File 2.4.5 - The Hottest News in Moufrobi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

DETECTiVE WATSON

"Bagaimana keadaannya, Dextra?"

"Miss Anjalni masih disibukkan dengan festival. Aku sudah membelokkan saluran cctv yang mengarah ke klub detektif. Kita bisa berangkat kapan saja, Kak Aiden!"

"Yosh! Ayo cepat pergi!"

Persetan dengan latihan drama musikal. Mereka harus menyelesaikan kasus yang terlanjur diambil: mencari Enda. Tidak ada waktu istirahat untuk detektif. Siapa lagi yang bisa diandalkan kalau bukan mereka.

Nama tempat pada link yang dikirimkan oleh J adalah Ishanaluna. Entahlah tempat macam apa itu. Tidak ada waktu untuk memeriksanya karena Anjalni sangat waswas pada pergerakan klub detektif.

Bahkan mereka harus membajak cctv, mengendap keluar dari perkarangan sekolah dengan menyamar sebagai turis festival Madoka. Lihat saja Jeremy, terlalu totalitas menyamar jadi kakek-kakek.

"Fiuh! Akhirnya kita bisa keluar!"

"Jangan buka dulu penyamaranmu, Aiden!" seru Michelle saat Aiden ingin melepas wig yang gatal. "Kita masih membutuhkan ini. Mengingat wajah kalian sudah terkenal di kota, semua orang akan bertanya-tanya mengapa kalian berkeliaran selagi Madoka mengadakan festival besar-besaran."

Ini semua salah Anjalni. Kenapa pula harus kelas mereka yang terpilih memainkan drama 'Sleeping Beauty' meresahkan itu. Kan masih ada kelas lain. Kelas 3A misalnya.

"Kita tak punya banyak waktu. Bergegas!"

Biasanya Watson yang memimpin, namun kali ini Michelle lah pemimpinnya. Mungkin karena dia telah mengkaji diari Watson sepenuhnya, dia punya wibawa cowok itu.

"Hellen, ngapain bengong di sana?"

"Sebentar!" Hellen membayar koran yang dia beli, baru menyusul Jeremy dan yang lain. Dia menyejajarkan langkahnya sambil membaca koran. "Kita keasikan di sekolah sampai tak tahu berita terbaru Moufrobi."

Aiden mengintip. "Ada hal menarik?"

"Coba kita lihat... Penebangan liar tengah marak di Moufrobi. Penggundulan hutan secara ilegal mengakibatkan longsor di berbagai wilayah. Banjir di daerah XXX. Hm, kebanyakan berita tentang bencana."

Aiden ikut membaca koran itu. "Pendatang asing dari Brazil masih belum ditemukan. Ada apa sebenarnya dengan kota ini? Apakah Moufrobi kota penuh masalah?"

Mereka pun berhenti di terminal bus.

.

.

Kirain Ishanaluna tempat yang mewah atau sesuatu sejenis itu, nyatanya nama sebuah apartemen lusuh enam lantai yang sudah tak terawat. Meski demikian, apartemen tersebut masih lah dihuni oleh beberapa penduduk yang memiliki masalah finansial.

Baiklah, sekarang, apa yang disembunyikan oleh apartemen buruk ini sampai-sampai J mengirim alamat Ishanaluna pada Enda?

"J tidak memberi penjelasan lanjutan, jadi kurasa selanjutnya kita sendiri yang cari tahu apa yang terjadi di Ishanaluna. Ayo!"

Jeremy menatap Michelle. "Puh! Meski kami tahu kamu di pihak kami, jangan terlalu bersikap bossy! Ketua kami tetap Watson."

"Aku tahu," balasnya datar.

"Tunggu! Tunggu! Tahan di sana! Siapa kalian?" Seorang pria gemuk keluar dari pos satpam, memperhatikan mereka berlima. "Aku tidak pernah melihat kalian."

Waduh. Biasanya Watson akan berbohong dengan cepat, tapi sekarang dia tidak ada. Siapa yang akan mengarang alasan?

Michelle melangkah maju. "Halo! Kami anak magang dari Tim Pemeliharaan, Sir. Kami hendak melihat-lihat kondisi apartemen pasca banjir tempo lalu," katanya yakin.

"Benarkah?? Akhirnya kalian datang juga!"

Hellen bersedekap. "Hoo, pengamatan yang brilian. Dia menilai keadaan lewat tanah becek dan garis pada dinding gedung yang terendam oleh air menandakan banjir menerpa Ishanaluna beberapa hari lalu."

"Mirip kayak Watson. Jadi kangen dia hiks! Apa dia tidak apa-apa, ya? Apa penculiknya baik dan kasih dia makan atau minum?"

Aiden tersenyum. "Jangan khawatir! Dan bukan pria yang akan mati semudah itu. Sudah berapa kali kita melihat dia bangkit dari situasi buruk? Dia takkan kalah dari siapa pun yang berani mengusiknya."

"Benar." Dextra mengangguk-angguk. "Kak Watson punya caranya sendiri lolos dari situasi berbahaya mana pun!"

Jeremy mengembuskan napas panjang, lalu tersenyum. "Kalian benar. Sepertinya aku terlalu meremehkan Watson. Yosh! Kita fokus dulu sama pencarian Enda!"

"Tapi teman-teman, kalian ngeh tidak sih?"

Semua orang menoleh ke Hellen.

"Kalau Saho tidak ikut dengan kita."

*

Tes, tes, tes!

Kalau kalian mencari Saho, di sinilah dia. Di sebuah tempat yang tidak terlihat jelas karena gelap. Jika di Moufrobi masih siang dan di sana sudah malam, maka Saho berada di kota berbeda dan cukup jauh.

Dia tidak sendiri. Dia bersama partnernya yang baru saja menikam seorang penjaga.

"Ternyata kamu tidak berubah sedikitpun, Dantoron," kata Saho, menenggelamkan wajahnya dengan tudung hoodie-nya.

Sang partner, Dantorone Doripem, memercikkan darah yang menempel di pisaunya tanpa ekspresi apa pun. "Jangan berlebihan. Aku tidak membunuhnya. Yah... Mungkin dia hanya sedikit sekarat?"

Saho dan Dantorone. Dua orang yang menjadi anggota Dewan Siswa di Madoka selama periode Apol. Kenapa mereka ada di sana? Tidak. Pertanyaan yang benar: ada hubungan apa di antara mereka berdua?

"Jangan lupa tujuan kita, Dantoron. Kita harus membebaskan Watson dari neraka itu secepatnya." Saho menatap bangunan sebesar stadion yang terang benderang oleh puluhan lampu di hadapan mereka. Tangannya terkepal. "Berani-beraninya para brengsek itu menargetkan adikku...!"

Dantorone melirik Saho lewat sebelah mata, mengembuskan napas pendek. "Wajar saja, kan? Nyonya Asha menitipkan itu pada Watson, walau aku tak yakin Watson tahu tentang salinan yang mereka incar."

Saho mendengus. "Watson tidak tertarik dengan hal-hal merepotkan seperti ini."

"Dingin sekali. Kamu hanya peduli pada Watson saja. Kamu tidak niat tanya kabar atau apa pun tentangku 'gitu?"

Saho bersedekap. "Hmm, kudengar kamu akan mendaftar ke universitas. Aku kaget kamu tertarik dengan dunia perkuliahan."

"Well, yeah, aku harus terus mengawasi Apol. Dengan masuk ke kampus yang sama, aku takkan kehilangan jejaknya."

"Apol, huh? Dia sudah bukan urusanku lagi. Ayo! Mereka tak boleh sampai menemukan Salinan rahasia itu dari Watson!"

*

Kembali lagi ke latar Ishanaluna.

Klub detektif Madoka sudah memeriksa tiga lantai dan tidak menemukan hal menarik selain amukan para penyewa karena tidak nyaman aktivitasnya diganggu. Padahal Michelle telah menjelaskan kalau mereka dari Tim Pemeliharaan, tapi orang-orang itu bersituli. Mengusir mereka berlima.

"Dasar! Apa benar-benar ada sesuatu di sini?" Aiden mulai curiga kalau-kalau J hanya mempermainkan mereka saja.

Masalahnya, Enda menghilang. Mereka tidak bisa mengabaikan kemungkinan pesan J mengandung kesungguhan.

"Siapa sih yang menyekap Enda? Apa untungnya menyandera laki-laki?" ucap Jeremy menggaruk kepala, kesal. "Hei, Lele, kamu tidak punya pendapat apa kek 'gitu?"

"Itu Michelle," ralat Michelle sedikit kesal. "Aku juga sedang melakukannya."

Michelle meminjam kumpulan catatan keluhan para penyewa. Dia merasa akan mendapatkan sesuatu dari notasi tersebut. Sementara Dextra memeriksa cctv.

"Ng?" Dextra mengernyit. "Kenapa dengan ibu-ibu ini?" ocehnya. Pemilik unit 013 rutin membawa kantong sampah ke flatnya.

"Kenapa, Dex? You got something?"

"Ah, ini dia." Bertepatan dengan Michelle juga menemukan sesuatu di pencariannya.

Penyewa unit 013 menumpuk sampah di kamarnya hingga menimbulkan bau busuk. Unit 012 telah mengajukan komplain karena memiliki bayi berusia empat bulan dan itu mengganggu kesehatan sang bayi. Begitu pula unit 010 dan 011. Tetapi penyewa 013 tak menunjukkan tanda-tanda kepedulian.

Aiden, Hellen, dan Jeremy menelan ludah. Seketika mereka teringat sebuah kasus.

"Apa kamu merasa deja vu, Aiden?"

Gadis itu manggut-manggut "Tentang ibu-ibu yang mengumpulkan sampah demi membelikan anak-anaknya ponsel itu, kan?"

"Kasus ini agak mirip dengan itu, ya."

"Setidaknya kita dapat titik terang saat ini. Ayo kita ke unit 013 mencari informasi!"

Tanpa mereka sadari, ternyata ada yang nengikuti mereka diam-diam sejak keluar dari Madoka. Menjaga jarak dari jangkauan mata Aiden dan Jeremy. Dia beralih merem.

"Mereka gampang dipancing ya, Jin Woo."
[Hamu Halmari, 17, wakil dewan siswa baru.]

Jin Woo diam. Hanyut dalam pikiran.

To be continued....







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro