File 2.4.3 - The Third Villain

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

DETECTIVE WATSON SEASON 3

Dextra menatap layar dengan saksama. Informasi dari sosok yang menjabat Ketua Dewan Siswa baru terbentang di layar laptopnya. Selagi Aiden dan Jeremy adu mulut dengannya, Hellen berbisik pada Dextra untuk mencari latar belakangnya.

Cowok itu bernama Hong Jin Woo, lahir di Korea dibesarkan di Amerika. Sejak di bangku sekolah menengah awal, nilai akademik Jin Woo selalu tinggi. Selain itu dia aktif mengikuti olimpiade. Bahkan Alteia, sekolah paling bergengsi yang dijuluki sekolahnya para bangsawan, memberi rekomendasi pada Jin Woo.

Tetapi anak ini, dia menolak undangan ke Alteia. Apa yang dia pikirkan? Di saat ratusan pelajar saling berkompetisi demi diterima di Alteia dimana masa depan dijamin cerah, Jin Woo justru menolak.

Dia memiliki kakak perempuan, Hong Jina. Hm? Dextra memicing, terus meng-scroll wheel. Di rekam medisnya, Jin Woo pernah berada di rumah sakit selama sebulan...

Brak!

Seseorang menutup paksa layar laptop. Adalah Jin Woo yang melempar tatapan dingin. Dasar nasib. Dextra ketahuan mengintip informasinya--saking fokusnya tidak sadar Jin Woo berdiri di depannya.

"Aku mendengar klub detektif sangat hebat di Madoka, tapi apa-apaan ini? Menggali latar belakang seseorang yang baru kalian temui hari ini. Betapa brilian."

Aiden berdiri di depan Dextra, membela adik kelasnya yang berbinar-binar terlihat ingin menangis itu. Entahlah bagaimana kondisi laptopnya. Jin Woo membanting layarnya cukup keras. Semoga tidak retak.

"Waspada adalah kebiasaan detektif, maafkan soal itu. Lagian kamu tiba-tiba datang mengatakan cewek dan cowok tak boleh berada di satu ruangan. Apa kamu agamais? Madoka sejak dulu memakai sistem campuran. Kamu tidak berhak mengutak-atik peraturan terdahulu, heh."

"Oh, tentu saja aku punya hak." Temannya (mungkin salah satu anggota Dewan Siswa baru) menyerahkan selembar kertas. Jin Woo memberikan itu kepada Aiden.

Aiden, Hellen, dan Jeremy membacanya.

"Wakil kepala sekolah, Miss Mamere, memberiku izin penuh memperbaharui peraturan Madoka yang sudah berkarat. Beliau tertarik dengan ide proposalku."

Ini tidak masuk akal. Kenapa Mamere menyetujui ide pemisahan murid laki-laki dan perempuan semudah itu? Aiden menatap Jin Woo penuh selidik. Dia tidak bisa tidak curiga pada cowok pendek itu.

Curang! Rambutnya hitam lagi. Kan auto teringat Watson. Mereka jadi melunak secara tak sadar (termasuk Dextra).

"Setelah festival berakhir, harap Kak Hellen dan Kak Aiden pindah ke gedung Barat. Sekian dulu. Saya pamit. Festival sekolah hari kedua akan segera dimulai."

Aiden bersedekap. "Aku tak pernah setuju, tapi dia sudah main pergi saja. Argh! Kenapa rambutnya harus hitam sih?!"

Hellen dan Jeremy manyun. Ternyata aku tak sendiri, batin mereka kebetulan sama.

Baiklah. Lupakan dulu tentang Jin Woo. Mereka menatap Michelle, ralat, Sey Siviliain yang sudah menunggu atensi mereka kembali kepadanya. Gara-gara Jin Woo, obrolan mereka jadi terpotong.

"Jadi Michelle, ah maksudku Sey, aduh..." Aiden memijat kepala. Vertigo. "Bisakah kamu jelaskan dari awal? Kenapa kamu menyamar jadi saudara Dan lalu soal Om Beaufort disekap. Ceritakan semuanya."

Sey menundukkan kepala. "Baiklah."

.

.

Sey memiliki keluarga kaya. Sey memiliki semuanya. Orangtua Sey menyayanginya dan sangat memanjakannya. Anak-anak lain iri dengan keharmonisan keluarganya.

Tapi, bayaran dari kebahagiaan itu adalah Sey yang dilahirkan dengan kelambatan dalam belajar sehingga dia dijuluki Putri Bodoh atau kasarnya 'Putri Idiot'.

Sey ingin sekali menjadi pintar. Untuk apa punya segala materi jika kamu tidak bisa menentukan hal baik dan hal buruk? Mata pelajaran di sekolah masuk dari telinga kiri dan keluar dari telinga kanan. Selalu begitu. Tidak ada satu pun pelajaran yang tinggal di kepalanya! Karena Sey bodoh!

Sampai dia menemukan sebuah diari.

"Diari itu adalah milik Watson. Aku baru sadar ada anak segenius dia satu sekolah denganku. Aku menggemari Watson, ingin belajar bersamanya dan berguru padanya. Tapi di lain sisi, aku takut Watson tidak suka dengan orang bodoh sepertiku membuatku urung untuk menegurnya. Aku hanya bisa memperhatikannya dari jauh.

"Siang hari di musim gugur tahun 2010, aku membulatkan tekad untuk menyapa Watson. Tapi lagi-lagi aku takut dia ilfeel denganku dan melenggang pergi melewatinya begitu saja. Aku tidak tahu kalau momen itu mengubah segalanya.

"Mainan tasku putus. Aku tak menyangka Watson menyusulku untuk memulangkan benda itu, namun kebaikannya justru menjadi petaka baginya. Kami diculik oleh sepasang kekasih. Si pria ahli menyamar, si wanita dokter spesialis anestesi."

Mereka lah musuh ketiga Klub Detektif Madoka setelah Child Lover dan Butterfly Effect. Disebut 'Phony Baloney'.

"Tugas si wanita menjatuhkan mental targetnya dan menyugesti targetnya agar percaya mereka adalah orangtua kandung target. Sedangkan si pria lihai berakting persis seperti orangtua target membuat target yakin orangtuanya adalah mereka."

"Apa tujuan mereka melakukan hal hina seperti itu?" Hellen berkomentar. Geram.

Sey menggeleng. "Saat ini aku belum tahu, namun aku yakin sekali mereka individu yang berbahaya. Target incaran mereka anak kaya raya atau anak seperti Watson.

"Karena aku termasuk ke opsi pertama ciri khas incaran mereka, Phony Baloney pun menculikku. Aku memang sudah bodoh dari sananya--kali pertama aku berterima kasih karena otakku yang kopong--jadi mereka tidak dapat memanipulasiku.

"Tapi lain cerita di sudut pandang Watson. Sugesti wanita brengsek itu berhasil mencuci otaknya. Mereka menyuruh Watson pulang ke orangtuanya dan memaksa Watson supaya tidak mengatakan apa pun ke Bibi Dyana dan Om Daylan."

Lengang sejenak di klub... Lebih tepatnya mulai bising karena orgen festival.

"Apa kamu punya petunjuk tentang duo penculik itu Michelle, ah, maksudku Sey." Jeremy akhirnya memecah hening.

"Ya. Mereka bergerak ceroboh belakangan ini. Biasanya mereka menculik target baru sekali dalam setengah tahun. Tapi..."

Michelle--aduh, sekali lagi maksudnya Sey--mengambil tasnya. Dia mengeluarkan sebuah buku catatan khusus investigasi Phony Baloney. Bohong dia bilang tidak tahu apa pun. Gadis itu mencari semua berita yang boleh jadi berhubungan dengan PB. Korespondensi rahasia, dimana sekiranya markas mereka, atau apalah.

"Jolly Daunaste, 7 tahun."

Sey menyeret papan kaca ke tengah ruangan, mencomot spidol. "Dia sekolah di Hanksa Middle School. Punya dua sahabat Feas Zeehan dan Galina Onya. Aku sudah mengawasi tiga anak ini sejak awal tahun."

"Kenapa dengan mereka?" tanya Aiden.

Hellen, Jeremy, dan Dextra menyimak.

"Awalnya tidak ada yang aneh. Mereka bertiga teman baik. Tetapi, seminggu kemudian di saat aku ingin berhenti memonitor mereka, Zeehan dan Galina menunjukkan gelagat yang aneh. Mereka seperti ketakutan tiap kali Jolly mengajak mereka main ke rumahnya seperti biasa.

"Di situlah aku memutuskan bertanya. Zeehan dan Galina bercerita bahwa ada yang salah dari temannya, Jolly. Mereka bilang orangtua Jolly sudah meninggal karena kecelakaan. Lalu ketika mereka berkunjung setelah masa-masa berkabung selesai di tanggal 2 Januari 2023 apalagi Jolly yang sukarela mengundang, Zeehan dan Galina dikejutkan oleh dua orang yang mereka yakini orangtua Jolly."

"Tunggu dulu. Kamu bilang Phony Baloney menculik sekali dalam enam bulan. Watson siuman dari komanya tanggal 15 februari. Bukankah rentang waktunya terlalu tipis?"

Sey diam sejenak. Pribadi, dia juga belum mengerti. Dia tidak sepintar Watson malah sebaiknya, bodoh. Sey bisa berubah seperti sekarang karena diari cowok itu.

"Kurasa mereka terburu-buru..."

"ANGGOTA DETEKTIF MADOKA!"

Oh, ayolah! Tadi Jin Woo, sekarang siapa lagi yang mau mengganggu percakapan?! Biarkan mereka berbicara dengan nyaman!

Dua sejoli beda jenis masuk ke dalam ruang klub yang memang sudah terbuka sejak Jin Woo datang. Seragam mereka berbeda, kemungkinan tamu Madoka. Masalah berdatangan sampai mereka tidak ingat festival sekolah masih berlangsung.

"Apa mau kalian? Jika permohonan kasus, maaf, kami sedang dalam masalah daru—"

"TEMAN KAMI DICULIK!"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro