File 2.1.9 - I Want to See You Crushed

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

*****DETECTIVE WATSON S3*****

"Jadi Shepherd diteror. Apa dia korban rundung juga seperti Hane? Tak kusangka modelan kayak dia jadi bahan pembulian."

Watson ingin tahu. Bukannya bermaksud ikut campur ke permasalahan orang lain, namun kalian tahu lah MC kita ini jangan dipancing rasa keponya. Terlebih Saho salah satu member detektif. Selaku ketua klub yang dermawan, dia harus membantu.

Dia cowok, punya wajah cantik, tinggi pula. Saho terkenal di kelasnya. Jadi tidak mungkin penerornya orang dalam. Tidak salah lagi, pasti orang luar. Tapi untuk jaga-jaga Watson cari dulu siapa saja yang sekiranya punya kesumat dengan Saho.

Watson mengeluarkan ponsel, ber-ah pelan. Aduh! Berapa kali dia lupa kalau Violet sang informannya sudah tiada? Dia tidak terbiasa dengan tak adanya Violet. Ditambah Watson dan Dextra belum cukup dekat untuk melakukan 'bisnis pribadi'.

Cowok itu menempelkan kedua telapak tangan ke dinding, menundukkan kepala. "Uh, ini bukan waktunya bersikap gengsi." Tidak sadar ada Kapela di samping kirinya tengah berkacak pinggang, memasang ekspresi menyedihkan yang dibuat serius.

"Ngapain kamu? Berlatih kabedon?"

"Kapela?" Kebetulan sekali dia datang di saat Watson butuh antek-antek.

"Aku dapat sesuatu soal Michelle—"

"Lupakan tentang anak itu sementara. Ada yang lebih penting sekarang. Nina, aku ingin kamu mengintai... Itu terlalu agresif. Bisakah kamu mengawasi rumah Saho diam-diam? Aku curiga dia dibuli parah."

Kapela mengernyit, bersedekap. Apa lagi yang menarik perhatian detektif satu ini? Yang amat harus diselidiki yaitu Michelle, si kembar palsu. Kok fokusnya pindah ke Saho. Punya masalah apa dia memangnya?

"Kenapa tiba-tiba tertarik dengan Saho?"

Watson mengedikkan bahu. "Pengen saja."

-

Pukul lima sore, murid-murid akhirnya dipulangkan usai pengumuman tentang penanggalan Festival Budaya yang telah ditentukan. Rabu, 15 Maret. Ada waktu sepuluh hari untuk mendekorasi sekolah.

Member klub detektif berbelok ke ruang klub. Pulang itu nanti lah. Mereka tidak senggang sebagaimana pelajar lainnya. Ini saja Raia masih belum kunjung ketemu.

"Skyther dan Erika belum kembali, ya?"

Aiden memeriksa pesan di ponsel. "Dia menchatku sih, Dan. Katanya mereka akan ke sini sepuluh menit lagi. Butuh waktu untuk mengelabui Ibu Raia yang curigaan."

"Baiklah. Aku percaya mereka berdua bisa melakukan bagian mereka dengan baik. Btw Stern, bagaimana permintaanku?"

"Raina tinggal bersama ayahnya, Watson. Ibunya menikah lagi dan pindah ke luar negeri, tepatnya ke Belgia. Pekerjaan beliau adalah fotografer model-model muda. Kalian kenal Nesty dari kelas 3-A?"

Watson, Aiden, dan Jeremy menggeleng. Hellen memandang malas. Dasar kudet.

"Serius? Masa kalian tidak tahu sih? Dia itu primadona sekolah kita! Nesty Loraine, yang kerap dipanggil Nattele. Model yang lagi naik daun di tahun 2023."

"NATTELE?! Kenapa kamu tidak bilang dari tadi, Hellen! Tentu saja kami tahu dia!" seru Aiden dan Jeremy setelah Hellen mengspill nama karakter yang dibicarakan.

Hanya Watson yang tidak tahu apa-apa.

"Memangnya kalian tak sadar dia satu sekolah dengan kita?" Hellen mendengus.

"Bagaimana kami sadar dia sekolah di Madoka? 3-A kan diisi Murid Unggulan. Kelas mereka dipisah dari murid kacang seperti kita." Aiden menjawab tak minat.

"Murid Unggulan? Eh, kelas 3-A beda gedung dari kelas tiga yang lain?" Tolong beritahu Watson apa yang sedang mereka katakan. Ini anak lebih kudet lagi perihal apa saja kejadian terbaru di sekolahnya.

Di Madoka Senior High School, kelas 3-A diberi pengkhususan langsung oleh Komite Sekolah. Mereka disebut Murid Unggulan, siswa-siswi terpilih yang bisa menjamin nama baik Madoka di masa depan dengan segudang prestasi nantinya. Dewan Guru berharap banyak pada murid kelas 3-A.

Syarat untuk memasuki kelas ini bukanlah gampang. Kehadiran, aktivitas harian, keterampilan, pengetahuan, semuanya dinilai. Mereka yang teladan lah nan layak memasuki kadipaten 3-A. Sponsor juga berpengaruh. Terutama "pekerjaan paruh waktu" seperti yang dilakukan Nesty saat ini: model. Intinya 3-A diisi murid elite.

Watson, Aiden, Hellen, dan Jeremy sebenarnya memenuhi kriteria kelas 3-A. Terutama Watson. Dia sempurna tanpa cacat. Masalahnya, mereka terlalu sering izin untuk perjalanan kasus tahun lalu. Fokus mereka dalam pelajaran berkurang.

"Apa hubungannya sama Nesty?"

"Ayah Rainaly adalah fotografer favorit Nesty. Itu hubungannya. Aku rasa mereka meneken kontrak atau entahlah. Aku juga tak tahu garis besarnya. Cuma menebak."

"Ya hubungan Nesty dengan kasus ini apa, Hellen?!" tanya Jeremy gregetan.

"Aku hanya mengatakan latar belakang Raina, Jer! Kenapa kamu malah ngegas?!"

"Kenapa kalian jadi ribut sendiri?!"

Brak! Mereka bertiga terlonjak, berhenti berseteru labil, kemudian gemetar menoleh ke arah Watson yang memukul permukaan meja, menelan ludah melihat tatapan intimidasi Sherlock Tsundere itu.

"Bisakah kalian fokus dan tenang?"

Mereka menelan ludah. "B-baik, Kapten."

"Jadi, petunjuk apa yang kamu dapatkan dari informasi ini?" Watson bersedekap.

"Ayahnya meninggal 18 februari lalu."

Ya, Watson tahu tentang itu. Dia mencuri dengar percakapan Raina dengan temannya di taman. "Penyebab kematian?"

"Polisi mengonfirmasi beliau bunuh diri. Ayah Raina terlibat penipuan lalu terlilit utang. Tidak bisa membayarnya, beliau pun gantung diri di studio terbengkalai."

"Ya ampun, kasihan sekali. Aku paling benci sama yang namanya penipuan!" Aiden dan Jeremy bersimpati, mendesis geram.

Bunuh diri hee. Watson berdeham, hanyut dalam pikiran. "Kalau kamu, Aiden, apa yang kamu dapatkan? Kamu mengerjakan apa yang kutugaskan padamu, kan?"

"T-tentu aku lakuin, Dan! L-lagi pula..." Aiden menggaruk pipi canggung. Blushing. "A-aku kan milikmu. Aku tak mau bikin kamu kecewa jika aku bermalas-malasan."

"Huh? Apa yang kamu bicarakan—"

Bentar. Waktu itu di perpustakaan kan ada Aiden yang mendengar obrolannya dengan Grim. Watson mengetuk telapak tangan. Aha! Apa Aiden punya sikap sportif tinggi sampai-sampai mengklaim itu kasusnya?

Aku suka keantusiasan Aiden.

"Benar." Watson mengangguk polos.

Aiden menggelengkan kepala, berusaha fokus pada diskusi. "Tanggal 18 februari pukul lima sore, Ibu Sasinmu terlihat mengunjungi rumah sakit Atelier. Yang aneh, kamera CCTV menangkap sosok Raia pada jam 17.30 petang, tergesa-gesa masuk ke lobi. Dia datang sendirian dan masih mengenakan seragam sekolah."

Mereka bertiga terdiam. Mencerna.

"Apa yang beliau lakukan di sana?"

Aiden menggeleng tidak tahu. Saat dia mencoba menyelidiki lebih dalam, akses dibatasi. Butuh hacker sekelas Dextra untuk menembus keamanan siber Atelier.

Watson tersenyum miring. Sepertinya ini jauh lebih menarik daripada yang diduga.

"Lho, Watson, mau ke mana?" tanya Jeremy refleks demi melihat Sherlock Pemurung itu bangkit dari kursi sambil memasang wajah yang penuh nafsu.

"Ke toilet. Kenapa, heh? Mau nemanin?"

Jeremy melayangkan sepatunya.

-

Ckiet! Kran air ditutup, menyisakan suara tetesan air yang mengisi keheningan di wc cowok. Yah, sekolah memang sudah sepi dari tadi. Mungkin tinggal beberapa siswa yang punya tanggung jawab di Madoka.

"Buat apa Raia datang ke rumah sakit yang sama dituju ibu sahabatnya? Apa Hasby terluka dan dirawat di sana? Aku butuh hacker. Hane kok pulang duluan sih."

Watson berhenti bermonolog, menatap pantulan dirinya di kaca besar. Dia meraba perut, menyingkap baju, menampakkan bekas luka jahit panjang. Hadiah tahun baru dari Gari Gariri. Kulitnya jadi jelek.

"Ada apa denganku? Ini kan bukan pertama kali aku terluka... Tidak ada yang perlu ditakutkan. Jejaknya akan hilang nanti."

"Kalian duluan. Aku ke toilet sebentar," celetuk seseorang di luar wc. Dari cetak suaranya... Tak salah lagi. Adalah Saho.

Watson buru-buru masuk ke bilik kamar mandi. Dua detik kemudian baru lah dia sadar, kenapa dia harus sembunyi dari Saho? Aduh! Apa yang Watson pikirkan?! Ya sudahlah. Dia terlanjur mengumpet.

"Ukh... Ini membuat mataku sakit..."

Huh? Dia kenapa? Watson membuka katup pintu sedikit, mengintip dari celah tipis. Laki-laki cantik itu terlihat bercermin sambil melakukan sesuatu pada matanya.

Lensa kontak! Itulah yang sedang Saho lakukan, mengeluarkan softlens... Tunggu, apa? Dia pakai benda semacam itu?!

Saho membasuh mukanya, memperhatikan cermin di depan. Tidak ada lagi lensa buatan yang menutupi warna mata aslinya. Biru langit. Mirip sekali dengan Watson.

Kenapa... Kenapa mata Saho Shepherd...?

KLEK! Seseorang tak diundang ikut masuk ke dalam, mengunci pintu toilet. Watson menahan napas. Apa yang dilakukan cewek di wc laki-laki? Dilihat dari seragamnya... murid sekolah lain? Ck, dasar satpam gaji buta. Tidak becus. Beliau harus diganti.

"Cantik ya, matamu. Seperti langit."

Deg! Saho terkesiap, menoleh. "Kamu.... Apa yang... kamu lakukan di sini...?"

Apa ini. Mereka saling kenal?

"Jangan takut begitu, Sa. Aku terlihat seperti orang jahat. Sekolah kita kan dekat. Aku hanya mau mampir bertemu teman lama yang sangat enggan menjawab pesan atau panggilanku. Tak boleh?"

Cewek itu berdiri di hadapan Saho yang berkeringat, menyeringai. "Kamu pikir aku tidak tahu... Adikmu ada di sini, kan?"

Watson menutup mulut, memastikan tak membuat suara sedikit pun. Atmosfer semakin panas karena tanpa alasan, Saho mendadak emosional lantas mendorong cewek itu ke dinding marmer. Batinnya bertanya-tanya; Saho punya adik?

"Jangan macam-macam denganku. Kita tak punya hubungan lagi. Kamu tahu itu."

"Eii, bagaimana mungkin tidak ada?"

"Apa sebenarnya maumu, Brengsek? Aku sudah angkat kaki dari kehidupan kalian berlima. Tolong tinggalkan aku sendiri."

"Tapi bagaimana ya, Shepherd..." Cewek yang entah siapa namanya itu memainkan telunjuknya ke dada Saho. Tersenyum.

"Aku tidak bisa berhenti sebelum kamu benar-benar hancur luar dalam." (*)








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro