BAB 7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kau benar-benar bertanya soal itu?" tanya Miracle sambil menegakkan punggungnya.

"Kenapa? Apa itu aneh?" Clarice balik bertanya. Ekspresi bingung terukir jelas di wajahnya.

"Tentu saja. Itu jadi pertanyaan aneh jika seorang Clarice Barack yang menanyakannya," ucap Miracle sambil menyibakkan rambutnya ke belakang. Perlahan-lahan, sudut bibir Miracle terangkat. "Apa yang sedang terjadi padamu? Ayo ceritakan. Aku siap mendengarkan." Miracle memindahkan rambutnya yang ikal ke belakang telinga.

Clarice menggigit bibir bawahnya, kemudian menarik napas dan mulai berbicara. "Aku bertemu dengan pengirim surat lainnya kemarin."

"Benarkah? Bagaimana kau mengetahuinya?" Miracle membelalakkan matanya sambil meremas tangan Clarice.

"Yeah ... dia mengatakannya. Awalnya dia bilang bahwa namanya Nicholas Maison, seorang blasteran Amerika-Prancis dari kelas Senior. Lalu aku langsung teringat dengan surat-surat itu, dan aku menanyakannya saat itu juga," ucap Clarice menggebu-gebu. Ia merasakan gejolak di dadanya ketika mengatakan hal itu.

"Ya Tuhan. Nicholas Maison? Benarkah cowok itu? Dia cool. Aku sangat menyukai stylenya," sahut Miracle dengan mata berbinar-binar. "Omong-omong, aku pernah berpacaran dengannya. Andaikan dia tidak menyukaimu, aku pasti akan mengejarnya lagi."

Clarice menaikkan sebelah alisnya sambil memandang skeptis. "Benarkah? Kau bahkan tidak ingat tentangnya ketika aku bertanya tentang cowok blasteran Amerika-Prancis kemarin. Kau malah menyebutkan aktor bernama Jean Dujardin. Kalian berpacaran dengan cara seperti apa?"

"Aku tidak yakin apakah ini akan sesuai dengan kriteria berpacaranmu. Tetapi, Nicholas pernah mengantarkanku setiap berangkat dan pulang sekolah selama dua minggu, ia membantuku mengerjakan tugas sekolah di café, dan ... ada satu kejadian fairytale paling romantis bersama Nicholas. Kau tahu apa?" Miracle menceritakan masa lalunya bersama Nicholas tanpa beban sedikit pun. Seperti ... itu semua hanyalah kenangan lama yang akan terkubur seiring datangnya orang-orang baru dalam kehidupan Miracle. Apakah semua gadis menganggap retaknya hubungan sebagai sesuatu yang normal? Ataukah hanya Miracle yang menganggapnya semudah itu? Entahlah. Clarice sama sekali tidak berhak menghakimi Miracle soal ini.

"Tidak. Apa yang kalian lakukan?" tanya Clarice berpura-pura penasaran.

"Aku menciumnya saat pesta dansa di homecoming keluarga Hemsworth."

"Apa? Kau yang menciumnya?" Clarice sama sekali tidak dapat memahami sahabatnya.

"Terkadang, cewek juga perlu sedikit agresif jika ingin mendapatkan yang diinginkannya," ucap Miracle percaya diri. Clarice hanya tersenyum miring sambil mengangguk untuk menanggapi jawaban itu.

Tidak. Mungkin memang prinsipku dan prinsipnya yang berbeda. Aku tidak akan melakukan hal-hal seperti itu, pikir Clarice.

"Jadi, setelah mengetahui semua pengirim suratnya, kau menyukai siapa?" tanya Miracle tiba-tiba.

Clarice cukup terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia tidak mungkin langsung suka kepada seorang cowok pada pertemuan pertama. Yeah, meskipun pertemuannya bisa dibilang cukup unik, itu tidak mampu membuatnya menyukai salah satu dari mereka. Ia tidak akan menyerahkan hatinya semudah itu.

"Aku belum menyukai siapapun," ucap Clarice, kemudian menelan salivanya. Miracle menurunkan bahunya setelah mendengar hal itu.

"Bagaimana bisa? Mereka semua bukan pilihan yang buruk!" tegas Miracle sambil menggebrak meja. Clarice sama sekali tidak terlonjak melihat itu. Ia sudah terbiasa dengan Miracle dan segala tingkah lakunya.

"Aku malah akan bingung jika aku bisa menyukai salah satu dari mereka. Tetapi, aku punya seseorang yang kupikir lebih menarik," ucap Clarice misterius.

"Siapa?" tanya Miracle cepat.

Clarice menelan salivanya lagi. Ia sebenarnya juga tidak terlalu yakin dengan pemikirannya. Tetapi, mungkin akan sangat aneh jika ia memiliki perasaan yang seratus persen sama kepada Jefferson dan Nicholas. Ia mestinya lebih menyukai salah satu dari mereka. Setidaknya berdasarkan kesan pertama.

"Nicholas Maison, mungkin," ucap Clarice pelan. Gadis itu segera menunduk ke bawah sambil melahap gigitan terakhir panekuknya. Ia tidak berharap Miracle memergoki wajahnya memerah setelah mengatakan hal itu.

"Ah ... ternyata cowok itu. Seleramu cukup bagus, Clarice. Dia terlihat seperti the boy next door," sahut Miracle sambil tersenyum lebar.

"Tunggu. Kau juga berpikir bahwa Nicholas seperti the boy next door?" tanya Clarice tiba-tiba.

"Tentu saja. Kau pikir dia terlihat seperti apa?" kekeh Miracle.

"Ya. Nicholas kelihatannya memang seperti itu. Jadi, apakah menurutmu dia the boy next door yang sempurna? Maksudku, akankah dia menyukai the girl next door?" tanya Clarice berhati-hati. Bibir Miracle terlihat begitu lebar ketika tersenyum, hingga mungkin hampir selebar wajahnya.

"Oh, jadi karena itu kau bertanya apakah kau terlihat seperti the girl next door." Miracle tersenyum puas ketika mengatakannya. "Baiklah. Aku akan memberikan tutor padamu nanti malam. Aku akan menjemputmu di depan rumah pukul 07.00 p.m. Jangan lupa membawa uang lima belas dolar dan pakai dress yang ... sedikit fashionable," ucap Miracle sambil memerhatikan pakaian Clarice. Clarice memang hanya memakai celana jean dan tank top yang dirangkap cardigan sky blue hari itu. Namun, sebagai seorang perancang busana amatir, setidaknya ia mempunyai selera fashion yang cukup bagus untuk pergi ke acara formal. Eh, tunggu. Memangnya Miracle mengajaknya ke mana? Ia akan dilabel 'Orang Aneh' jika ternyata Miracle mengajaknya ke mall sementara ia memakai outfit dansa.

"Fashionable bagaimana? Dan kita memangnya akan pergi ke mana?" tanya Clarice sambil menggaruk puncak kepalanya.

"Kau anak Digital Art. Benarkah kau tidak tahu outfit yang fashionable?" Miracle balas bertanya sambil berkacak pinggang.

"Fashionable juga disesuaikan dengan lokasi dan kondisi. Kau mengajakku ke mana?" cecar Clarice.

"Yeah, pakailah pakaian seperti ... yang dipakai Lara Granger. Kita akan pergi ke suatu tempat yang gelap. Gelap tapi ramai," jawab Miracle sambil bangkit dari tempat duduknya dan mengambil tas.

"What the hell? Lara Granger selalu memakai pakaian dengan lingkar dada yang rendah. Kau menyuruhku langsung praktek berpacaran ala cewek pesta? Kau gila, Miracle! Aku bahkan tidak mempunyai pacar," bentak Clarice sebal.

"Tidak. Aku tidak bilang bahwa kau harus praktek langsung. Aku bilang aku akan memberikan tutor kepadamu. Love Lessons by Miss Bouve," jelas Miracle sambil mengedipkan sebelah matanya. Bulu matanya yang lentik karena dibubuhi mascara sedikit bergetar, kemudian gadis itu berlalu menuju ke luar kafetaria.

Kegilaan baru akan dimulai nanti malam.

***

Miracle benar-benar membuatnya tersudut dengan menjemputnya di depan rumah. Miracle sama sekali tidak memberinya ruang untuk menolak ajakan gila itu. Clarice sudah mencoba sebuah upaya dengan berpura-pura bahwa ia lupa memiliki janji. Ia keluar rumah dengan setelan baju tidurnya yang kusam. Namun, ketika Miracle melihat hal itu, ia tetap bersikeras untuk memaksa Clarice ikut pergi.

"Aku dapat menunggu sebentar. Kau cepat ganti baju. Bawa alat make up ke dalam mobil. Aku akan masuk ke rumahmu jika kau tidak keluar dalam lima menit."

Dan di sinilah Clarice sekarang, di koridor tempat penukaran tiket online bioskop. Dengan mobil convertible milik Ken, pacar Miracle hari itu, Miracle berhasil menculiknya menuju Nitehawk Cinema, salah satu bioskop terbesar di Brooklyn. Dengan sikap otoriter, Miracle dan Ken telah memutuskan untuk menonton Avangers: Endgame. Clarice belum pernah menonton satu pun serial Avangers, jadi ia pikir ia tidak akan mengerti kausalitas filmnya. Ini menyebalkan jika kau dipaksa ikut menonton film yang tidak kau mengerti sama sekali.

Ketika Ken sedang mengantri di loket tiket, Clarice menarik Miracle ke pinggir koridor. "Jadi apa maksudnya dengan tutor Love Lessons by Miss Bouve tadi siang?" tuntut Clarice langsung.

"Tenang saja, Clarice. Kelas itu akan berlangsung di bioskop nanti," ucap Miracle sambil mengalungkan lengannya di bahu Clarice.

"Jadi kau akan membuatku membuang-buang uang untuk menonton Avangers? Kau sengaja memilih film yang tak kumengerti dan kemudian menggangguku sepanjang nonton, kan?" sindir Clarice sambil menyingkirkan lengan Miracle.

"Tidak, tentu saja tidak. Pelajarannya nanti akan sangat santai. Kujamin aku tidak akan mengganggumu menonton," ucap Miracle yakin.

Clarice mengerucutkan bibir sambil mengangkat alis ketika mendengar kata 'pelajaran'. Ia sama sekali tidak memahami definisi 'pelajaran' menurut Miracle, tetapi ia yakin itu akan menjadi sesuatu yang aneh dan absurd.

"Kalian sudah siap menonton Avangers, girls?" Tiba-tiba Ken muncul dari belakang dan merangkul bahu Clarice serta Miracle. Clarice cukup terkejut karena sentuhan itu, tetapi ia menoleh dulu ke arah Miracle sebelum menunjukkan reaksinya. Miracle menyandarkan kepalanya di bahu Ken sambil tersenyum senang.

"Tentu," jawab Miracle.

Oh, dude. Ken menganggap bahwa Clarice dan Miracle sama-sama gadisnya. Ken pikir Clarice menerima asumsi itu? Tidak akan. Clarice menggeser tangan Ken hingga terlepas dari bahunya, kemudian ia mempercepat langkah menuju ke sinema.

***

Sepanjang film berlangsung, Clarice tak henti-hentinya bertanya kepada Miracle tentang pemeran-pemeran dalam Avangers. Ia benar-benar hanya mengenali Iron Man dan Spider Man dalam serial Avangers—sayangnya Spider Man tidak lekas muncul dalam permulaan Avangers: Endgame, sehingga ini semakin memperlihatkan betapa dangkalnya pengetahuan Clarice. Jika begini situasinya, bisa dibilang Clarice yang mengganggu Miracle. Ia terus-terusan melontarkan pertanyaan; seperti "Siapa Thanos?", "Mengapa mereka perlu melakukan time travel?", "Mengapa semua keluarga Clint menghilang?", "Apa yang terjadi dengan Thor?", hingga pertanyaan terbodoh seperti, "Apa maksudnya 'I Love You 3000'?".

Clarice hanya dapat menikmati scene di Avangers: Endgame ketika Clint dan Natasha Romanoff mencari batu jiwa, serta adegan tempur antara Captain Amerika dan Thanos. Tetapi, oh tidak .... Ketegangannya sejak tadi tergantikan dengan sikap melankolis ketika Iron Man berhasil menjetikkan jarinya dan Thanos menghilang. Kolonel Rhode, Pepper Potts, dan Spider Man menghampiri Iron Man yang bersandar di sebuah batu dengan napas terengah-engah.

Baiklah. Clarice hampir benar-benar melupakan tentang Love Lessons by Miss Bouve selama dua jam ini. Tetapi, dialog Miracle dan Ken yang tiba-tiba sensitif langsung mengalihkan fokus Clarice.

"Menurutmu Pepper akan mencium Tony? Pria itu sudah nyaris meninggal. Jika ternyata tidak, mengesalkan sekali. Nanti aku yang akan menciummu, baby," bisik Ken sambil memiringkan kepalanya ke arah Miracle. Miracle hanya mengangkat bahu tak peduli sambil tersenyum dan menonton film.

"Uhuh? Menurutku tidak. Tidak akan ada terlalu banyak skinship di film ini. Terlepas dari kenyataan bahwa ini film science fiction—bukan romance comedy yang manis, dude—sepertinya Avangers ini termasuk film Box Office internasional, kan? Kontennya harus dapat ditonton semua umur dan diterima setiap budaya." Ini pertama kalinya Clarice beropini untuk menanggapi perkataan Ken.

Ken menaikkan sebelah alisnya mendengar pernyataan tersebut. "Landasan teorimu cukup bagus, Clarice. Kau pandai membuat makalah di pelajaran Sains?" Clarice tersenyum tipis mendengar tanggapan itu. Baiklah, sebenarnya itu memang bukan respons yang Clarice harapkan untuk menanggapi perkataannya tadi. Namun, pujian Ken bagus juga. Miracle masih punya selera dalam memilih cowok kencan.

"Baiklah. Sepertinya memang begitu. Kalau begitu, aku yang akan mencium gadisku." Lalu Ken mendekatkan wajahnya ke wajah Miracle, kemudian mendaratkan bibirnya di bibir gadis itu. Miracle membalas ciuman Ken sambil tersenyum.

Clarice segera memalingkan wajahnya setelah itu, sementara pikirannya dipenuhi gagasan-gagasan yang selama ini belum pernah dipikirkannya.

Apakah pacaran yang nyata benar-benar seperti itu? Terlihat sangat menakutkan dan beresiko. Aku heran mengapa banyak orang yang mudah jatuh cinta, pikir Clarice sambil memijat keningnya.

Clarice memutuskan untuk menyingkirkan pemikiran itu terlebih dahulu dan berfokus pada film yang sedang ditontonnya. Kematian Tony Stark, penyerahan kepemimpinan Steve Rogers kepada Kolonel Rhode juga menjadi sesuatu yang menarik untuk ditonton. Tetapi, semuanya berakhir ketika musik klasik di dalam rumah gaya Victorian dialunkan.

"Kau mendapat jackpotmu, Ken. Steve Rogers dan Peggy Carter berciuman sekarang," ujar Clarice sambil beranjak dari tempat duduknya. Ia sama sekali tidak peduli dengan Miracle yang sedang bermesraan dengan Ken di kursi sinema. Jika ciuman in public tadi yang ingin Miracle tunjukkan pada Clarice, itu sama sekali tidak berguna. Itu tidak akan ada hubungannya dengan para cowok yang mengiriminya surat cinta. Lagipula, Clarice memang tidak berniat untuk melakukan ciuman dalam waktu dekat ini.

Mayoritas remaja Amerika memang melakukan ciuman pertama mereka pada usia tiga belas sampai lima belas tahun. Tetapi, hingga berusia enam belas tahun, Clarice sama sekali tidak pernah melakukan hal seperti itu pada cowok manapun. Selama ini, Clarice hanya berhubungan dengan cowok sebatas teman. Ia tak pernah melakukan hal-hal yang lebih dari itu. Pelajaran religius yang didapatkannya di Alabama membuatnya berpikir lima kali sebelum melakukan hal-hal itu.

Mungkin, orang-orang akan menyebutnya telat bertumbuh. Namun, Clarice memiliki prinsip yang berbeda. Setiap orang memiliki fase pertumbuhannya masing-masing berdasarkan prinsip yang mereka pegang dan yakini. Ia memang berada di tengah lingkungan yang ekstrem di pusat kota Brooklyn, New York City. Ia berteman akrab dengan Miracle yang sudah beberapa kali mengonsumsi pil kontrasepsi. Dan juga, ia bahkan tidak terlalu dekat dengan kedua orang tuanya. Namun, prinsip yang ia pegang selama inilah yang membentuk karakternya.

"Bercumbu di Nitehawk Cinema? Bagaimana bisa dia tidak takut terkena masalah PDA? Semakin mengenal, aku semakin tidak bisa memahaminya," gumam Clarice sembari berjalan keluar dari ruang sinema.

Footnote:

Convertible= mobil dengan atap yang bisa diturunkan atau dinaikkan.

PDA= singkatan dari Public Display Affection, yaitu gerak-gerik dua orang yang menunjukkan hasrat romantis atau seksual di depan umum.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro