BAB 8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ketika telah sampai di koridor bioskop, Clarice berjalan menuju penjual popcorn. Ia sadar bahwa aneh jika seseorang memesan popcorn seusai menonton film, tetapi Clarice butuh sesuatu untuk mengalihkan fokusnya. Ia perlu membuang adegan ciuman Miracle dan Ken jauh-jauh dari pikirannya.

Setelah mendapatkan popcorn, Clarice duduk di salah satu kursi kapuk di pinggir koridor. Ia memakan popcornnya dengan lahap, tetapi ... ia masih tak dapat menyingkirkan adegan Miracle dengan Ken. Itu, mungkin akan menjadi hal yang tak dapat dilupakannya. Entahlah. Apalagi, menjadi penonton di pinggir koridor Nitehawk Cinema membuatmu dapat menyaksikan segala sesuatu yang dapat terjadi dalam pacaran di dunia nyata. Clarice melihat bermacam-macam pasangan; seorang cewek memakai tank top biru yang sedang memeluk lengan seorang cowok bertato, seorang cowok berkaus putih meletakkan tangannya di pinggang cewek berambut pirang yang memakai dress tanpa lengan dengan lingkar leher rendah, sampai seorang cowok yang memakai ikat kepala sedang mengalungkan lengannya di bahu seorang cewek keturunan Asia.

Tunggu! Cowok yang memakai ikat kepala. Clarice seperti pernah mengenal cowok itu. Mungkinkah ia ... Jefferson Royce? Sepertinya, iya. Lalu, siapa cewek keturunan Asia yang dirangkul oleh Jefferson? Clarice merasa bahwa ia pernah melihatnya. Cewek keturunan Asia, model rambut shaggy, memakai kacamata oval. Clarice pernah melihat cewek seperti itu di klub novel romance yang beberapa kali didatanginya.

Astaga! Maggie Rutherford? Cewek paling kalem sepanjang klub diskusi novel romance? Bagaimana bisa ia bersama dengan Jefferson saat ini? Tidak. Pertanyaan seharusnya adalah; bagaimana bisa Jefferson bersama dengannya sekarang?

Jefferson .... Bukankah beberapa hari yang lalu ia baru saja mengakui bahwa ia yang menulis surat cinta untuk Clarice? Bukankah cowok itu yang menggodanya ketika ia memberikan sebotol air mineral? Dan sekarang, cowok itu sedang berjalan bersama Maggie, cewek kutu buku paling lugu yang pernah Clarice temui. Clarice berusaha mengesampingkan kenyataan bahwa mungkin Jefferson hanya bermain-main dengannya, tetapi ....

Apa yang ada dalam pikiran cowok itu?

***

Clarice sedang berada di kafetaria bersama Noah, ketika ia merasa handphone di sakunya bergetar.

"Noah, aku mengecek handphone sebentar," ucap Clarice sambil merogoh sakunya dan mengusap layar handphone. Ia tahu bahwa tidak nyaman rasanya jika seseorang yang berusaha diajak bicara malah memfokuskan dirinya ke handphone. Oleh sebab itu, Clarice selalu berpamitan jika ia hendak mengecek handphone di tengah perbincangan.

"Ya, silakan," sahut Noah sambil melahap Honey Nut Chex-nya.

Clarice mengusap layar handphonenya dan mendapati sebuah notifikasi SMS dari Miracle masuk. FYI, Jefferson ingin menemuimu di bangku lapangan lacrosse sepulang sekolah.

Clarice mengernyitkan keningnya setelah membaca pesan tersebut. Jadi, setelah cowok itu berkencan—atau apalah itu—dengan Maggie Rutherford ke Nitehawk Cinema, sekarang ia ingin mengajak Clarice bertemu? Apa yang sebenarnya ingin dilakukan cowok itu?

Pilihan Clarice hanya dua. Ia menemui cowok itu sepulang sekolah nanti—karena ia yakin pertemuan keduanya akan memiliki nuansa yang berbeda—atau menghindar dari cowok playboy seperti Jefferson selamanya. Jika Clarice berpikir realistis, sebenarnya peringatan Noah tentang berhati-hati dengan Jefferson sepenuhnya benar. Sebaiknya ia tidak mencari masalah dengan cowok itu. Tetapi, Clarice pikir sekarang situasi telah berbeda. Kali ini Jefferson yang merencanakan pertemuannya. Apakah itu sopan jika menolak Jefferson bahkan sebelum ia sempat mengatakan apapun tentang surat? Rasanya tidak. Clarice perlu tahu lebih banyak hal tentang latar belakang terkirimnya surat-surat cinta itu.

Okay. Clarice memasukkan handphonenya kembali ke dalam saku setelah mengetikkan pesan tersebut.

"Ada masalah?" tanya Noah sambil memandang khawatir kepada Clarice.

"Hmm? Tidak, kok. Semuanya berjalan dengan baik," balas Clarice sambil berusaha tersenyum. Ia tahu jantungnya berdegup kencang, tetapi ia tidak mungkin membuang-buang kesempatan untuk berbicara dengan Jefferson Royce.

"Baiklah. Beritahu aku kalau kau punya masalah," ujar Noah sambil menatap Clarice dengan teduh.

"Terima kasih," sahut Clarice. Yeah, memiliki sahabat seperti Noah mungkin memang keberuntungan terbaik yang pernah dimilikinya, sesuatu yang tak boleh diabaikan Clarice hanya karena kedatangan dua cowok aneh yang mengusik kehidupannya.

***

Sambil mengemil sekantong snickerdoodle, Clarice berjalan keluar dari Gedung B menyusuri tepian lapangan lacrosse. Ia terus mengamati bangku-bangku yang berada di sepanjang tepi lapangan lacrosse sepanjang seratus meter, berusaha mencari sosok Jefferson. Sulitnya, bangku lapangan tidak terlalu sepi saat itu karena tidak ada latihan klub lacrosse. Jujur saja, ia belum terlalu menghafal wajah Jefferson. Ia baru melihatnya dua kali ketika di lapangan lacrosse dan Nitehawk Cinema. Sepertinya ia berhasil mengenali Jefferson di bioskop juga hanya karena keberuntungan. Untuk kali ini, ia harap Jefferson lebih menghafal wajahnya sehingga mereka tidak akan saling melewati ketika berpapasan.

"Clarice!" Clarice segera menoleh ke arah sumber suara ketika mendengar namanya diteriakkan oleh seorang. Ia mendapati Miracle sedang berdiri di salah satu bangku lapangan bersama seorang cowok keren di sampingnya.

Itu pasti Jefferson Royce, pikir Clarice sambil berjalan mendekati bangku tersebut.

"Hai," sapa Clarice canggung. Entah sapaan itu ditujukan untuk Miracle atau Jefferson, karena ia bahkan tidak menatap salah satu dari mereka. Ia memandang kosong, persis seperti orang bodoh.

"Hai, Clarice," sahut Miracle sambil menarik Clarice untuk duduk di sisi Jefferson. Gadis itu kemudian menepukkan kedua tangannya ke arah berlawanan. "Baiklah. Tugasku untuk mempertemukan kalian sudah selesai. Selamat bersenang-senang, honey." Miracle menepuk bahu Clarice lalu pergi meninggalkan kedua makhluk itu di tengah kecanggungan.

Clarice membuka mulut sambil menarik napas untuk memulai pembicaraan, tetapi kemudian ia menutup mulutnya kembali. Ini akan sulit. Mengapa harus aku yang angkat bicara? Dia yang mengajakku ke sini, pikir Clarice berusaha tak acuh. Gadis itu kembali mengemil snickerdoodle tanpa memedulikan Jefferson yang kini memandangnya dengan tatapan bingung.

"Okay. Make it relax," ucap Jefferson dengan suara baritonnya. "Jadi, kau suka makan ... apa itu? Bukankah itu sejenis cookies selai kacang?"

"Ya, aku memang suka memakannya. Ini buatan teman cowokku. Omong-omong, ini bukan cookies selai kacang. Ini snickerdoodle," jelas Clarice sambil memperlihatkan snickerdoodlenya.

"Baiklah. Bentuknya hampir sama. Adikku yang berumur sebelas tahun sangat suka makan cookies selai kacang," sahut Jefferson.

Jadi maksudmu aku seperti anak sebelas tahun? Baiklah, mentalku memang agak telat bertumbuh tapi bukannya aku kekanak-kanakan, gerutu Clarice dalam hati. Namun, ia memutuskan untuk tidak mengatakan hal itu di hadapan Jefferson. Ia tidak ingin membangun kesan buruk sebelum mereka sempat membangun pembicaraan yang bagus. Maka, Clarice hanya tersenyum sambil mengangguk pelan.

"Tunggu. Tadi kau bilang kau sudah punya pacar? Miracle bilang kau tidak punya pacar," protes Jefferson sambil menaikkan sebelah alisnya.

Soal apakah aku punya pacar atau tidak kupikir tidak ada hubungannya denganmu. Kau sendiri berkencan dengan cewek-cewek lain sementara kau mengirimkan surat cinta kepadaku, pikir Clarice sambil menaikkan kedua alisnya.

"Oh ... bukan begitu. I mean 'boy friend' not 'boyfriend'," jelas Clarice sambil menekankan pemisahan kata 'boy' dan 'friend'. Entahlah, rasanya susah sekali berbicara dengan cowok ini.

"Aku mengerti. Omong-omong, siapa nama teman cowokmu itu?" tanya Jefferson lagi.

Langsung masuk ke kehidupan pribadi? pikir Clarice sambil menelan salivanya. Oh ... stop berbicara dalam hati sebelum menjawab pertanyaannya, Clarice! Kau terlalu banyak berpikir dan inilah yang membuatmu selalu gugup, tekad Clarice. "Noah Montgomery."

"Cowok pembuat kue?" sahut Jefferson.

Jadi Noah punya julukan seperti itu? Mengapa aku tidak tahu? pikir Clarice sambil menggaruk puncak kepalanya. Oh, stop! Langsung katakan apa yang kau pikirkan! Kau akan pusing sendiri jika terus seperti ini.

"Oh, ya? Sebenarnya, aku sendiri tidak tahu kalau Noah punya julukan seperti itu. Kupikir dia mungkin akan menyukai julukan itu—untuk membanggakan ibunya, paling tidak. Tapi, jujur saja kue buatannya benar-benar enak. Ia dapat membuat berbagai macam cookies, panekuk, dan cupcake. Mrs. Montgomery adalah salah satu baker Brooklyn Bakery," ujar Clarice. Ini pertama kalinya Clarice berbicara dengan lancar di hadapan Jefferson. Clarice cukup senang dengan pencapaiannya sejauh ini. Tetapi, mengapa topik yang mahir dibicarakannya adalah tentang Noah? Ini tidak akan baik untuk mereka bertiga.

"Kau tahu banyak tentang Montgomery." Itulah cara cowok berkomunikasi satu sama lain, yaitu dengan memanggil nama belakangnya. Clarice memang tak memiliki banyak teman cowok. Ia harus berusaha mendengar itu sebagai sesuatu yang normal di telinganya.

"Yeah, kupikir lumayan. Kami berteman sejak kelas delapan. Ketika aku baru pindah ke rumah baru," sahut Clarice sambil mengenang awal mula ia bertemu Noah. Masa-masa yang manis, indah, dan polos.

"Eh ... kau pindahan? Sebelumnya memang kau tinggal di mana?" tanya Jefferson tiba-tiba. Ketika mendengar pertanyaan itu, Clarice menoleh agak terlalu cepat hingga Jefferson sedikit kaget.

"Ya. Aku baru datang ke Brooklyn ketika aku umur tiga belas tahun. Sebelumnya aku tinggal di Alabama." Bagus. Pembicaraan Clarice dengan Jefferson semakin mudah dan mengalir. Ia berharap dapat bertahan dalam posisi ini selama setengah sampai satu jam ke depan, supaya dapat mengenal Jefferson lebih jauh.

"Alabama? Itu negara bagian yang cukup religius, kan?" tanya Jefferson.

"Yeah, aku bersekolah di sekolah swasta selama di sana dan mendapat pelajaran agama dari sekolah selama SD dan permulaan SMP," jelas Clarice.

Jefferson mengangguk-angguk tanda mengerti. "Omong-omong, mengapa kau pindah?"

Jefferson pandai sekali mengalirkan pembicaraan. Sepertinya cowok ini memang mempunyai banyak pengalaman tentang bagaimana menjalin hubungan. Clarice hanya perlu menanggapi dan menjawab ocehannya, maka pembicaraan akan terus mengalir.

"Jabatan Dad dan Mom dinaikkan, jadi kami harus pindah ke New York City. Tetapi, sekarang aku juga harus tinggal sendirian di rumah. Lagi-lagi karena pekerjaan Dad dan Mom. Dad hanya sebentar saja tinggal di Brooklyn dan kemudian ia ditawari untuk bekerja di kantor pusat yang terletak di Kanada. Dad menerima tawaran itu dan ia hanya pulang setahun dua kali saat libur Natal dan Thanksgiving. Mom cukup lama tinggal bersamaku. Tetapi ia juga pergi lagi karena kenaikan jabatan. Tiga bulan yang lalu, Mom pergi ke San Fransisco. Dan sekarang aku benar-benar sendirian di rumah," jelas Clarice panjang lebar. Sebelum ini, Clarice hanya menceritakan tentang masalah keluarganya kepada Miracle dan Noah. Noah yang mendapatkan versi lengkap cerita keluarganya. Tetapi, sepertinya sekarang Jefferson juga berhasil mendapat banyak informasi tentang keluarganya.

Selama Clarice menceritakan kisah keluarganya yang berpisah itu, rupanya Jefferson terus memperhatikannya sedari tadi. Clarice baru menyadari hal ini ketika ia selesai bercerita dan hendak mengambil botol air mineral dari tas ranselnya. "Hello, Jefferson Royce. Jangan memandangku seperti itu. Aku lebih senang membicarakannya seolah-olah itu bukan hal yang mengenaskan. Aku tahu banyak keluarga lain yang lebih mengenaskan daripada keluargaku," ucap Clarice sambil berusaha mengeluarkan tawanya. Ia tahu, bahwa otot-otot wajahnya memaksanya untuk memilih sebuah ekspresi. Tertawa parau atau membiarkan matamu berkaca-kaca di hadapan seorang cowok yang baru kau temui. Dan Clarice lebih memilih untuk tertawa. Karena rasanya tak pantas ia mengasihani diri sendiri sementara ia jelas-jelas mengetahui bahwa Noah—salah satu orang terdekatnya—mengalami hal yang jauh lebih berat darinya.

"Kau benar. Lebih mudah untuk membicarakannya seolah itu bukanlah sesuatu yang menyedihkan." Jefferson menghela napas, kemudian berbalik menatap Clarice sambil tersenyum.

"Karena di atas langit masih ada langit. Masih ada orang kondisi keluarganya lebih menyedihkan daripada aku. Dan setidaknya, memahami teori itu membuatku lebih kuat melewati liku kehidupan di dunia ini. Yeah, kau tahu?" ujar Clarice sambil menaikkan bahunya.

"Kau juga biasanya suka berkhotbah?" canda Jefferson. Cowok itu duduk mendekati Clarice, kemudian mengusap lembut bagian belakang kepala Clarice sambil tersenyum hangat. Clarice merasa kehangatan senyuman dan sentuhan Jefferson menjalar hingga hatinya. Sentuhan di rambut itu rasanya seperti setrum yang menggetarkan hati dan membuat jantungnya berdebar semakin keras, membuatnya kehilangan kata-kata.

Clarice berusaha tersenyum untuk menanggapi candaan itu. "Tidak juga. Tapi aku memang biasanya bijak," jawab Clarice percaya diri.

Footnote:

Honey Nut Chex= salah satu merek sereal di Amerika Serikat yang diproduksi oleh perusahaan Chex. Sereal ini berbentuk kepingan persegi renyah berasa madu dari bahan tepung beras dan jagung.

FYI= bahasa informal dalam SMS, singkatan dari 'For Your Information', artinya 'untuk informasimu'.

Snickerdoodle= nama kue kering yang dibuat dari adonan tepung, gula, dan mentega, yang kemudian dilapisi tepung gula kayu manis

Dalam bahasa Inggris, kata 'boy friend' (teman cowok) dan 'boyfriend' (pacar/pasangan cowok) hanya dibedakan dengan tanda spasi, sehingga tidak terlalu terlihat perbedaannya dalam bahasa lisan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro