Bab 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Orang-orang selalu berniat mengakhiri hidupnya sendiri. Saat mereka terkucilkan, saat mereka merasa tak berdaya, bahkan saat mereka tak kuat untuk melanjutkan halaman kisah mereka. Berharap kematian lebih baik dan mengakhiri cerita suram yang tak seindah katanya.

Aku mungkin hanya bisa tertawa mendengar pernyataan itu. Hanya menertawai manusia-manusia bodoh yang terpaku akan sugesti jika semua akan tamat dengan—

Mati.

Jika kau mati, kisahmu memang berakhir. Tapi yang berakhir adalah kisahmu selama di alam fana. Kisahmu akan dimulai kembali. Dengan buku baru, lembaran baru dan rasa sakit baru yang bahkan jauh lebih menyiksa dibanding di dunia.

Terkurung dalam ruang tak berujung. Gelap, hampa, sunyi. Hanya ketakutan dan memori yang tak ingin kau ingat yang mengisi kepalamu. Memaksamu untuk terus mengingat memori itu, satu-persatu. Tak membiarkanmu tidur sama sekali.

Lalu diterlantarkan kembali ke alam fana. Kembali ke tempat yang ingin kau jauhi. Memutuskan jalan untuk naik atau turun. Untuk mencapai surga atau menghabiskan waktu dengan siksaan di neraka.

Dan disinilah aku, mengambil jalan yang sebetulnya tak layak untuk diriku sendiri. Menatap sosok yang seperti dikirim oleh langit. Sosok yang mungkin akan menarikku yang ingin terjun ke neraka untuk naik ke surga.

Aku hanya menghela napas dan menjawab, "Ya."

Deren menatapku tak percaya. "Sungguh?"

"Hanya mencari? Selama tidak aneh, aku bisa—"

"Terima kasih!" Ia berseru. Bahkan aku belum membantunya apapun.

"Aku belum membantu apapun dan aku tidak menjamin hasilnya memuaskan. Mungkin saja aku berhenti di tengah pencarian dan meninggalkanmu," ungkapku.

Deren, pemuda itu menggeleng dan menyanggah, "Jika itu dirimu, aku yakin akan mencapai tujuanku."

"Jika aku meninggalkanmu?"

"Meninggalkanku?" Ia membeo dengan polos, membuatku menghela napas berat.

"Aku hanya roh, aku tidak lagi terikat hidup dan mati. Aku bisa dengan mudah meninggalkanmu." Jujur saja, apa yang kukatakan tadi hanya kebohongan. Kebohongan untuk menguji 'kelayakan' pemuda aneh satu ini.

"Aku tidak yakin kau bisa meninggalkanku."

Skak mat.

"Bagaimana kau yakin, aku tidak bisa meninggalkanmu?"

"Entahlah."

Aku tidak lagi bisa berkata-kata. Oh ayolah, pemuda ini ingin mencari seseorang tapi tanpa ambisi yang membuatnya bersemangat. Bagaimana bisa mencarinya menjadi begitu mudah?

Aku lebih baik membantu seseorang dengan ambisi yang berkobar sekalipun hitam dan busuk.

Aku hanya menghela napas lelah.

"Hahaha, rasanya seperti membuat kontrak dengan iblis." Celetukan tiba-tiba dari pemuda itu membuatku menoleh.

"Anggaplah beegitu jika kau ingin ...."

"Huh? Menganggapmu iblis bukankah terlalu kejam? Bagaimanapun kau dulunya adalah manusia."

"Bukankah manusia bisa lebih busuk dari iblis?"

"Mereka juga bisa lebih baik dibanding malaikat." Dan dengan begitu, percakapan kami berakhir.

***

Aku tengah berjalan, mengikuti langkah lebar Daren yang terus berjalan. Berbelok di ujung dan kembali memutar. Melangkah lurus hingga napasnya terdengar menderu. Dengan begitu, kami menjauhi lokasi awal dan berjalan ke tempat yang ia sebut 'rumah'.

Sebagai pelayan baru yang baik, tentu saja aku mengikutinya. Salahkan diriku yang langsung membuat 'kontrak' dan mengikat janji padanya. Beginilah nasib seorang arwah yang terikat. Mengikuti tuannya dan tak bisa meninggalkannya begitu saja. Katanya ... sesuatu yang mengerikan akan terjadi bila arwah meninggalkan kontraknya.

"...na? Siena?"

Aku sedikit tersentak dan menatap pemuda di hadapanku tak minat. "Ya?"

"Kau benar-benar melamun ternyata ...." Deren memasukkan kedua tangannya ke saku celananya seraya berujar, "Kau pasti tidak mendengar yang kuucapkan tadi."

Ah ... memang.

"Aku mendengarnya."

"Bohong."

"Tidak bohong."

"Kalau begitu katakan, apa yang aku bicarakan?"

". . ."

"Yap kau berbohong." Dan ia merajuk setelahnya. Aku hanya menatap pemuda yang lebih tua dariku kini menghentakkan kakinya, ia kesal. Benar-benar kekanakan.

Aku mencoba menyamai langkah kakinya yang bertambah cepat dan berakhir aku melawan gravitasi, melayang mendekat ke arahnya.

"Jangan marah ... aku hanya teralihkan tadi," bujukku seraya mendekat.

"Teralihkan apanya- WAA!"

Ucapannya terpotong deng seruan terkejut. Bagaimana tidak, saat Deren berbalik untuk menatapku, aku sedang melayang. Haha ... apa ini hal baru baginya melihat arwah melayang.

"Kenapa-"

"Kau terbang! Kau betulan terbang?"

Wajahnya seperti anak-anak yang menemukan mainan keren. Yah ... cukup manis. "Aku arwah, tak memiliki raga yang tertahan dengan gravitasi atau apapun itu. Tentu saja aku dapat melayang bebas—"

"Kau benar-benar terbang! Bisakah kau membawaku? Salah satu cita-citaku adalah terbang!" Deren kembali memotong ucapanku.

". . . bukankah cita-citamu menjadi pilot? Kau bisa terbang dengan pesawat nantinya. Dan berhentilah memotong ucapanku," sentakku, kesal karenanya.

Deren menggeleng cepat. "Memakai pesawat tidak terasa seperti terbang. Jika bersamamu, pasti akan bisa dan terasa menyenangkan."

Apa aku dititipi seorang bayi dari surga, huh?

"Tidak, aku tidak bisa membawamu."

"Oh ayolah, sekali saja. Aku yakin kau bisa."

"Tidak."

"Siena~"

"Katakan saja apa yang tadi kau bicarakan."

Untuk pertama kalinya—mungkin, Deren menurut dan berujar patuh. "Aku hanya membicarakan orang yang ingin kutemui itu."

Aku yakin, wajahku sekarang tampak seperti orang yang lugu. Menatap tak percaya pada sosok pemuda dengan pakaian kasual yang menampilkan cengirannya. "Kau bilang kau tidak mengingat orang itu ...."

"Memang."

Ctak!

Perempatan siku-siku jelas terlihat di keningku. Rasanya ingin meninggalkan Deren sendirian dan dengan begitu aku hanya merutuk mengikat kontrak dengannya.

"Aku hanya ingat jika ia seumuran denganku, seorang pria." Dengan semangat, ia kembali berjalan dan melanjutkan, "Wajahnya entahlah, kabur. Mungkin ia tampan. Ah rambutnya, hitam dan—"

"Deskripsi darimu tentangnya sama sekali tidak berguna untuk pencarian kita ...." Aku mendengus kesal.

"Hehe, aku hanya mengingat hal itu.

Entah siapa yang menghitung, sudah keberapa kalinya aku menghela napas lelah hanya karena pemuda dengan nama Daren ini. Aku kembali menapakkan kaki ke tanah, berjalan bersampingan dengannya.

"Apa otakmu benar-benar tidak bisa dipakai?" sarkasku.

Daren kembali memasang wajah memelas dan merajuk. "Siena kejamnya ... perkataanmu selalu menyakiti hati kecilku. Huhuhu ...."

"Berhentilah membuat drama. Kau membuatku takut."

"Ahahaha, bagaimana bisa hantu sepertimu takut pada manusia sepertiku?"

". . . mungkin karena kau manusia aneh?"

"Akh! Hati kecilku hancur lagi."

Aku hanya menatap datar wajah tanpa dosa itu dan kembali fokus ke jalanan. Daren terlihat santai, memilih jalan tanpa ragu dan bersenandung kecil.

"Kadang-kadang ...."

Aku menoleh, menunggu pemuda itu melanjutkan ucapannya. Yang kulihat hanyalah Deren yang menggeleng pelan dan berujar riang, "Tidak. Hanya merasa ini pertama kalinya aku berjalan dengan seorang gadis."

". . . mengenaskan."

"Kejam!" Deren kembali menangis. "Aku tidak pernah berjalan dengan seorang gadis karena aku selalu malu jika berurusan dengan mereka. Yah ... gadis di kelasku menyeramkan juga sih ...."

"Lalu?"

"Hmn? Lalu ... yah ini pertama kalinya dan aku merasa cukup senang. Walau kau hantu."

Aku tahu itu fakta, tapi entah mengapa rasanya seperti diejek. "Kau terlihat seperti pedofil."

"Heh ... bagaimana bisa?"

"Senang berjalan dengan gadis berumur 14 tahun."

"Aku tidak! Lagi pula umurku masih 17 tahun, tidak jauh!" Ia terus merengek dan tentu saja, aku mengacuhkannya dan berjalan lebih dahulu.

"Oi- Siena ... jangan mengacuhkan—"

"Kau benar-benar bodoh."

"Heh?"

Aku berbalik, menatapnya lekat-lekat. "Bagaimana bisa kau berjalan kembali ke taman tadi? Apa kau melupakan jalan rumahmu juga?"

Deren mengernyit, mencoba memproses perkataanku. Ia menoleh ke sekitar dan mendapati jika jalan yang ia ambil sedari tadi hanyalah jalan berputar untuk kembali ke tempat awal.

"Heh? Kenapa kita kembali ke taman?"

". . . bagaimana cara memutus kontrak?"

***

1049 kata

Writer's note:

//berpikir keras
akankah genrenya banting setir ke fluffy? omo, mungkin bisa kucoba, HEHEHEHE

See you next time, muach~

Regards

ndin


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro