File 2.2.5 - Please Come, Case!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Pertama dan terakhir kali Watson berkunjung ke rumah Jeremy adalah saat penyelesaian kasus kakaknya, Jerena Bari. Watson datang ke sana untuk meminta informasi pada ibu dan ayah angkat Jeremy. Yang artinya, dia sudah cukup lama tidak bertamu di kediaman Bari.

"Bibi Ama! Lama tak berjumpa!" seru Erika (dia dan Grim ikut bertandang), menyalami beliau. Jika kalian lupa, Ama adalah pelayan pribadi Jeremy. Sama seperti Aiden memiliki Dolok di sisinya, maka Jeremy memiliki Ama.

"Ah, Nak Erika dan Nak Skyther. Sudah lama tidak melihat kalian. Apa kalian sedang punya kepentingan di Moufrobi?" tanya Ama cerah.

Grim menggeleng, tersenyum. "Kami hanya melepas penat kok, Bi. Bagaimana kabar Bibi? Sehat? Peritenonitis anda bagaimana?"

[Note: Peradangan pada selubung tendon akibat suatu gerakan berulang. Jika tidak lekas diobati, maka akan sulit disembuhkan.]

"Sudah sembuh sejak tahun lalu, Nak Sky."

Mereka asyik reunian, Watson asyik mundur ke belakang Aiden yang kebingungan mengapa Sherlock Pemurung itu mendadak bersikap malu-malu kucing. Tapi tidak apa deh. Aiden jelas senang dong diandalkan oleh Watson.

Watson mengalihkan pandangan. Tentu Grim dan Erika mengenal Ama serta keluarga Bari dengan akrab. Dia si orang baru tahu apa? Lebih baik Watson tak menganggu, menyingkir ke belakang dan biarkan mereka reunifikasi—

"Nak Watson! Kamu juga datang, ya?" tegur Ama, menepuk bahu Watson. "Saya bersyukur kamu sehat walafiat setelah melewati semua insiden itu (kasus Gari). Tuhan memberkatimu."

Watson mengerjap. "A-ah, iya. Terima kasih..." Eh, perasaan geli apa ini. Rasanya Watson mendadak senang. Apa karena Ama ingat dia?

Guk! Guk! Guk!

Seekor anjing samoyed dewasa bersurai putih berlarian kencang ke arah Watson, kemudian berdiri dan menjilatinya. Watson ingat anjing itu. Ia adalah Winter, anjing yang ditemukan olehnya dan Jeremy ketika mereka saling heboh mencari korban culik Butterfly Effect.

"Ya ampun, kamu sudah tumbuh besar ya." Watson tersenyum tipis, mengelus-elus kepala Winter yang manja. "Kamu beri dia makan apa, Jer? Badannya jadi gemuk obesitas begini."

"Hoh! Kamu tidak memanggilku 'Bari'! Berarti kamu Watson palsu—" Jeremy seketika kicep melihat Detektif Pemuram itu melayangkan tatapan predator. "A-ah... dia rajin m-makan!"

Grim, Erika, Aiden, dan Hellen menatap malas Jeremy. Dipelototin langsung ciut nyalinya. Tapi Watson yang lagi jengkel memang harus hati-hati. Takutnya dia merajuk dan pulang.

Demi mencairkan suasana yang dingin, Ama pun berdeham. "Nyonya Besar ada di rumah, namun Tuan Besar belum pulang. Ayo kalian semua masuk dulu. Anggap rumah sendiri, ya."

Bagaimana cara mereka menganggap rumah sendiri kalau rumah Jeremy kek istana? Tak cocok dengan mereka. Kecuali Aiden mungkin.

Watson melambaikan tangan ke Winter yang berputar-putar, menyusul langkah Aiden.

*

"Ma! Jeremy pulang! Oh?" Tatapan Jeremy jatuh pada wanita yang lagi berbincang dengan Selise. "Ada Miss Asha rupanya."

"Selamat datang, Jeremy." Asha tersenyum.

"Kenapa ramai sekali di luar?" tanya Selise heran, beranjak bangun, menghampiri Jeremy bersama Asha di sebelahnya. "Ada tamu?"

Cowok itu menggaruk kepala, cengengesan. "Hehehe, Remy ajak teman-teman Remy, Ma. Kami mau latihan di sini. Boleh kan, Ma?"

DEG! Berbeda dengan Selise yang tersenyum lebar, tubuh Asha menegang. Dia berkeringat dingin. Pucat. "Teman-temanmu... datang?"

"Boleh banget! Ayo suruh mereka masuk!"

Erika dan Aiden pertama yang menyembulkan kepala. "Selamat sore, Tante Selise!" kata mereka ceria. "Wah, Tante semakin cantik. Berbeda dengan anaknya yang makin nakal."

"Apa maksud kalian?" Jeremy tersinggung.

"Ya ampun! Ini kejutan! Erika? Grim? Astaga, lama kita tidak bertemu. Kabar kalian baik?"

Grim mengangguk. "Amat baik, Tante."

Selise menoleh ke Hellen yang berdiri gugup, tersenyum lagi. "Kamu juga, Hellen. Senang bertemu denganmu lagi. Kamu terlihat sehat."

"S-sehat, Tante... T-terima kasih..." Perasaan gelisah yang dirasakan Watson pindah ke dia.

"Semuanya!" Jeremy memperkenalkan Asha yang tersenyum kaku. "Kalian belum kenal wanita cantik di sampingku ini, kan? Nama beliau Asha Afenguin. Guru private-ku! Kalian takkan percaya kan beliau seorang guru—"

Erika mendorong Jeremy, menatap Asha dengan pandangan berbinar. "Astaga... Anda cantik sekali, Miss. Maukah anda mengangkat saya jadi keponakan anda? Anak sekalian!"

"Rika..." Aiden dan Grim menepuk dahi.

"Tapi, Miss, kenapa muka anda pucat begitu?"

Sementara mereka bercakap-cakap, Watson juga mengobrol dengan Ama. Wanita menuju umur 60 tahun itu berkonsultasi pada Watson tentang Jeremy yang kerap bermimpi buruk belakangan ini. Watson manggut-manggut. Ternyata PTSD Jeremy belum sembuh total.

"Jangan khawatir, Ama, aku akan melakukan yang terbaik untuk membuat Bari melupakan Jerena Bari." Mana mau Watson kehilangan aset berharganya karena dihantui masa lalu.

Canda kok. Teman baik maksudnya.

"Terima kasih. Saya bisa tenang kalau kamu berkata demikian." Ama menyerahkan sendal rumah pada Watson yang melepas sepatunya. "Kalau begitu silakan bermain. Saya pergi ke dapur dulu menyiapkan cemilan dan minuman."

"Tentu saja." Detektif Muram itu mengangguk sopan. Sebenarnya tujuan mereka bertamu bukan buat bermain tapi latihan akting. Well, ya sudahlah jika Ama berpikir ke sana.

Watson berniat bergabung dengan yang lain (mereka sudah berdiri di anak tangga), tapi langkahnya tertahan di depan Asha.

Siapa orang ini? Tunggu. Aiden pernah bilang Jeremy sempat homeschooling seminggu. Mungkin wanita ini adalah guru private-nya. Geh, cantik banget! Watson pangling sejenak. Dia mengira wanita itu kakak-kakak kuliahan.

Tes, tes, tes.

Semua orang langsung kelimpungan demi melihat Asha tiba-tiba meneteskan air mata. Watson sendiri menaikkan satu alis ke atas.

"Ada apa, Asha? Kamu baik-baik saja?" tanya Selise, khawatir. "Apa kamu tak enak badan?"

"Anda tidak apa-apa kan, Miss Asha?" Jeremy ingin mendekati beliau, tapi Asha mengangkat tangan, tersenyum sambil menyeka mata.

"Saya baik-baik saja. Barusan saya kelilipan."

Wanita aneh. Watson mempercepat langkah.

*

"Hanya ciuman dari tulang rusuk sejati yang bisa mengalahkan kutukan yang menimpa Putri Aurora! Sebaiknya kalian bergegas karena sudah tidak ada waktu lagi. HAHAHA!"

Hellen mendengus. Sepertinya Grim dan Erika berjodoh karena mereka sama-sama suka berimprovisasi tak jelas. Di buku skrip, tidak tercantumkan 'Penyihir Jahat Hutan Moors' tertawa seperti yang dia lakukan barusan.

Mereka berenam benar-benar latihan dengan bersungguh-sungguh tanpa sadar sudah pukul delapan malam. Mereka tidak dikarunia otak fotografis kayak Watson, makanya berusaha mati-matian menghafal dialog. Memaksa masuk seluruh tulisan di skrip ke dalam otak.

"Maleficent! Jika kamu benci padaku, jangan libatkan putriku ke dalam ajang dendammu! Aku lah orang yang mengambil sayapmu!"

Erika menyeringai. "Oh! Kamu ingin menjalani rute ayah-anak, Jer? Tekad yang luar biasa!"

Wajah Jeremy memerah, melempar Erika yang terkekeh dengan bantal. "J-jangan keluar dari dialog dong! Kita ini sedang latihan!"

"Ehe! Ekspresi blushing-mu sangat menggoda."

DIH. Hellen bersedekap, memberengut sebal. Kenapa mereka berdua jadi dekat sih. "Ekhem!Bisa tidak kita kembali ke latihannya?"

Di sisi lain, Grim sibuk mengajarkan Watson cara memegang gagang pedang kayu mainan yang benar dan tidak melukai telapak tangan. Banyak sekali kesalahan cowok itu. Ayunan Watson lemah seakan tidak ada tenaga.  Ditambah kuda-kuda yang tidak memadai.

"I want to rest a bit, Skyther." Watson tidak bisa menyeimbangkan pergerakan Grim yang memang berbadan atletis. Beda dengannya.

Iba dengan Watson yang ngos-ngosan, Grim mengangkat lengan kanan Watson, memonten. "Aku heran. Bagaimana bisa kamu tidak punya otot sedikit pun?" gumamnya mengusap-usap lengan Watson. "Ini seperti tangan cewek."

Watson diam. Mencerna. "Kamu menghinaku?"

"J-jangan salah paham!" Grim melepaskan pegangannya karena Aiden telah mengirim tatapan bahaya. "Bukan itu maksudku! A-ada baiknya kamu sedikit berolahraga, Watson."

"Kamu menghina tubuhku yang lemah."

Grep! Aiden mencengkeram leher Grim. "Oi, kamu punya masalah apa sama Dan, hah?"

"Apa kamu mendengarku, Wat?! Olahraga lah!"

Ini baru seru. Watson bersorak dalam hati.

Klek! Pintu kamar Jeremy terbuka. Rupanya Asha yang membawa nampan berisi enam gelas susu hangat. Dia masuk pelan-pelan supaya tidak mengganggu kegiatan mereka.

"Ah, Miss Asha. Anda sudah baikan?" Hellen pertama yang menotis keberadaan beliau.

"Sudah kok. Malam ini lumayan dingin. Minum susu ini untuk menghangatkan tubuh kalian," ucapnya tersenyum, beralih menatap Watson.

Watson membelakangi Aiden dan Grim. Dasar! Duo sejoli itu jadi ribut karena dirinya, tapi biang keladinya malah pura-pura tidak tahu.

Cowok itu menatap pedang mainan yang dia pegang, mendengus masam. Aku sudah muak.

BRAK! Semua orang di kamar itu tersentak kaget, berhenti mengoceh. Termasuk Asha yang terkesiap. Grim dan Aiden pause gelut, menatap Watson yang kehilangan kendali. Dia baru saja membanting pedang kayu ke lantai.

Watson merentangkan kedua tangannya.

"Datanglah padaku, wahai kasus!"



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro