File 2.4.6 - "Code 1"

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

DETECTiVE WATSON

Gatelas Glenda, 46 tahun, seorang janda tak beranak. Dia telah bekerja sebagai pengangkut kardus selama tiga bulan dan baru lima bulan menaungi Ishanaluna.

"Sepertinya dia tidak punya keluarga atau kerabat dan harus menafkahi diri sendiri."
Demikian laporan singkat dari Dextra. "Dia punya alasan menumpuk sampah-sampah itu di dalam flatnya," tambahnya lagi.

"Tidak punya kerabat jauh, huh?"

Aneh. Di buku agenda, Glenda membayar uang sewa untuk satu tahun ke depan. Masa dia sudah bela-belain kerja kuli saja? Kalau dia butuh pekerjaan, kan dia punya banyak waktu. Michelle tidak mengerti. Kenapa wanita itu harus bekerja serabut?

Ada yang tidak beres di sini.

Mereka akhirnya tiba di depan flat Glenda. Selagi Aiden dan yang lainnya menyusun strategi untuk bertemu Glenda, eh, si Michelle sudah memencet bel terlebih dulu.

"Woi! Apa yang kamu lakukan?! Kita butuh rencana! Jangan barbar begitu!"

Michelle menatap datar. "Bukankah ini cara paling cepat versi Kak Watson?"

Ingin menyanggah, namun fakta. Kalau itu Watson, pasti dia tanpa basa-basi langsung menekan bel. Selagi tidak ada masalah, kenapa harus mubazir waktu? Begitulah.

Dua menit, pemilik flat membukakan pintu.

Wow! Jeremy mengerjap. Dia kira mereka akan melihat penampilan seorang wanita paruh baya yang kumal dan lusuh. Tapi, lihatlah sosok Glenda yang super glowing dari atas sampai bawah. Sama sekali tidak mencerminkan definisi 'tukang pengangkut sampah'. Apa dia mencintai kebersihan?

"Anu... Dengan siapa, ya?" tanyanya.

"Selamat siang! Kami anak magang dari Tim Pemeliharaan! Apakah ada masalah pada flat anda pasca banjir tempo lalu?"

Glenda menepuk tangan pelan. "Ah! Jadi kalian yang dibilang Pak Tamond barusan!"

Aiden dan Jeremy saling lirik. Satpam tadi?

"Silakan masuk, silakan masuk. Pipa air saya sepertinya mengalami masalah. Apa kalian bisa melaporkannya ke pemilik Ishanaluna?"

"Tergantung tingkat kerusakannya," kata Michelle seadanya, melihat sekeliling.

Meski flat Glenda diisi oleh tumpukan rongsokan, namun Glenda menyusunnya dengan rapi. Ini menunjukkan kalau wanita itu perfeksionis membuat Michelle semakin yakin ada yang salah dari pekerjaannya.

Hellen berjalan bersebelahan dengan Michelle. "Entah kenapa tiba-tiba aku teringat sebuah gangguan," gumamnya.

"Ya. Kebetulan aku juga memikirkannya."

"Eh? Jadi tidak ada apa-apa di sini? Mrs Glenda-nya saja yang rada aneh?" celetuk Aiden terlanjur dengar bisikan mereka.

"Hoarding Syndrom. Gangguan perilaku menyimpan barang secara berlebihan, bahkan barang yang tidak bernilai tinggi. Bedanya Glenda punya jiwa perfeksionis. Biasanya pengidap sindrom ini takkan terganggu jika rumahnya berantakan."

Jeremy cemberut. "Apa-apaan. Ternyata J memang pengen mengolok-olok kita, heh."

"Tidak." Michelle menggeleng. Pasti ada yang terjadi di sana, namun belum terlihat oleh mata. Mereka harus lebih teliti.

Di lain sisi, Dextra asyik memperhatikan kardus-kardus yang disusun sama tinggi oleh Glenda. Selain itu, Glenda membagi tiap barang rongsokan yang berbeda jenis.

Padahal ada begitu banyak sampah di sini, tapi kenapa Dextra mencium aroma getah? Apa Glenda mengumpulkan barang-barang tersebut dari hutan? Bisa dimaklumi sebab warga membuang sampah sembarangan, dan hutan salah satu kena imbasnya.

"Hmm?" Mata Dextra terarah ke koran yang tergeletak di meja beralaskan kaca, memicingkan mata. Seketika terdiam.

"Apa kalian mau minum sesuatu?"

"Kami mau teh dingin."

"Maaf. Aku tidak punya teh."

"Kalau begitu kopi!"

"Maaf, aku juga tak punya kopi."

"Lantas apa yang ada?" Hellen mulai kesal.

Glenda menyengir. "Cuman air putih~"

"Lalu kenapa kamu menawarkan minuman pada kami, heh?!" Aiden, Hellen, dan Jeremy sudah di atas kegemasan mereka.

Michelle memijat pelipis, menghela napas pendek. Dia menatap Dextra yang melepas penyamarannya. "Woi, Chouhane, apa yang kamu lakukan?" Tadi kan Michelle sudah menyampaikan kalau jangan buka dulu wig atau kumis palsu yang mereka gunakan.

"Aku punya ide, Kak Lele. Lebih baik kita bongkar dulu penyamaran payah ini!"

Siapa yang kamu sebut Lele, huh? Dasar! Karena Watson memanggilnya 'Lele', mereka jadi ikutan menyebutnya demikian.

Tidak hanya Michelle, Dextra juga berbisik pada Aiden, Hellen, dan Jeremy selagi Glenda menyiapkan cemilan di dapur. Entahlah apa yang sedang dia rencanakan.

Dan ketika Glenda kembali ke ruang tamu...

"Maaf kalau ini tidak seberapa... Oh?" Glenda mengerjap melihat anggota klub detektif menanggalkan semua penyamaran di tubuh mereka, kompak menatap tajam.

Ada reaksi! Meski samar, Michelle dapat melihat lengan Glenda sedikit gemetar. Hanya sedetik sebelum akhirnya Glenda kembali ke dapur. "Maaf, sepertinya aku melupakan sesuatu. Tunggu sebentar, ya!"

Aiden mengernyit. Apa-apaan itu barusan?

Michelle bersedekap. "Chouhane, apa yang kamu temukan hingga reaksinya begitu?"

Dextra tidak menjawab, menyuruh Michelle dan yang lain untuk tutup mulut. Matanya fokus mengawasi sekeliling yang sumpek oleh tumpukan sampah yang menggunung.

Menunggu lima menit, Glenda pun datang bersama nampan yang sama. Michelle pikir Glenda menambahkan cemilan baru, tapi rupanya wanita itu menukar posisi gelasnya menyerupai huruf C dan angka 1.

"Maaf, aku hanya punya ini~"

"Tidak apa. Maaf kami merepotkan."

*

Jam menunjukkan pukul satu siang. Pada akhirnya mereka meninggalkan Ishanaluna tanpa mendapatkan banyak petunjuk.

Dextra mengeluarkan sebuah alat monitor. Ada lima titik di layar kecil alat itu yang menandakan dia, Aiden, Hellen, Jeremy, dan Michelle. Itu berarti dua penyusup yang tertangkap oleh radarnya sudah hilang.

"Mereka pergi, ya?" gumamnya. "Tak boleh begitu, Jin Woo. Kamu jangan meremehkan kakelmu." (Mereka sama-sama kelas dua).

Ya. Dextra tahu kalau Jin Woo bersama seseorang membuntuti mereka. Anak itu terlalu menganggap sepele klub detektif.

"Chou, aku butuh penjelasan. Kamu pasti dapat petunjuk, kan?" Michelle berkata. Mereka bergeming di halaman apartemen Ishanaluna, memikirkan langkah berikut.

"Benar. Reaksinya ketika kita lepasin rambut dan jenggot palsu itu sangat aneh, meski selanjutnya dia biasa-biasa saja. Kamu tahu sesuatu, Dex?" Giliran Aiden bertanya.

"Jika Dextra mendapatkan hal penting, berarti Glenda bukan sekadar mengidap Hoarding Syndrom, melainkan ada alasan lain di balik pengumpulan sampah itu."

Dextra mengangguk serius. "Ada banyak cctv dan penyadap mini tersembunyi di antara rongsokan itu. Kurasa Nyonya Glenda diawasi ketat oleh seseorang."

"Apa kamu yakin?"

"Tidak salah lagi! Aku menemukan koran yang meliput tentang kita di mejanya! Glenda mengetahui Klub Detektif Madoka."

Aiden dan Hellen bersitatap. Jadi itu yang membuat Glenda bersikap aneh untuk sesaat pas mereka tampil dengan rupa asli.

"Kalau kupikirkan, Glenda mengubah posisi gelas menjadi kata C1. Apa itu semacam stenografi?" Michelle mengingat-ingat apa ada kode sandi C1 di buku catatan Watson.

"Itu artinya Code 1!" Dextra sering bertemu dengan kode-kode rahasia di dunia siber.

"Di dunia kriminal, Code 1 merupakan kode yang dikeluarkan saat adanya bahaya yang mengancam jiwa seseorang. Nyonya Glenda memilih bungkam daripada minta tolong karena pelaku menyandera seseorang." Demikian jelas Michelle. "Kemungkinan..."

Aiden mengepalkan tangan. "Enda, ya?"







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro