Jin Robek (2)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bab 2
Zeanisa_

"Sayang?" Kupanggil pria yang lagi asyik berselingkuh dengan TV itu. Lirik kanan, kiri, aman. Enggak ada Papa, jadi aku enggak perlu takut ngomongin perihal celana jin merah yang masih kurendam di baskom hitam.

"Sini, Sayang." Al menepuk pahanya sembari  nyengir kuda. Membuat mata indahku seketika melotot. Demi apa? Ah, priaku ternyata lagi pengen dijitak. Tak ada waktu untuk bermesraan, Sayang. Aku menggeleng melihat tingkah konyolnya.

"Nanti, kalo papa nanyain celana jeans merahnya, kamu diem aja, ya, Al." Sengaja aku ngomong kayak gini dulu sama Al, biar dia enggak kebablasan. Soalnya, nih, biar aku kasih tahu. Al ini orangnya polos bin jujur. Dia bakal ngomong apa adanya, enggak peduli gimana nantinya.

Dan kalau sampai hal itu terjadi, bisa-bisa ada perang dunia ketiga yang terjadi di rumah megah ini. Membayangkan saja sudah membuatku bergidik ngeri. Hih, amit-amit jabang bayi, semoga Al bisa diajak berkompromi.

"Bohong dosa, Sayang."

TAPI KALAU KAMU JUJUR BISA BAHAYA! Duh, bagaimana caranya aku menyampaikan hal ini pada dia? Iya, sih, aku tahu kalau bohong itu dosa. Apalagi kalau bohong sama orang tua. Kata papa mertua, nanti lidahnya dipotong.

"Bilang aja gitu, Al. Soalnya, aku harus cari tahu dulu, siapa yang membuang celana papa ke bak sampah dapur."

Ayolah, Al, seharusnya kamu paham apa yang ada di otakku saat ini. Jadi, aku mohon, sekali saja kamu berbohong demi keselamatan rumah ini agar tidak hancur macam kapal pecah karena Papa.

"Ngapain bohong, Sayang? Kata papa enggak boleh bohong, nanti masuk neraka. Aku gak mau masuk neraka, aku mau masuk surga aja biar punya banyak bidadari."

Demi ubur-ubur di ladang Bikini Bottom, darahku rasanya benar-benar mendidih ketika mendengar ucapan Al barusan. Tidak tahukah dia kalau aku cemburu bahkan sama bidadari yang cantiknya hanya seujung upil dari kecantikanku?

Hais! Menyebalkan!

"Aku minta kamu bohong itu demi kamu, Sayang. Juga demi keselamatan rumah ini dari amukan kalian. Kamu tahu, 'kan, kalau celana jin merah sobek-sobek itu celana kesayangan papa?" Al mengangguk cepat.  "Maka dari itu, Sayang. Kalau kamu jujur sama papa, kamu bakal kena marah. Memangnya kamu mau jadi gembel karena diusir sama mertua sultan?"

"Bener juga." Akhirnya aku bisa bernapas lega karena Al mau berbohong pada Papa ketika beliau bertanya perihal celananya.

Baiklah, Ze, tugasmu sekarang adalah membersihkan celana Papa, lalu potong kecil-kecil biar bisa dijadiin jus. Setelah Papa lupa, baru aku akan mengajak beliau untuk membeli yang baru. Ah, aku memang cerdas!

"Aku nyuci bentar, Sayang." Setelah meminta izin pada Al, aku segera beranjak menuju kamar mandi. Kemudian mulai mencuci hingga noda bekas kopi dan minyak di celana itu hilang.

"Tinggal masukin ke pengering, lalu potong kecil-kecil." Aku berujar sembari memasukkan celana ke pengering, menunggu beberapa saat setelah mengatur timer-nya, lalu membawanya ke dapur usai putaran pengering berhenti.

Namun, sayang beribu sayang. Niatku untuk melenyapkan barang bukti harus urung ketika suara papa menggelagar memenuhi ruangan. Matilah aku!

"Itu, 'kan, celana papa!" Papa melotot sembari menunjuk ke arah celana yang kupegang. Aduh! Tamat riwayatku dan Al. Kenapa papa pakai muncul tiba-tiba, sih? Apa sekarang baliau sudah berubah menjadi jelangkung yang suka muncul tanpa aba-aba satu, dua, tiga?

"A-anu, Pa. Ini ...." Duh! Gimana ngomongnya? Serius, aku enggak bohong kalau Papa bisa berubah menyeramkan macam Komodo bukan teman baikku jika celana kesayangannya diambil orang.

"AL!" Papa berteriak. Ya salam! Tamat sudah riwayat Al kalau papa memanggil suami sultanku dengan nada seperti itu.

"Apa, Pa?" Al menyahut dari depan TV, membuat Papa semakin kencang mengeluarkan suaranya memanggil Al.

"AL, SINI KAMU!"

Perang! Astaga! Bagaimana kalau Papa mengamuk dan Al balas mengamuk juga? Duh! Siapa yang harus aku selamatkan lebih dulu?

"Apa, sih, Pa?" Akhirnya Al berjalan mendekat ke arah Papa, meskipun dia terlihat malas beranjak dari tempat duduknya, tetap saja Al menghampiri Papa. Aku yakin, Al pasti ingat pesan Papa lagi yang isinya; kalau disuruh orang tua harus nurut.

"Papa yakin, pasti kamu yang nyuri celana jin papa. Iya, 'kan?" tuduh papa, membuat Al mengernyit lalu menjawab,

"Mana ada!" Aku yakin, Al pasti kesal karena dituduh begitu sama Papa mertua.

"Itu celana kenapa ada sama Ze?" Mati! Tamat sudah riwayatku. Kali ini, pasti aku yang akan kena amukan Papa. "Ze, bukannya kamu bilang kamu enggak cuci celana papa? Lalu kenapa sekarang celana papa ada di kamu?"

"Anu, Pa, Ze—"

"Itu?" Al berdecak. Aku tahu, Al pasti akan mengatakan sejujurnya. Secara, dia kan suami sultan idaman, rela mengorbankan apa pun demi istri tersayang. "Tadi Al jadiin pel-pelan buat ngelap kopi susu sama minyak bekas yang tumpah di kaleng."

Nah, kan, apa kubilang? Al pasti bakal jujur.

"APA KAMU BILANG?!"

Demi kolor hijau Sule yang dijadikan jus dan diminum oleh Makmur! Teriakan Papa benar-benar berpotensi membuat gendang telinga rusak. Serius, Papa ini walaupun usianya nyaris menginjak enam puluh tahun, beliau masih kuat berteriak. Jangankan berteriak, lari saja beliau masih bisa, ya ... walau enggak terlalu cepat, sih.

"Ya, salah sendiri. Siapa suruh celana jin dibuang ke bak sampah dapur?"

"Siapa yang berani buang celana jin papa?!"

Al menggeleng sembari menggedikkan bahu. "Mana Al tahu. Intinya, yang salah di sini bukan Al. Tapi, orang yang membuang celana Papa."

Papa bergeming untuk beberapa saat. Mungkin beliau sedang mencoba meredakan amarah, atau ... mungkin mengumpulkan kekuatan untuk menghajar Al? Baiklah, mari kita lihat.

"ZE! NGAKU SAMA PAPA!" Buset! Kaget aku! "Kamu, 'kan, yang udah buang celana papa? IYA, 'KAN?!"

"Kok jadi Ze, sih, Pa? Ze enggak tau apa-apa." Ini kenapa malah aku yang kena, sih? Ah, sumpah, ya! Aku bakal ngetekin itu orang kalau sampai ketemu.

"Karena saat ini kamu yang megang celana papa! Jadi, sudah pasti kamu pelakunya." Papa menunjuk wajahku disertai dengan mata yang melotot. Demi resep rahasia krabby patty, mata Papa seram sekali. Macam mau keluar dari tempatnya.

"Sayang! Kasih tau papa, kalau aku berusaha nyelamatin kamu."

Al mengangguk cepat, lantas ia mengusap kepalaku sesaat sebelum akhirnya berucap, "Itu celana udah jelek, Pa. Kita beli lagi aja, yah? Kita kan keluarga sultan. Celana rusak satu, beli sepuluh."

Aku bernapas lega karena suami tercinta membela. Namun, kelegaan itu hanya bertahan beberapa saat sebelum akhirnya papa kembali berteriak, "MASALAHNYA CELANA ITU MAU PAPA PAKAI BUAT KENCAN!"

Ya salam. Tamat sudah, tamat riwayat kami berdua. Eh, tapi tunggu! Kayaknya ... aku melupakan satu hal tentang Papa. Iya! Kenapa aku bisa melupakan kalau papa itu kadang pikun?

"Papa yakin kalau bukan Papa yang buang?" Aku harus menyadarkan ingatan papa.

"Jadi kamu nuduh papa?"

Hais! Kenapa bicara sama orang tua selalu serba salah, sih? Tidak dingatkan aku yang disalahkan, diingatkan, aku juga yang tetap disalahin. Macam buah Simalakama saja.

"Bukan gitu, Pa. Maksud Ze, mungkin papa enggak sengaja ngebuang celana itu. Coba Papa ingat-ingat lagi." Ah, Al memang suami idaman. Selalu membela dan enggak takut kalau papa murka.

"Sebentar." Papa bersedekap dada sembari menatap ke arah celana jin yang ada di tanganku. Tak lama kemudian, suara beliau kembali terdengar. "Astaga!" ucapnya dengan spontan memukul jidat Al. Lha, kok, Al yang dipukul, sih? Aku meringis pelan sembari mengusap jidat Al yang kena tabok sama Papa. Pasti sakit.

"Iya, Ze, Al. Papa lupa. Kemarin celana itu sengaja papa buang karena sobek di bagian bokongnya. Jadi, supaya papa enggak malu, ya sudah, papa buang saja," lanjutnya tanpa merasa bersalah.

Tolong! Siapa pun, tenggalamkan aku di lautan berlian sekarang juga!

***

End.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro