File 2.1.8 - Causality of Their Quarrels

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

*****DETECTIVE WATSON SEASON 3*****

Grim Skyther. Mantan Aiden sekaligus anggota pertama klub detektif yang pernah membantu (lebih tepatnya menyusahkan karena dia yang membawa file pembunuhan Mupsi ke Madoka) Watson di kasus Anlow Eldwers, kakak Aiden.

Setahun ini mereka menetap di Kota Tabitabi. Lantas, ada gerangan apa Grim ke Moufrobi? Jika ada dia, berarti ada Erika Lanneiola juga. Mereka berdua kan partner in the crime.

"Lama tidak berjumpa, Watson," sapa Grim melambaikan tangan. Tersenyum ramah. "Maaf aku tidak bisa menjengukmu di kala kamu koma—aku sudah dengar beritanya. Yang terpenting kamu sudah sehat dan baik-baik saja."

Sherlock Pemurung itu beralih bangkit ingin membalas sapaan Grim, namun si Nona Muda Aiden cekatan menarik tangan Watson. Duk! Alhasil, dagunya membentur permukaan meja.

Sakit, Aiden! Apa yang kamu lakukan?! batin Watson menatapnya kesal, mengusap dagu.

Sorryyy!! Jangan berdiri dulu, Dan! Jadi ceritanya mereka lagi bicara lewat pandangan.

"Anu, apa kamu baik-baik saja, Watson?"

Watson mengembuskan napas panjang, terpaksa bersabar. Sepertinya Aiden canggung tatap muka dengan Grim makanya ngumpet. Dia menggaruk kepala, sigap memasang mimik datar. "Aku kesandung kakiku sendiri barusan. Senang juga bertemu lagi denganmu, Skyther. Apa yang membuatmu datang ke Moufrobi?"

Ada tiga dugaan di otak Watson. Satu, Grim datang untuk kasus. Dua, dia mendengar berita tentang Festival Budaya (tapi opsi ini tidak mungkin karena belum official, skedulnya bahkan belum ditentukan). Tiga, sekadar ingin bertemu Aiden atau teman-teman di klub. Kan selain Aiden, Grim dan Erika juga berteman dengan Hellen serta Jeremy. Mau reunian.

"Oh, benar! Apa Aiden ada di sini? Aku yakin melihatnya masuk ke perpustakaan tadi." Ditanya A malah dijawab G. Menyebalkan. Apa dia mau mengalihkan topik pembicaraan?

"Tak tahu dan tak mau tahu," jawabnya malas.

Grim tersenyum kecut. "Tipikalmu sekali, Watson. Sepertinya aku salah lihat orang tadi."

"Kenapa kamu mencari Aiden? Kangen, huh?"

Wajah Grim memerah. "B-bukan begitu. Aku bertemu Saho. Dia bilang ada masalah yang terjadi di Madoka setelah lulusnya Kak Apol."

Orang ini kenal Saho Shepherd?

Tidak, tunggu! Bukan itu poinnya. Watson menatap Aiden yang berdoa agar Grim segera pergi dari sana. Mungkinkah alasan Grim datang ke Madoka untuk meminta keterangan soal kasus Raia dan Sasinmu kepada Aiden?

Ini gawat. Begitu-begitu mereka tetap mantan kekasih dulunya. Apalagi di terakhir kali hubungan antar keduanya membaik. Aiden bisa saja mengungkap semua informasi yang mereka dapat ke Grim dan Erika. Tidak boleh jadi nih.

"Makanya aku ingin bertemu Aiden untuk—"

"Sky, aku takkan membiarkanmu merebutnya (kasus). Dia (kasus) itu milikku," sela Watson.

"Hee?" Grim mengerjap kikuk. Aiden yang bersembunyi di kolong meja, cegukan.

Akhirnya Watson melangkah ke tempat Grim karena Aiden tiba-tiba bergeming, menatap dingin. "Dia (kasus) itu diserahkan kepadaku. Maka aku pula yang harus menyelesaikannya. Aku takkan menyuruhmu percaya padaku atau tidak, tapi aku akan memberikan masa depan (kebenaran) yang menjanjikan. Karena aku adalah detektifnya (detektif buat kasus Raia)."

Masa depan... Hah?! Mama Aiden memberinya izin?! Sebenarnya sudah sejauh mana hubungan mereka berdua?! Grim semakin salah paham.

"Jadi kuharap kamu tak mengganggu hubungan (koneksi Watson dan kasus Raia) kami. Jika kamu paham, aku pergi dulu. Sudah bel."

Selepas kepergian Watson, Grim hanya bisa melongo. "Apa barusan dia mengancamku? Dia sesuka itu pada Aiden? I don't believe this!"

Aiden memegang pipinya yang memanas.

"D-Dan suka padaku? Ini sulit dipercaya...!"

-

Kriing! Bel pulang berbunyi. Semua murid bergegas memasukkan perkakas alat tulis ke meja, bersiap-siap untuk pulang. Tentu tidak berlaku bagi anggota klub detektif. Mereka akan berdiskusi di ruang klub, melanjutkan penyelidikan kasus Raia yang terpotong mulu.

"Kalian jangan pulang dulu," tegur Anjalni, membuat satu kelas mendesah lelah. "Jangan mengeluh. Ada pengumuman dari kepsek."

"Cih, padahal pas sama Pak Chalawan tak ada yang kayak beginian," bisik siswi di depan meja Watson. "Kapan lah beliau kembali."

Semoga tidak dalam tahun ini. Tangan Watson tanpa sadar terkepal. Dia belum siap bertemu King. Penyebab dari... kematian sahabatnya.

Dan? Aiden berhenti ngeblushing tak jelas, memandangi Watson yang emosional nama Chalawan disebut. Ah, pasti Sherlock Pemuram itu membenci King. Violet mati karena King...

Watson berdiri dari kursi. "Kalian bertiga," dia menatap Aiden, Hellen, dan Jeremy. "Ayo ke klub. Kita harus mencari Raia sampai ketemu."

"Mengerti!" seru mereka kompak.

*

Dibilangin jangan ikut campur, tetap saja degil! Wajah Watson jadi masam melihat Grim dan Erika berada di ruang klub dengan Erika yang lagi melambaikan tangan ke arah Hellen. Kalau begini ceritanya, bagaimana cara Watson fokus? Cowok itu mengacak kasar poninya.

"Kalian sedang ada kasus, kan? Kami mau ikut dong! Boleh?" seru Erika, tak sensitif dengan raut Watson yang tidak senang... Atau dia memang sadar dan sengaja berkata demikian.

"Boleh, kok, boleh." Hellen mengangguk.

Hellen! Kenapa dia langsung mengiyakan sih? Apa dia tidak menotis Watson sudah merajuk? Aiden mengusap wajah, tak bisa juga mengusir. Mereka sudah jauh-jauh datang ke Moufrobi.

Jeremy satu pemikiran, gemas pada Hellen. Tapi yah, apalah daya. Sudah terlanjur terjadi.

Aku nyimak deh, pikir Watson berdiri di sudut kayak anak ayam begitu diskusi dimulai.

"Raia yang merupakan murid teladan sudah melakukan pergaulan bebas dengan Hasby membuatnya jadi murid nakal. Meski dia sering absen, Raia masih mempertahankan nilainya. Tapi perilaku serampangan Raia telah memicu emosi ibunya yang menderita Hiperparanoid."

"Eh? Bukannya waktu itu kamu bilang PPD?"

Itu karena Hellen tidak mau Jeremy salah tangkap lagi sama pengertiannya. Dia tidak mau malu-maluin presentasi di depan Erika.

"Ibu Raia wanita berwatak keras, memaksa anaknya tekun belajar, menjauhi lingkar pertemanan supaya hanya fokus menuntut ilmu demi tujuan: diterima di Kampus Fantasiana. Menurutku sih beliau terlalu memaksakan kehendaknya pada Raia. Anak itu terkekang."

Grim mengelus dagu. "Apa mungkin beliau bersikap begitu karena ada dugaan mengidap Sindrom Peter Pan? Dia bergantung pada Raia, menganggap putrinya satu-satunya harapan. Makanya dia marah sekali pada Hasby Sasinmu karena memberi dampak negatif pada Raia."

Bisa jadi. Aiden dan Jeremy mengangguk.

"Bagaimana menurut Ketua Watson?" cetus Erika. Mereka menoleh ke pemilik nama yang malah asyik membaca visi-misi Dewan Siswa.

"Lanjutkan saja. Abaikan aku," dengusnya, mencatat apa saja yang dirasa penting. 

"Baiklah. Berikutnya Hasby. Dia anak tunggal, sama seperti Raia. Ayahnya sudah meninggal dan tinggal bersama ibunya yang seorang pekerja kantoran. Aku sudah memeriksa CCTV yang ada di sekitar apartemen mereka dan ada yang aneh. Rekaman memperlihatkan bahwa hubungan Hasby dan ibunya sangat akrab. Beliau tak memiliki tanda-tanda overprotektif, membiarkan Hasby bebas main ke mana saja."

Bagaimana mungkin? Di log panggilan ponsel Hasby, sejelas itu mereka melihat puluhan panggilan tak terjawab dari ibunya. Bukankah itu sudah cukup sebagai bukti beliau protektif?

"Sepertinya ada penyebab mengapa prilaku Ibu Hasby berubah sedrastis itu," gumam Grim. Selalu ada sebab-akibat dari berubahnya sikap seseorang, termasuk Ibu Hasby. Tetapi apa?

"Sejak kapan beliau seperti itu?" tanya Erika.

"Sebentar." Hellen sibuk meretas data yang ada di ponsel Hasby, mengecek tanggal SMS yang terasa ganjil (panjang lebar dari yang biasanya. "Kurasa mulai di 18 februari 2023."

"Eh? Itu kan dua hari sebelum pembukaan pendaftaran ketua konsil. Apa ini kebetulan?"

Klaps! Mereka tersentak kaget mendengar bunyi buku ditutup itu, menoleh ke Watson yang beranjak bangun. Kenapa lagi si tsun itu?

"Bukan kebetulan," katanya pendek. "Memang terjadi sesuatu pada hari itu yang mengubah kepribadian Ibu Sasinmu. Stern, aku ingin kamu menggali informasi Rainaly. Kalian berdua, Erika dan Skyther, pergilah ke rumah Ibu Raia dan curi... Maksudku pinjam paspor Raia. Hafal nomor paspornya. Beliau belum tahu wajah kalian, jadi penjagaannya akan berkurang. Ada yang perlu kupastikan dari benda itu. Lalu Aiden, tugasmu adalah memeriksa di mana Ibu Sasinmu berada pada tanggal 18 februari. Dan Bari, cari tempat paling jauh di Moufrobi."

Setelah asal perintah, Watson keluar dari klub, tak peduli pada ekspresi teman-temannya.

"Jadi selain tsundere dan apatis, dia juga punya sifat bossy?" Erika mengernyit jengkel.

Grim terkekeh canggung. "Y-yang penting Watson memberi kita tugas, Erika. Bukankah itu artinya dia mengizinkan kita terlibat?"

-

Ke mana Watson? Di kantin cuy! Perutnya keroncongan, habis kena damage dari pukulan Ibu Raia yang sangar. Sherlock Pemurung itu selalu kelaparan tiap kali terluka. Agak lain.

"Tapi aku terkejut, Skyther mengenali Saho," monolog Watson mengunyah sandwich baguette yang lezat. Haruskah dia tanyakan? Ei, tidak usah deh. Sejak kapan Watson pedulian pada orang yang tidak meminta bantuannya.

"Lho, kita bertemu lagi, Watson."

Laki-laki itu menoleh. "Shepherd." Melirik ke celana si pemilik nama, smirk. "Sepertinya kamu mendengar nasehatku dengan baik."

"Hahaha. Aku tidak enakan sama guru."

Sialan. Rambut pinknya bikin aku salfok mulu. Sadarlah, dia ini cowok sepertimu. Watson menggerutu, kehilangan selera makan dengan otaknya yang memikirkan hal aneh dan mesum.

"Kamu takkan kenyang kalau makan roti saja. Biar aku traktir kamu sesuatu." Saho pergi ke depan, memilih makanan yang ada di etalase.

Duh, aku jadi tak enak. Hm? Watson menatap ponsel Saho yang tertinggal di atas meja. Ting! Ting! Ting! Bunyi notifikasi medsos yang beruntun seperti hujan menyita atensinya. Apa Saho punya banyak kenalan daring? Wow.

Kepo, Watson pun mengintip balon percakapan yang muncul di layar kunci. Seketika terdiam.

Mati saja kamu, Shepherd brengsek ****!
Orang ***** kayak kamu tak pantas hidup!
Kenapa Tuhan enggan membunuhmu sih? Tak ada yang mengharapkan keberadaanmu ****!

Bagaimana kiriman bangkai kucing dariku? Tenang, aku akan mengirim hadiah yang bagus! Untuk hiperseksual sepertimu, apa kukirimkan mainan bakarat? Itu pasti memuaskanmu!

Nggak mau bunuh diri gitu, Cabul? Oh! Atau kamu belum mau mati sebelum menyetubuhi puluhan wanita? Kenapa tidak ******* ****?

"Nah, dosirak-nya sudah datang." Saho muncul di depan Watson yang melamun. "Aku pilih yang banyak dagingnya. Kamu harus menambah berat badanmu, Watson. Kurus kering begitu."

"Ya, terima kasih, Shepherd." (*)



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro