File 2.2.4 - Exercise to Jeremy's House

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Festival akan diadakan lusa. Bahkan Madoka telah selesai dihias oleh murid-murid rajin nan kreatif. Tapi masalahnya adalah, member klub detektif masih stuck di sana-sana melulu. Akting mereka tidak berkembang. Terlalu kaku.

Terutama Watson yang lebih payah daripada teman-temannya. Dia memang sudah hafal naskahnya, namun dia tidak punya perasaan, membuat karakter 'Ksatria yang Jatuh Cinta' menjadi hampa dan monoton. Anak itu amat sulit beradaptasi dengan kegiatan baru.

"Bagaimana kalau Miss ganti pamerannya saja? Saya tidak becus, Miss Adine. Saya tidak cocok memainkan peran ini." Ketiga kalinya Watson memelas kepada Anjalni untuk memberinya peran pembantu saja, bukan second male.

"Tidak. Harus kamu yang bermain di drama ini. Latihannya cukup sampai di sini. Kalian boleh kembali ke kelas masing-masing. Hafal lagi." Anjalni takkan membiarkan Detektif Muram itu menang. Murid satu itu harus dikendalikan.

"Siappp, Miss~" jawab murid-murid yang ikut serta ke drama musikal Sleeping Beauty.

Watson menggelembung kesal, membanting buku naskah. Dia seperti diperlakukan tak adil. Tidak pelak lagi, si Anjalni itu pasti balas dendam karena Watson membuatnya diam tak berkutik waktu ujian pribadi di rumah sakit.

"Cih, dendaman banget jadi wanita. Apa dia benar-benar orang dewasa?" dengusnya.

Lagi pula Detektif Muram itu kurus kerempeng. Dilihat dari mana pun, dia tidak masuk sama sekali ke dalam kriteria seorang ksatria yang cenderung berbadan besar, kuat, dan tinggi.

Begini amat nasib jadi murid yang ditandai.

Malesin banget. Watson melangkah letoy ke tempat Dextra duduk—dia datang untuk menonton latihan sambil bermain laptop, mengerjakan tugas dari Watson. "Bagaimana pencariannya, Hane? Apa ada kemajuan... Ng?"

Di layar laptop Dextra, terdapat tulisan 'Kode Artxed' dan 'Warning!' dengan pelataran merah.

KLEP! Dextra langsung menutup laptopnya.

"A-aku masih mencarinya, Kak Watson. Fans Kak Nesty tidak sedikit dan butuh waktu lama untuk menelusurinya satu per satu," jawabnya gugup.

"Oh..." Kata apa yang dia lihat barusan? Kode Artxed. Apaan tuh? Jangan-jangan Dextra melakukan hacking yang tidak Watson suruh.

Anak itu sepertinya harus Watson perhatikan. Bisa gawat dia menyalahgunakan kemampuan hack-nya. Bakat langka yang berbahaya.

"Dan! Dan!" Aiden menepuk-nepuk bahu Watson. Cowok itu menoleh. "Bagaimana kalau kita melanjutkan latihannya di rumahku?"

"Tidak!" seloroh Jeremy tiba-tiba. "Di rumahku saja! Kenapa main di istana Aiden mulu. Kalian pasti sudah bosan dengan pemandangan megahnya. Mamaku merindukanmu, Watson."

"Mamaku juga, Dan!" Aiden tidak mau kalah. "Eh Jer, rumahku tidak pernah membosankan!"

"Kamu mau adu kekayaan ceritanya sekarang? Jangan dengarkan dia, Wat. Main ke rumahku saja! Apa kamu tidak rindu orangtuaku??"

Entah kenapa aku merasa diperebutkan...

"Sudahlah kalian berdua. Jangan ribut." Jeremy memang ada benarnya sih. Mereka keseringan bermain di rumah Aiden yang kayak istana sampai jenuh melihat panorama megah setiap bertamu. Watson butuh pemandangan baru. Apalagi rumah Jeremy tak jauh kalah mewah.

Ditambah, untuk beberapa waktu, Watson tak ingin bertemu dengan Pak Dolok. Kakek tua sopir pribadi Keluarga Eldwers itu terdeteksi mencurigakan. Watson harus menghindarinya.

"Bagaimana, Dan? Kita latihan di rumah siapa?"

Watson menunjuk Jeremy. "Di rumah Bari."

*

Hari indah bagi Watson tentu saja hari dimana tidak ada masalah dan kasus yang datang. Dia bebas ngapain saja sepuasnya tanpa vertigo memikirkan apa dan siapa pun. Semoga satu minggu ini berlalu damai. Kurangnya stres pada otak juga termasuk obat mengatasi narkolepsi.

—Itu sih yang dipikirkan Watson. Tapi khayalan tentramnya mengabur karena melihat sosok Michelle di lorong sekolah, berdiri di depan kelas Saho. Ngapain dia di sana? Jadi stalker?

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Watson datar, menghampiri saudara kembar palsunya itu.

Michelle hanya menatap Watson sekilas, lalu kembali mengintip jendela. "Ada tontonan menarik di sini. Kakak mau gabung samaku?"

"Apanya yang menarik?"

Tidak seperti Michelle yang menyilik lewat jendela masih punya etika, Watson si paling kurang attitude langsung membuka pintu kelas 3-F, menampakkan dua tiga murid sedang asyik melempar-tangkap celana seseorang yang sangat Watson kenal. Michelle telat mencegah.

"Kembalikan celanaku...! Berhenti bercanda!"

"Kamu lebih cocok pakai rok, Shepherd! Oh?" Mereka berhenti berlari, menatap Watson yang memasang wajah enek. "Ah, Watson Dan! Apa yang membuatmu datang kemari? Cari Saho?" Mereka sekelas tahu Saho bagian klub detektif.

Padahal Watson berulang kali mengingatkan Saho agar tidak diam saja membiarkan dirinya dilecehkan terus-menerus. Apa salahnya menanggapi serius dan melapor pada guru.

Ini sudah masuk ke katalog pembulian fisik. Tapi Saho tetap menormalkan aktivitas absurditas yang dilakukan teman-teman sekelasnya. Mana tidak ada yang mau menghentikan lagi. Apa dia sebegitu terbiasanya dianggap perempuan?

"Ayo pergi, Michelle," katanya berbalik. Dia sudah tidak mau ikut campur lagi. Watson muak menasehati orang berkepala bebal seperti Saho. "Pemandangan di sini membuatku mual."

"T-tunggu. Kak, tunggu dulu!" Mau tak mau, Michelle pun segera menyusul langkah Watson.

Lengang sejenak di kelas 3-F. Mereka semua mendengar jelas sederet kalimat sarkas yang dilontarkan Watson. Terdengar amat dingin.

"Dih! Apa-apaan anak itu? Apa dia ngajak gelut? Rumor tentang mentalnya yang terganggu ternyata benar!" kata orang yang memegang celana Saho, mendengus. "Dia minim adab."

"Sudahlah, jangan dibawa ke hati. Mungkin wataknya jadi seperti itu karena terlalu sering bermain sama mayat dan melihat pembunuhan. Hei, oper celananya ke aku! Hari ini Shepherd harus memakai rok sampai pulang sekolah."

"Ehe, itu rencana bagus. Ayo kemari, Shepherd. Kamu menginginkan celanamu kan... Huh?" Dia terdiam melihat Saho berdiri di depannya dengan ekspresi kosong, mengulurkan tangan.

"Celanaku. Kembalikan," gumamnya datar.

Menyengir, dia malah mengambil kuda-kuda melempar. "Kamu mau? Ambil sendiri—AHHH!!!"

Di bawah tatapan dingin, Saho pun memelintir pergelangan tangan siswa yang memegang celana sekolah miliknya membuat siswa itu terpekik dan jongkok. "Sakit! Sakit! Sakit, Saho!"

Saho merebut paksa barangnya, lalu melangkah menuju pintu. Murid-murid yang mengerjainya segera menyingkir memberinya ruang untuk lewat, tidak berani buka suara, termasuk orang yang meminta konconya mempermainkan Saho.

BRAK! Mereka serempak tersentak kaget karena Saho menutup pintu dengan keras. Seketika kelas 3-F ricuh oleh hingar-bingar penghuninya. Itu pertama kali mereka melihat aura Saho berbeda dari hari-hari yang biasa. Mana pernah Saho bergelar 'Beautiful Boy' bermain kasar.

"Holy Jesus! Apa dia benaran Saho yang kita kenal? Sial, dia membuatku merinding. Coba lihat nih, semua bulu romaku pada berdiri."

"K-kalian sepertinya sudah kelewatan isengnya deh. Shepherd kan jadi marah begitu."

"Akhirnya dia menunjukkannya, ya..."

Mereka menoleh ke Ketua Kelas yang duduk kalem mengerjakan tugas. "Apa maksudmu?"

"Tentu saja, sifat asli Saho Shepherd." (*)




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro