuka botol dan meminumnya sendiri. Gadis itu memandang Jefferson dengan tatapan pasrah. Aku tak tahu apa yang sedang kurasakan. Namun, aku merasa kesal ketika banyak cewek berada di dekatnya. Aku tak seharusnya memiliki perasaan seperti ini, karena aku tidak berhak. Lalu, apa yang terjadi dengan tubuhku? Clarice menggaruk belakang telinganya frustrasi.

Jefferson masih berusaha melepaskan diri dari kerumunan cewek-cewek yang terus menyodorinya minuman dan handuk. Jefferson masih mencoba mencari Clarice dari kerumunan cewek-cewek itu, tapi ... ah, mana mungkin Clarice berkelakuan seperti itu hanya untuk menemuinya? Clarice bukan tipe cewek-cewek maniak yang seperti ini. Ah ... ya Tuhan. Mengapa sekolah tidak mengizinkan atletnya untuk beristirahat pasca-pertandingan? Ketika ia berjinjit untuk mencari Clarice dari atas kepala para cewek, saat itu juga ia menangkap sosok Clarice yang sedang memicingkan mata memandang kosong ke lapangan. Clarice menumpangkan dagunya di telapak tangan, seolah-olah ia malas berlama-lama di situ.

Jefferson segera menerobos kerumunan tanpa memedulikan apa pun, lalu berjalan cepat dengan napas terengah-engah.

"Clary, jangan marah, please. Ini semua hanya karena faktor bahwa aku most wanted, tampan, dan jago olahraga. Mereka hanya mengidolakanku sebagai celebrity crush," rajuk Jefferson dari bawah bangku. Perlahan-lahan, cowok itu berjalan mendekati Clarice. Clarice mengernyitkan kening, lalu mendengus begitu mendengar alasan tersebut.

"Ayolah, Clary. Kau tahu aku tidak menerima apapun yang mereka berikan." Jefferson mengusap wajah—bersama keringatnya—sambil menghela napas lelah.

"Hmm ... ada cewek yang membawakan jus untukmu. Kau berhak untuk mendapatkan yang lebih baik daripada sebotol air mineral," ucap Clarice sambil menutup kembali botolnya.

Jefferson langsung menyambar botol tersebut dari tangan Clarice. "Tak ada yang lebih baik selain yang kau berikan, Clary." Cowok itu pun meminum setengah isi botol langsung dalam sekali tenggak.

Clarice memalingkan wajahnya sambil tersenyum tipis. Ya Tuhan. Bagaimana bisa sekalimat itu sukses membakar wajahnya? Mungkin, ia harus mencari ilmu tentang Cara Mengendalikan Ekspresi dan Emosi di Google nanti. Bukankah aktris Hollywood tidak merasakan getaran apa pun ketika mereka saling menggoda di stage atau shooting adegan ciuman? Sepertinya Clarice perlu mempelajari teknik itu.

Namun, tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Aku sudah meminumnya, kau tahu itu!"

Jefferson langsung menjauhkan botol dari mulutnya dan tersedak beberapa kali. "Oh my God. Kupikir ada gempa dadakan. Kau seharusnya bicara pelan-pelan saja," ucap Jefferson sambil mengusap bagian mulutnya yang terciprat air. "Tidak apa-apa. Kubilang darimu adalah yang terbaik." Oke. Jefferson mengatakan kalimat itu seolah itu bukanlah sesuatu yang besar. Sayangnya, Clarice benar-benar merasakan getaran di hatinya. Bisakah perasaan ini dikendalikan?

Clarice memijat pelipis sambil memejamkan mata. Setelah suasana hatinya cukup baik, gadis mengulurkan handuk kecil kepada Jefferson.

"Aku tahu seorang Clary akan menyiapkan ini untukku," ujar Jefferson percaya diri, lalu menyandarkan kepalanya yang berkeringat di bahu Clarice.

Clarice spontan mendorong kepala Jefferson untuk menjauh dari bahunya. Ia memandang kausnya yang ternoda keringat dengan pandangan jijik. "Hiiiyyy ... Jefferson, kau harus sadar diri bahwa keringatmu banyak sekali!"

"Keringatku beraura maskulin, kok." Jefferson mengusap keringatnya sambil tersenyum nakal.

"Oh, ya. Karena aku prihatin padamu, for your information, Miracle yang menyiapkan handuknya. Air mineralnya memang milikku, tapi aku pasti sudah menghabiskannya jika Miracle tidak memintaku menyimpan minuman itu untuku. Jadi, jangan terlalu percaya diri."

Jefferson bergeming, sekaligus berhenti minum. Sepertinya, cowok itu sedang menyusun kata-kata. "Oww ... tidak masalah. Pada akhirnya ini tetap untukku, kan. Tak peduli proses, yang penting hasil."

"Kau membalik pepatahnya, Jeff." Clarice tergelak.

"Tidak masalah. Itu pepatahku sendiri. Dalam kamus hubungan romantisku, semuanya berlaku seperti itu."

***

Clarice melambaikan tangan ke arah mobil Jefferson yang melintasi jalanan kompleks perumahannya. Setelah Mustang Jefferson tak lagi terlihat, Clarice pun merogoh kunci rumah dari samping tas ranselnya. Bersamaan dengan itu, ia merasakan bahwa handphonenya di saku bergetar. Clarice menancapkan anak kuncinya di lubang kunci sambil mengambil handphone. Setelah masuk ke rumah, Clarice langsung mengempaskan diri di sofa ruang tamu dan mengecek pesan yang masuk. Dari Miracle.

Clarice, bisakah kau mampir ke rumahku nanti sore? Jangan lupa bawa pakaian karena kita akan berpesta piama berdua. Mom dan Dadku akan pergi ke luar kota. Jadi aku sendirian T_T

Ini aneh. Sejak kapan Miracle bisa merasa kesepian ketika orang tuanya pergi? Anak itu punya ratusan teman aneh di kelab malam.

Kau tidak datang ke kelab? balas Clarice singkat. Ia meletakkan handphonenya di lengan sofa, lalu berbalik ke rak sepatu di dekat pintu dan menendang lepas sepatunya. Kemudian, ia kembali duduk di sofa setelah meletakkan tasnya di meja konter. Clarice kembali mengecek handphonenya dan melihat balasan dari Miracle.

Nanti malam ada airing film romance-comedy baru di Netflix. Aku ingin langsung menonton streaming perdananya pukul 00.00. Bagi Clarice, jawaban itu tak berarti apa pun. Apa hubungannya airing film Netflix dengan kedatangannya di duo pesta piama itu? Beberapa saat kemudian, Miracle menambahkan pesan lagi.

Tidak ada temanku yang mau menonton streaming di rumah kecuali kau. Mereka semua sangat suka bioskop. Terkadang, rasanya sayang sekali jika Netflix tidak mengizinkan filmnya tayang di bioskop.

Oh ... jadi ini masalahnya? Miracle mengajaknya bermalam minggu karena ada film streaming baru di Netflix. Sebenarnya, Clarice tidak keberatan jika diajak menonton film romance-comedy bersama. Tetapi, biasanya Miracle mengacaukan banyak hal.

Aku tidak keberatan jika kau membiarkanku datang ke gereja pukul 08.00 a.m. dengan cara yang pantas. Ya, hanya itu alasannya. Selama ini, Clarice tak pernah membiarkan seorang pun mengacaukan kehidupan religiusnya. Mungkin, kehidupannya di sekolah dan rumah bisa saja sangat berantakan. Tetapi, ia menyadari bahwa ke gereja seminggu sekali membuatnya ingat akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Dan setidaknya itu memberikan banyak keringanan.

Beres. S U L8R.

***

Clarice meletakkan sepatunya di rak sepatu di depan rumah Miracle, lalu ia menyeret tas ranselnya memasuki rumah Miracle.

"Hai, selamat datang kembali, Clarice." Mrs. Bouve menyambutnya sambil merentangkan tangan. Clarice segera menjatuhkan tasnya dan menghambur dalam pelukan Mrs. Bouve.

Yeah ... sejak Clarice mampir ke rumah Miracle untuk pertama kalinya, Mrs. Bouve memang ramah sekali terhadapnya. Wanita itu sudah seperti pengganti Mom bagi Clarice. Beliau sering membuatkan makanan favorit Clarice ketika ia menginap. Dan, mungkin rasa masakan memang sesuatu yang dapat mendekatkan relasi.

Setelah Mrs. Bouve melepaskan pelukannya, wanita itu kembali masuk ke dapur. Tak lama kemudian, ia kembali sambil membawa semangkuk snickerdoodle.

"Aww ... thank you so much, Auntie." Clarice menerima snickerdoodle tersebut dengan mata berbinar.

"You're welcome, Clarice." Setelah itu, Mrs. Bouve berseru memanggil putrinya yang sedang bermalas-malasan di kamar, "Miracle sayang, Clarice sudah datang. Jangan terus tenggelam di tempat tidurmu. Baiklah, aku pergi."

Mrs. Bouve pun melenggang keluar dari rumah, bersamaan ketika Miracle keluar dari kamar dengan penampilan yang sangat berantakan. Clarice terpana melihat Miracle yang mengenakan kaus oranye dan celana kain longgar yang tidak serasi.

"Waw ... terkadang selera fashionmu di rumah sangat unik," komentar Clarice sambil melemparkan tubuhnya ke sofa ruang tamu rumah Miracle. Ia pun mulai mengemil snickerdoodle.

"Diam saja kau. Nyatanya banyak cowok yang terpikat denganku," bantah Miracle sambil berjalan ke pintu depan. "Okay. Bye, Mom." Miracle melambaikan tangan ke arah Mrs. Bouve, lalu mengunci pintu.

Setelah itu, Miracle duduk menjajari Clarice di sofa, lalu menyambar mangkuk sncikerdoodle yang dipegang Clarice. "Jadi agenda kita malam ini apa?"

"Bukankah kau bilang kita akan menonton streaming film di Netflix? Apakah ada perubahan jadwal?" Clarice mengambil beberapa snickerdoodle sekaligus dari mangkuk.

"Tidak. Tetapi filmnya airing pukul 00.00. Apa yang akan kita lakukan sebelum itu?"

"Entahlah. Menghabiskan waktu di kamarmu sambil mendekorasi poster The Beatles di kamarmu, mungkin," jawab Clarice sambil terkekeh. 'Mendekorasi' maksudnya selalu berarti bahwa ia akan menambahkan beberapa aksesoris pada pakaian John Lennon atau manyalin fashion klasik dari Paul McCartney buku sketsa.

"OMG! Aku tidak akan membiarkanmu menyentuh poster-poster keramat itu lagi. Yang terakhir kali sudah cukup parah." Clarice tertawa terbahak-bahak. Terakhir kali memang yang paling mengerikan. Ketika Clarice hendak menambahkan kumis tebal di wajah George Harrison tiba-tiba Miracle langsung menubruk Clarice hingga gadis itu terjatuh di tempat tidurnya. Tetapi, masalahnya bukan itu. Gelang silver yang dipakai Miracle menyangkut di salah satu pinggir poster, dan poster itu langsung sobek menjadi dua ketika Miracle menubruk Clarice ke arah samping. Miracle memang protektif terhadap barang-barangnya. Hanya saja, biasanya gadis itu melakukan dengan cara yang salah.

"Hei, bagaimana jika kita bertukar bacaan? Kau pasti bawa beberapa buku, kan?" usul Miracle tiba-tiba. Cewek itu meletakkan mangkuk snickerdoodle di samping, lalu berjalan ke lemari partikel pemisah ruang tamu dan ruang keluarga.

"Ya. Aku membawa tiga buku." Clarice mengambil beberapa snickerdoodle lagi, lalu berjalan mengikuti Miracle ke balik lemari partikel.

Lemari partikel warna putih susu itu adalah tempat keluarga Bouve menaruh dekorasi, benda antik dari toko souvenir, barang vintage dari toko barang bekas, dan buku-buku. Mayoritas buku yang ditata di situ adalah buku-buku sastra klasik, historical fiction, fantasi, dan panduan bisnis milik orang tua Miracle. Novel-novel bergenre romansa dewasa dan romansa erotis milik Miracle ia simpan di kamarnya sendiri.

Clarice paling suka membaca novel-novel historical fiction karya Jane Austen dan semi auto-biografi klasik karya Kate Douglass Wiggin jika berkesempatan meminjam buku di rumah Miracle. Dan biasanya, Miracle akan menagih untuk meminjam novel romansa dewasa sebagai bentuk simbiosis mutualisme antarteman.

"Apakah Auntie menambah koleksi bukunya?" Clarice melihat-lihat beberapa baris rak yang terjangkau.

"Aku tak tahu, tapi sepertinya tidak. Lagipula kau belum membaca semua sastra klasik yang dimiliki Mom. Ia punya satu seri novel Anne of Green Gables, trilogi Emily of New Moon, sekitab karya Shakespeare, dan sejilid kumpulan karya H. C. Andersen. Aku juga tahu bahwa kau belum membaca seri Harry Potter sampai buku ketujuh. Ha! Aku bahkan sudah sampai buku kedelapan."

Clarice mengedikkan bahunya tak acuh sambil terus melihat-lihat koleksi novel Mrs. Bouve. Ia tak mengerti mengapa orang yang belum membaca seri Harry Potter dicap tidak seru. Padahal banyak novel romansa yang tidak kalah menarik untuk dinikmati. Oh, mungkin ini karena Clarice adalah romanceholic.

"Hei, apa kau membawa novel romansa dewasa lagi? Aku butuh asupan adegan vulgar," ujar Miracle sambil berjalan menuju ke tas ransel Clarice yang tergeletak di depan pintu. Clarice tertawa kecil tatkala mendengar bahwa Miracle mengatakan 'vulgar' sebagai suatu lelucon.

"Tentu. Ada Tell Me Lies karya Carola Lovering di tas bagian depan," ujar Clarice tanpa menoleh. Ia pun menarik novel Anne of Avonlea setebal tiga senti dari rak, lalu membawanya ke depan.

"Bagus sekali. Aku akan bermimpi indah malam ini," ujar Miracle sambil memberantakan isi tas Clarice.

***

Setelah makan malam yang ribut lantaran Miracle menjatuhkan termos berisi air panas ketika menyeduh teh—untungnya tidak ada yang terluka, kedua cewek itu menghabiskan malam dengan membaca buku selama berjam-jam di kamar Miracle.

"Hhh ... aku tak dapat membayangkan bentuk tempat Kanopi Kekasih," gumam Clarice untuk memecah keheningan. Entah mengapa, ia selalu sulit memahami diksi deskriptif yang dipakai dalam novel-novel klasik.

"Ssst ... jangan berisik. Itu salahmu sendiri karena memilih novel klasik. Novel yang kubaca sedang sampai pada adegan seksi. Jangan menganggu imajinasiku." Miracle mengibaskan tangannya beberapa kali, lalu lanjut memelototi novel, seolah-olah ada gambar ilustrasi vulgar di buku itu.

Dengan usil, Clarice mendekati Miracle untuk melirik bagian yang sedang dibaca sahabatnya itu. "Adegan apa, sih yang kau baca?"

"Aaahhh ... menyegarkan sekali," desah Miracle tiba-tiba. Dari keringat dingin yang menetes dari kening Miracle, Clarice tahu bahwa adegan itu pasti vulgar sekali. Clarice melirik sebentar ke arah bukunya untuk melihat halaman. Ia berjanji pada diri sendiri bawa ia akan melompati semua narasi pada halaman tersebut ketika membaca novel itu.

"Kau menjijikan."

Seolah tak mendengar komentar itu, Miracle menatap Clarice yang membatasi buku dengan jari telunjuknya. Jari telunjuk Clarice terselip di tengah-tengah bagian buku. "Ahahahaha ... kau baru membaca setengah bagian setelah tiga jam? Membacamu tidak lebih lambat dari kakek buyutku yang kacamatanya sering melorot, dude," ejek Miracle. Clarice hanya mendengus sebal. "Kau harus segera membaca novel ini. Tentang kisah cinta sungguhan pertama yang dirasakan oleh Lucy Albright. Sangat membekas."

Clarice terdiam sejenak. Mendengar kata 'cinta', Clarice kembali merasakan getaran yang timbul tadi siang, ketika Jefferson mengucapkan kata-kata manis. "Miracle, menurutmu bagaimana rasanya ketika benar-benar jatuh cinta kepada seseorang?"

"Jatuh cinta?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro