4 | First New Year

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

31 Desember 2005

"Luna, Mana. Jangan jauh-jauh!"

Mitsuya berusaha menyamakan langkah dengan kedua adiknya, gadis-gadis kecil itu berjalan antusias sambil bergandengan tangan di antara lautan manusia.

"Itu! Sepertinya di sana ada Keira-neesama!" Luna menunjuk, entah ke mana karena tubuhnya terlalu pendek.

Mana mengangguk-angguk. "Aku juga lihat!"

Kuil Shinto dipenuhi oleh orang-orang yang hendak merayakan tahun baru, lalu-lalang para pengunjung yang datang berdoa sekaligus menanti waktu pergantian akhir tahun. Puluhan pedagang memasang stan mereka di sepanjang jalan, beberapa orang berkumpul untuk memainkan permainan atau menyantap jajanan.

Di depan kedai takoyaki, Keira berdiri. Gadis itu mengenakan yukata biru gelap dengan obi kuning, rambutnya dijalin rumit menggunakan kazashi bunga merah. Wajahnya ketus--seperti biasa--tangan kanan menggenggam kipas bundar sewarna pakaiannya. Sebelum Mitsuya sempat mendekat, gadis itu pindah ke kedai di sebelahnya yakni kedai permainan shateki. Ia tidak sendirian, ada empat laki-laki bersamanya dan berusaha mengajak gadis itu bicara. Namun, agaknya anggota tim basket perempuan itu kurang nyaman.

"Keira-chan, mau coba main ini?" Seorang laki-laki bercat rambut merah menyodorkan pistol mainan. "Aku cukup ahli main ini, loh." Dia menyikut bahu Keira, kemudian membidik boneka target. Teman-teman prianya menyoraki, turut serta mengajukan kebolehan sambil cari-cari kesempatan menawarkan; "Mau kuajari?"

"Hanazawa-san, kau baik-baik saja?"

Suara yang amat familiar di telinga, saat itu juga memunculkan senyum di wajah Keira bahkan sebelum ia menoleh. Gadis itu berbalik, mendapati Mitsuya dan kedua adiknya. "Luna, Mana!"

Luna, bocah perempuan usia lima tahun dengan model rambut twintail dan adiknya, Mana yang helainya dicepol dua. Sama-sama digendong Mitsuya. Luna di punggung, Mana di dada.

"Apa orang-orang nakal ini mengganggumu?" tanya Luna, lengannya memeluk leher sang abang.

"Orang nakal, orang nakal." Mana menirukan kakaknya.

Laki-laki rambut merah tertawa sumbang mendengar komentar itu, ia menunjuk Keira. "Keira-chan temanku di agensi. Aku mengajak--"

"Sebenarnya, aku datang karena sudah ada janji," potong Keira. Wajahnya bersemu senang. "Maaf, Matsuri-san, aku sudah bilang, bukan? Kalau aku ada janji."

Matsuri--laki-laki merah itu--menggaruk tengkuknya kikuk. "Kita bisa pergi sama-sama, kan?" Dia berusaha. "Kau, anak-anak ini," matanya menuding ke arah Mitsuya dan adik-adiknya, "dan, kami." Ia menunjuk empat orang teman lelakinya di balik punggung menggunakan jempol.

Anak-anak ini?

Mitsuya membeo dalam hati. Ia melirik sang gadis, keputusan akhir ada padanya. Jika Keira bersedia, siapa dia untuk mencegah? Lagipula, pertemuan mereka hari ini benar-benar di luar dugaan dan walau Mitsuya sempat berencana mengajak Keira jalan bersamanya, gadis itu ternyata sudah punya janji.

Keira tertawa sumbang. "Kurasa aku lebih ingin jalan dengan anak-anak ini, Matsuri-san." Ia tersenyum dan berjalan mendekati Mitsuya.

"Keira-chan!"

"Why so persistent?" Mitsuya maju selangkah, menghalangi Matsuri untuk menangkap tangan Keira.

Mungkin karena kedudukannya sebagai Kapten Divisi Touman, pembawaan aura Mitsuya terasa luar biasa berat dan menegangkan. Ia menatap Matsuri intens dan dingin, membuat laki-laki itu menurunkan tangannya dan berbalik.

"Kalau begitu, sampai jumpa di kantor." Matsuri melambaikan tangan, teman-temannya merangkul laki-laki itu dan mengusap-usap punggungnya.

"Maaf sudah melibatkanmu, Mitsuya-san." Keira meraih Luna dari punggung kakaknya dan menggedong gadis manis itu.

"Dia membuatmu tidak nyaman?"

"Dia baik, cuma suka memaksa." Keira menggedikkan bahu.

"Teman janjianmu sudah datang?"

"Ah, tidak." Keira menggaruk kepala. "Itu bohong, dia berniat menemaniku jalan-jalan bersama teman-temannya dan kukatakan bahwa aku sudah punya janji agar dia pergi. Matsuri-san gigih menemani sampai janjianku itu datang. Lalu kalian datang! Aku terselamatkan."

Mitsuya mengangguk-angguk maklum. "Syukurlah," desisnya.

"Keira-neesama, ayo kita main bersama." Mana menatap Keira dari bahu kakaknya, anak itu menjulurkan tangan minta digandeng.

Luna memeluk leher Keira dari belakang, wajahnya menggelitik pipi gadis itu. "Kita main Kingyo-sukui," imbuhnya.

Sambil meraih tangan Mana, Keira menjawab, "Kau keberatan jika aku bergabung dengan kalian, Mitsuya-san?"

"Sama sekali tidak." Remaja itu menjawab cepat. "Lagipula, aku memang harus membayarmu soal kejadian waktu Natal itu." Ia melirik Keira yang kini berjalan di sebelahnya.

"Aku bahkan sudah tidak ingat," kilah Keira. Atas semua yang Mitsuya lakukan untuknya, bantuan kecil pada hari itu sama sekali bukan apa-apa. "Itu tidak ada apa-apanya."

"Omong-omong, kenapa pakai syal buatanku?" Rasanya Keira ingin menangis melihat benda asal-asalan itu melingkari leher Mitsuya, tepat di atas kerah yukata-nya yang berwarna cokelat kayu. Bukan terharu, tetapi malu karena itu bukan benda terbaik yang bisa dibuatnya. Ditambah lagi, syal untuk Mitsuya adalah percobaan pertama dan sengaja dikirimkan sebagai hadiah Natal karena Keira iseng ingin menunjukkan bahwa dia bisa. Setelah hampir menyerah berkali-kali.

"Kenapa? Ini hasil kerja keras." Mitsuya tertawa sambil memegangi syalnya. Ia mengelus permukaan kain yang tidak mulus. "Mengingatkanku dengan boneka yang kubuat untuk Luna dan Mana. Benda itu tidak ada bagus-bagusnya. Jahitannya amatir dan berantakan di sana-sini." Sepasang mata lavender Mitsuya mengawang-awang, mengingat boneka beruang bermata kancing di rumah. "Tapi, Boneka itu membuat kedua adikku senang, memberitahu sudah sejauh apa perkembanganku, dan merupakan alasan aku tertarik jahit-menjahit." Pandangannya lurus ke depan, menyiratkan rasa haru sekaligus bangga.

Mitsuya menggenggam syal buatan Keira. "Kalau kau buat syal lagi, kemudian membandingkannya dengan yang satu ini. Kau pasti akan mengerti." Dia tertawa. "Jadi akan kusimpan, toh, ini hangat."

Keira tersenyum kikuk. Hatinya juga terasa hangat.

Luna dan Mana sama-sama minta diturunkan setelah Mitsuya bilang, mereka boleh main asal jalan sendiri dan tidak berlari-lari. Kedua anak gadis itu mendekati stan Kingyo-sukui terdekat. Itu adalah permainan menangkap ikan mas kecil dengan jaring terbuat dari kertas tipis.

Dalam beberapa kali percobaan, mereka akhirnya berhasil mendapat sama-sama satu ikan berkat Mitsuya. Permainan berikutnya adalah wanage, di mana pemain harus melemparkan ring kayu ke dalam papan nomor untuk mendapatkan hadiah. Luna dan Mana mendapat masing-masing satu gantungan kunci boneka berkat Keira. Keempatnya menuju stan permainan yoyo-tsuri, kemudian shuteki, dan sejumlah permainan lain yang agak-agak mirip dengan permainan sebelumnya. Beberapa permainan menghasilkan hadiah, lainnya zonk. Setelah capek bermain, Keira membelikan masing-masing es serut dan permen kapas.

"Ada yang mau kau tanyakan, Mitsuya-san?" Keira melirik laki-laki setinggi keningnya itu. Ia menyendok sesuap es ke dalam mulut. "Kau memperhatikanku setiap tiga menit."

Mitsuya sedikit terlonjak. "Maaf jika itu membuatmu tak nyaman." Ia tidak sangka Keira memperhatikan.

"Bukan begitu." Keira tertawa singkat, matanya tak lepas memperhatikan dua bocah yang sedang memakan permen kapas, tiga langkah di depannya. "Maksudku, kalau ada yang mau kau katakan, katakan saja." Ia melirik Mitsuya, memberi tatapan meyakinkan.

Laki-laki itu tidak langsung menjawab. Ia memang menyimpan satu pertanyaan yang sudah sejak lama mengganjal di kepala sampai-sampai membuatnya tidak bisa tidur. Setiap kali Mitsuya mencoba bicara, kalimatnya hanya berakhir di tenggorokan dan tidak pernah keluar hingga kini. Ia ingin bertanya melalui pesan atau telepon, tetapi dirasa kurang tepat dan tidak sopan. Pendiri Touman itu berdeham lalu mengalihkan pandangan ke gadis di sebelahnya. Mereka sama-sama melambatkan langkah dan bertukar pandangan.

"Aku sedang mengerjakan sebuah projek untuk klub Ekonomi Rumah Tangga," Mitsuya memulai, "kami akan membuat pakaian bertema musim semi, dalam rangka Nyuugakushiki."

Keira mengangguk, menandai Mitsuya bahwa dia menyimak di tengah kebisingan orang-orang sekitar.

Lelaki itu menatapnya. Sorot mata mantap penuh keyakinan.

"Kalau kau tidak sibuk, apa mau jadi modelku?"

Jam sekolah sudah berakhir sejam yang lalu, Keira kini tengah memijakkan langkah di gedung sekolah Mitsuya bersama Chifuyu dan Hayashi 'Pehyan' Ryohei, untuk memenuhi janji pada malam tahun baru itu.

"Apa tidak ada yang marah, kalau kau mengantarku?" Keira bertanya begitu saat mereka hendak berangkat tadi.

Chifuyu menatapnya heran. "Siapa yang marah?"

"Penggemarmu?" Keira menggedikkan bahu. "Pacarmu?"

Wakil Kapten Divisi Satu di depannya menatap Keira dengan ekspresi sulit dimengerti, perpaduan antara sedih dan sebal. Ujungnya, laki-laki itu hanya mengembuskan napas lelah sembari menyalakan motor milik mendiang Baji Keisuke.

"Kenapa?"

"Aku ingin punya pacar," ucap Chifuyu sambil menyodorkan helm pada teman sekelasnya. "Bosan juga, kalau melihat Takemichi bermesraan dengan Hina-chan terus."

"Semoga beruntung tahun ini."

Pehyan berhenti di sebuah ruangan dengan papan 'Ruang Ekonomi Rumah Tangga' mereka berdiri di sana, hampir tidak melakukan apa-apa selama sepuluh detik penuh.

"Apa yang kita tunggu?" Chifuyu bertanya.

Laki-laki di sebelahnya membuang napas gusar. "Aku tidak ingin bertemu dengannya."

"Dengannya?" Alis Keira terangkat, tepat saat itu pintu geser di depan mereka terbuka dengan suara kencang. Seorang gadis berkepang dua muncul, rautnya tidak bersahabat.

"Hayashi-kun!"

Pehyan terlonjak, kedua tamu Mitsuya sampai bisa melihatnya mundur selangkah mendengar panggilan gadis tersebut. Meskipun wajah Pehyan garang dan bicaranya kasar, dia bisa merasa gugup juga di depan gadis.

"Ketua bilang kau mengantarkan tamu untuknya."

Pehyan gelagapan. "Iy-iya. Ini mereka, sudah sampai. Aku memang diminta menjemput mereka di depan."

Mata hitam gadis itu menoleh ke arah dua orang di sebelah Pehyan, seketika wajahnya melembut dan senyum kecil terpatri di sana. "Silakan masuk. Kalian sudah ditunggu." Bahkan suaranya jadi enak didengar.

Keira dan Chifuyu tersenyum kikuk, mereka bertukar pandangan dan berjalan perlahan memasuki pintu. Di dalam ruangan klub, belasan meja dengan alat jahit disusun rapi. Di depan ruangan, ada sebuah papan yang ditulis dengan kapur warna-warni; TUGAS HARI INI: MEMPERSIAPKAN PERSEMBAHAN NYUUGAKUSHIKI.

Tiga bulan lagi, akan ada perayaan penerimaan siswa baru. Semua klub biasanya mengadakan demo untuk memperkenalkan eksistensi mereka dan menjaring anggota.

Ruangan ini sebesar kelas, di belakang barisan terakhir meja-meja jahit berdiri beberapa manekin setengah badan. Jumlahnya sekitar sepuluh atau lima belas buah. Ada yang tanpa busana, tetapi kebanyakan sudah ditutupi oleh kain. Baik setengah jadi, maupun berupa pakaian utuh. Ruangan klub yang dipenuhi bunyi taktaktak ala mesin jahit itu berubah sunyi ketika tiga orang dari luar masuk dan gadis yang merupakan anggota mengumumkan.

"Ketua, tamumu sudah datang!"

Mitsuya—ketua klub Ekonomi Rumah Tangga—menoleh. Ia tengah berdiri di depan salah satu manekin setengah jadi. Tangan kanannya menggunakan gelang bantalan jarum pentul, ia mengalungkan meteran, sementara di mulutnya ada sebatang pensil. Laki-laki dengan anting di telinga kiri itu berhenti mengatur kain pada manekin. Mitsuya menurunkan pensil dan berjalan mendekat.

"Semuanya, perkenalkan. Ini Chifuyu Matsuno dan teman yang kuceritakan, Hanazawa Keira. Dia bekerja di agensi BRIGHT!"

Keira sedikit membungkuk. "Mohon bantuannya." Ia mengedarkan pandangan, seluruh anggota klub adalah gadis-gadis berseragam merah.

Suasana menjadi sedikit riuh.

Ketua klub bertepuk tangan sekali. "Baiklah. Jangan terlalu berisik dan lanjutkan pekerjaan kalian." Para anggota kompak mengiyakan. "Ayo, lewat sini." Mitsuya memberi isyarat agar Keira mengikuti.

Keduanya berjalan menuju belakang ruangan, tempat sebuah lemari kaca berisi kain-kain aneka jenis berdiri. Mitsuya dan Keira mendekati salah satu manekin di paling tengah, satu setel pakaian tergantung cantik di sana.

Sebuah baju crop top berwarna putih, lengannya dimodel dengan gaya cape ditambah aksen bunga-bunga kecil di ujungnya. Sebagai bawahan, ada rok dua lapis. Lapis pertama berwarna hitam dan lapis kedua berwarna putih, rok hitamnya lebih pendek dibandingkan yang putih. Ujung dari kedua rok ini bergelombang dan menjuntai sampai ke bawah lutut. Ada tambahan tiga kancing di bagian pinggang rok yang terbuat dari karet. Pakaian tersebut berkesan feminim, modelnya kasual dan sederhana tanpa menghilangkan sisi elegannya yang manis.

"Bagaimana menurutmu?" Suara Mitsuya menembus kekaguman dalam benak Keira.

Gadis itu masih menyentuh bagian lengan baju tersebut. "Buatanmu? Cantik sekali!" Keira tersenyum, ia kembali memperhatikan baju di depannya. "Akan bagus kalau ditambahkan sling bag warna putih atau dompet tangan hitam. Untuk sepatunya, bisa pakai sepatu warna putih."

Keira mengelilingi manekin sekali. "Aku paling suka bagian ini." Telunjuk Keira bergerak di bagian kerah baju tersebut. "Kerahnya rendah, kan? Kira-kira pas bajunya dipakai akan menunjukkan tulang selangka."

"Bosku pernah bilang begini, 'baju dengan kerah rendah biasanya berkata, aku sedang menggodamu'."

Seluruh ruangan menjadi sunyi. Keira sampai gugup, sementara Mitsuya berusaha menahan tawanya.

"Tapi, menurutku ... itu bagian atraktifnya." Keira melanjutkan setelah terdiam cukup lama, ia menjilat bibir, tangannya pindah ke balik punggung. "Biasanya wanita mengaplikasikan parfum di bagian leher. Kalau kerahnya rendah, aroma manis itu bisa langsung tercium oleh orang di dekatnya. Kurasa, mengenakan baju ini akan menjadikan bagian leher sebagai charm point jadi sebaiknya jangan menggunakan kalung."

Mitsuya bersedekap. "Ada komentar lain?" Sorot dan senyumnya menantang.

"Apa baju itu untuk model laki-laki?" Keira menunjuk manekin setengah jadi di sebelah manekin pertama.

"Benar. Aku berencana membuat tiga atau empat setel pakaian."

"Mau dijual?"

Mitsuya mengangguk. "Semua kerajinan tangan di sini akan dipamerkan dan dijual, tapi itu bukan tujuan utamanya."

"Tidak masalah." Keira mendekati manekin setengah jadi, sebenarnya daripada setengah. Boneka separuh badan itu belum ada apa-apanya selain potongan kain di sana-sini. "Mungkin kau bisa buat koleksi pakaian yang tidak terlalu mirip satu sama lain, tanpa menghilangkan ciri khas dari desainmu. Jadi orang-orang tidak berpikir, kalah ini pakaian pasangan."

"Ada masalah dengan itu?"

"Di majalah-majalah, kau bisa melihat model laki-laki dan perempuan yang berfoto bersama. Namun, kebanyakan modelnya tidak menggunakan pakaian mirip, meskipun tema dari photoshoot adalah pasangan. Itu untuk menghindari orang-orang berprasangka bajunya harus dibeli bersamaan, konsumen juga cenderung mencegah membeli barang yang 'mirip.' Kecuali, baju ini memang dikhususkan untuk ... pembeli yang sudah mendapatkan pasangan, cuma pakaian seperti itu lebih cocok dijual saat Valentine ... menurutku."

Mitsuya mengeluarkan buku saku dan mencatat semua perkataan Keira, selagi gadis itu memberi masukan-masukan pada anggota yang lain.

"Kurasa, dompetnya bisa diberi kantong kecil di dalam. Untuk meletakkan kartu atau ponsel, bisa juga lebih kecil lagi untuk meletakkan uang koin atau obat-obatan." Keira berbicara pada salah satu anggota yang tengah mengerjakan dompet tangan bundar.

"Keira." Mitsuya menusuk lengan gadis itu dengan pensil. "Apa kau ada ide untuk model pakaian prianya?" tanya laki-laki itu saat Keira menoleh.

Keira mengerjap, ia mengedarkan pandangan dan berhenti pada sosok Pehyan dan Chifuyu yang sedang berbincang.

"Pehyan-san, suka pakai kemeja, ya."

Mitsuya ikut menatap mereka. "Kurasa begitu."

"Chifuyu cocok pakai sweater."

"Jadi?"

Keira memejamkan mata sebentar. Kemudian menatap pakaian Mitsuya beberapa saat sambil bergumam.

"Kurasa, aku ada beberapa ide. Pertama, kemeja putih dengan rompi warna hijau dan celana jeans, kurasa bagus. Kedua, kaus warna beige dengan jaket biru gelap, bawahannya celana panjang dengan warna yang lebih gelap dari atasannya. Ketiga, ini simpel, kaus longgar abu-abu dengan celana putih atau jeans. Tambahan aksesorisnya kacamata hitam."

Suara pensil di atas kertas menjadi pengisi jeda di antara Keira dan Mitsuya, sebelum ketua klub itu sempat bicara lagi seseorang menyerobot dari belakang Keira.

"Ketua, maaf, kalau kau mengajaknya bicara terus. Kapan bajunya dipakai? Kita tidak bisa menahan dia di sini selamanya, kan? Lagipula, bukan ketua saja yang mau minta saran." Gadis berkepang dua yang tadi menyambut Keira, Chifuyu, dan Pehyan.

Seolah menyadari sesuatu, laki-laki berambut lilac itu mengerjap. Ia tersenyum lebar. "Benar juga." Mitsuya bertepuk tangan sekali, menyedot perhatian seluruh ruangan. "Bagi yang sudah selesai mengerjakan tugas, silakan bantu Hanazawa-san mencoba pakaiannya."

Beberapa gadis berdiri dari meja mesin jahit mereka dan bergegas mendekati Keira. Mereka mengajak gadis itu bicara sambil melepaskan pakaian buatan Mitsuya dari manekin.

"Keira-san, apa kau keberatan menggunakan tas buatanku? Tadi kau bilang, pakaian ini akan cocok bersama tas, bukan?"

"Sudah kerja di agensi berapa lama? Kau kelihatan profesional!"

"Hei, hei! Aku bawa kotak make up, boleh kudandani sedikit, ya?"

"Aku boleh minta saran dan pendapatmu juga?"

Sambil menjawab hujan pertanyaan itu, Keira berjalan keluar bersama gadis-gadis klub menuju ruang ganti. Mitsuya mengamati model berambut cokelat itu sampai tak terlihat, kemudian menghampiri meja kerjanya dan mulai membuat beberapa sketsa.

"Mitsuya, apa kau memang sengaja mendatangkannya karena mau minta saran?" Pehyan mendekati meja jahit laki-laki tersebut.

"Awalnya aku hanya butuh model untuk pakaianku. Aku memerlukan beberapa potret untuk katalog dan mempromosikan barang-barang ini. Karena Keira bekerja di agensi modeling, tidak ada yang lebih cocok daripada dia. Dia memberi tanggapan dan inspirasi, lebih dari dugaanku."

"Wah, apa kau baru saja memanggilnya dengan nama depan? Apa kau selalu begitu, saat dia tidak ada?" Chifuyu berkomentar, tangannya meletakkan selembar kertas sketsa baju milik Mitsuya.

Laki-laki di balik meja mengerjap, seolah menyadari sesuatu. Wajahnya bersemu tipis.

"Ketua!" Yasuda kembali, pintu ruangan klub dibuka lebar-lebar. Wajah gadis itu berseri-seri. Ia merentangkan tangan ke samping, mempersilakan Keira masuk.

Ketika gadis itu muncul di ambang pintu dan berjalan masuk, Mitsuya sampai harus mengingatkan dirinya untuk bernapas. Ia kehilangan kata-kata dan lututnya terasa lemas, sampai harus memegangi pinggir meja untuk berdiri.

Karena memang sudah berniat menjadikan Keira sebagai model, Mitsuya mengambil ukuran tubuh gadis itu ketika Keira berkata 'ya' di malam tahun baru. Kini melihat baju yang didedikasikannya untuk gadis itu, melekat sempurna di tubuhnya, membuat jantung Mitsuya seakan melompat keluar. Mitsuya Takashi gelisah, khawatir debarannya akan didengar semua orang. Ia bahkan tidak bisa memutuskan, apakah pakaiannya memang secantik itu atau Keira menjadikannya makin cantik? Apakah pakaian itu membuat Keira terlihat berkali-kali lipat lebih menarik? Apa pun itu, intinya, Mitsuya merasa bahagia sampai sesak melihat baju itu menutupi tubuh Keira dengan pas.

"Bagus, kan?" Keira berkata, ia tertawa kecil. Seperti perkataanya tadi, gadis itu mengenakan sling bag hitam sebagai pelengkap.

"Iya, bagus."

"Baju ini pas sekali. Kau membuatnya dengan baik, Mitsuya-san."

"Iya, pas." Ia sampai kesulitan mencari kata-kata lain dan hanya mengulangi perkataan gadis itu.

Mitsuya sudah melihat ibu dan adiknya menggunakan pakaian buatannya, ada sensasi tersendiri, debaran tersendiri, perasaan bahagia, dan memuaskan tersendiri. Namun, perasaan tersetrum dan menggelitik di perut ini hanya dia rasakan saat melihat Keira dalam balutan kain yang dia rancang siang-malam. She's breathaking, absolutely stunning.

Kapten Divisi itu tidak mendekati Keira dan hanya terpaku di tempatnya berdiri sejak tadi, khawatir jika mendekat ia makin tidak bisa bernapas karena debaran jantungnya kian liar. Mata Mitsuya bergerak otomatis menilai kembali gadis itu dari atas ke bawah. Seperti tersihir, pandangannya justru terperangkap mengamati tulang selangka gadis itu. Bagian kerah yang agak rendah dan terbuka menuju bahu, dihiasi helaian rambut cokelatnya yang jatuh sedikit berantakan di sana dan bergerak-gerak selagi Keira berbicara. Mitsuya bertanya-tanya, kira-kira parfum aroma apa yang digunakan Keira di lehernya?

Napas. Napas. Jangan lupa napasss.

Saat Keira dikelilingi anggota klub yang lain dan dibawa menuju meja-meja kerja mereka, barulah Mitsuya kembali duduk. Ia terpejam sembari membuang napas panjang.

"Astaga, Mitsuya. Kurasa kau jatuh cinta," komentar Pehyan. "Kau tidak berkata-kata saat melihatnya! Persis Pah-chin saat melihat cinta pertamanya."

Mitsuya tidak menjawab, tidak mengelak. Ia masih terpejam, berusaha menjernihkan pikiran. Chifuyu tertawa di sebelahnya.

"Mitsuya-kun, kau masih harus mengambil fotonya, lho. Ingat sama tujuan awal! Tujuan awal!" Laki-laki berambut kuning itu tertawa geli dengan nada menggoda. "Semoga beruntung."

Omake;

M: Pakaian ini untukmu saja, Hanazawa-san.
K: Hah? (╬⁽⁽ ⁰ ⁾⁾ Д ⁽⁽ ⁰ ⁾⁾) Kok gitu? Bukannya mau dijual?
M: Actually, it looks good on you. So I want you to keep it. (✿^‿^) Terima kasih karena sudah mau datang hari ini. Kau benar-benar membantu.
K: Tunggu, ini bayaran yang berlebihan. I can't— ಥ‿ಥ

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro